Tahun 2017, Beberapa e-Commerce Mulai Berguguran

marketeers article
40560180 closed sign in a shop window

Lima tahun lalu, sektor e-commerce bukanlah bisnis yang dilirik. Sekarang dengan pertumbuhan dua digit setiap tahunnya, e-commerce tumbuh menjadi industri dengan dinamika cepat. Dengan melesatnya industri ini, pemain bisnis sejenis tumbuh bak jamur dan mereka yang tidak kuat bersaing harus gulung tikar. Namun, yang bertahan dan punya strategi tepat, bisa tumbuh sampai tiga digit setahun.

Dibanding ritel offline, proporsi sektor jual beli online ini baru di bawah 1%. Sebab itu, tidak ada kata slow down bagi para pemain. Bahkan, mereka harus berlari lebih kencang lagi. “Selama ini, pertumbuhan e-commerce pasti akan selalu dua digit, bahkan mungkin ada yang bisa menikmati sampai tiga digit. Para pemain sekarang berlomba-lomba menembus angka 30%,” kata CEO Alfacart Catherine Sutjahyo.

Ia menambahkan, sektor e-commerce di Indonesia baru masuk ke tahap perkenalan Apalagi, jika dibandingkan dengan negara seperti Tiongkok, Indonesia tertinggal puluhan kali lipat. Dengan kondisi negara berbentuk kepulauan, sektor e-commerce sangat cocok bagi masyarakat Indonesia.

Pernyataan Catherine diamini oleh CEO MatahariMall.com Hadi Wenas. Menurutnya, industri ini akan terus tumbuh minimal dua digit hingga bisa mencapai sekitar 39% per tahun. Hal ini lantaran berkat populasi negara ini yang besar yang membantu pertumbuhan e-commerce. Proporsi Indonesia di Asia Tenggara mencapai 32% dan diestimasi pada 2025 mendatang akan menjadi 52%. “Negara lain tumbuh cepat tapi mentok dalam waktu singkat. Indonesia railway-nya masih sangat panjang,” sambung Wenas.

Sementara, menurut CEO OLX Daniel Tumiwa, perkembangan e-commerce didorong oleh perkembangan smartphone, bukan lagi internet. Indikatornya cukup unik, yaitu orang Indonesia pemilik akun Facebook dan Instagram.

“Setelah mengenal media sosial, mereka inilah konsumen potensial e-commerce. Kemampuan berinteraksi di media sosial otomatis membuat mereka mengenal, bisa, dan sudah familiar dengan transaksi online,” jelas Daniel.

Tren dan Prospek

Lalu, bagaimana tren barang yang diperjualbelikan? Berdasarkan data Indonesia E-Commerce Association (iDEa), barang paling laris di industri ini Indonesia ada tiga, mulai dari fesyen, gadget, sampai tiket perjalanan. Menurut ketua iDEa Aulia Marinto, yang punya prospek untuk terus tumbuh akan datang dari produk-produk elektronik di luar gadget, terutama rumah tangga. Selain produk baru, Aulia juga melihat perputaran barang bekas di platform online seperti OLX bisa menjadi salah satu driver e-commerce karena perputarannya dinilai sangat cepat.

OLX yang merupakan platform e-commerce iklan baris untuk barang preloved, motor dan smartphone adalah bintangnya. Mobil dan properti pun masih banyak dicari. Sementara, barang-barang dengan tren musiman di OLX menjamur semisal penjual batu akik tahun lalu. Bahkan beberapa tahun lalu sempat ada yang menjual jenis tanaman dengan harga jutaan.

“Tahun 2016 adalah tahunnya burung. Banyak sekali yang listing burung, bisa sampai 200.000 penjual dengan harga bisa di atas Rp 100 juta. Saya sendiri tidak mengerti mengapa sangat mahal. Tapi, itu adalah tren di e-commerce. Tiap tahun ada tren baru dan kita lihat di 2017 nanti,” ungkap Daniel.

Khusus untuk segmen barang preloved, Daniel melihat ada tantangan berbeda dibanding pemain marketplace atau ritel online yang menjual produk baru. Tantangannya adalah masih adanya rasa gengsi bagi sebagian penduduk Indonesia untuk menjual barang bekas, termasuk membeli. Anggapan bahwa menjual barang bekas dianggap karena ada kekurangan secara finansial masih kerap terlihat.

Memang tidak semua, tapi segmen dengan usia lebih tua biasanya punya rasa gengsi itu. Masyarakat kelas A pun punya karakter mirip. Jadi, kembali itu adalah tantangan untuk setiap pemain e-commerce dengan basis produk preloved. Justru pasar paling besar ada di segmen muda di mana mereka belum mengenal rasa gengsi namun sudah akrab jual beli online.

Bagaimana industri e-commerce dalam prediksi iDea? Aulia tidak menyangkal bahwa e-commerce Indonesia masih dalam tahap awal. Salah jika ada pihak yang mengatakan bahwa industri ini sedang mengalami bubble melihat ukurannya dibanding ritel offline. Maka, tidak heran jika pemain-pemain e-commerce mulai dari konsep marketplace, ritel online, iklan baris sampai daily deals yang menjual konsep redeem seperti voucher terus bermunculan.

Namun, Aulia memperkirakan pemain e-commerce sedikit demi sedikit mulai berguguran, entah gulung tikar, konsolidasi, sampai diakuisisi. Mulai pertengahan tahun 2017, diprediksi bakal ada pemain yang menghilang, terutama untuk big player. Jadi, sudah pasti pemain-pemain di bawah kasta big player akan segera menyusul kemudian karena kehabisan napas dan bisnisnya tidak kunjung membesar.

“Tapi, potensinya tetap besar. Buktinya dua dari tiga pemain dunia sudah masuk. Alibaba lewat Lazada dan eBay lewat Blanja.com. Amazon tinggal tunggu waktu saja. Jadi, jika ada pemain-pemain e-commerce terutama pemain luar negeri menghilang dari peredaran, bukan pasar yang salah. Tapi memang mereka saja memiliki pandangan lain soal lanskap bisnis Indonesia,” kata Aulia.

Penghitungan pasar e-commerce di Indonesia memang masih dalam perkiraan. Pemerintah mencanangkan tahun 2020 bisa mencapai US$ 130 miliar. Jadi, kira-kira tahun 2016-2017 nilainya sekitar US$ 50 juta sampai US$ 70 juta, dengan catatan industri bisa tumbuh sebesar 30%-40% per tahun.

Editor: Sigit Kurniawan

Related