Sekitar 2,8 Juta Millennial Jakarta Terancam Tak Punya Rumah

profile photo reporter Jaka Perdana
JakaPerdana
05 September 2017
marketeers article
58163849 young smiling asian business man holding a digital tablet sitting outside on city street looking away

Berapa jumlah kaum millennial di Jakarta? Menurut Country GM Rumah123.com Ignatius Untung, jumlahnya mencapai tiga juta. Mereka konsumtif, muda, dan sedang dalam masa produktif. Sayang, menurut Ignatius, hanya sedikit dari mereka yang punya kans untuk mengakuisisi properti alias membeli rumah.

Hal tersebut diutarakannya di acara MarkPlus Center di Jakarta pada Selasa (5/9) 2017. “Klasik. Karena harganya kemahalan. Mereka tidak sanggup ngejar harga rumah yang tiap waktu naik terus,” ujar Ignatius. Tidak hanya harga tanah yang mendorong properti juga ikut naik, tapi bahan bangunan pun alami inflasi.

Salah satunya besi bangunan. “Daripada investasi emas, coba investasi besi. Yang bekas pun masih layak jual,” sambungnya. Selain karena lahan makin sempit, kenaikan harga properti didorong oleh beberapa faktor.

Semisal developer ikut menaikan harga rumah karena kalau mau maju membuat unit lain lagi. Karena kalau tidak dinaikan, propertinya dianggap tidak menguntungkan dari sisi investasi. Selain itu jika tidak naik, mereka sulit menjual properti berikutnya.

Generasi millennial juga rupanya dianggap kurang teredukasi soal memprioritaskan untuk punya rumah, atau minimal apartemen. Walau secara finansial tidak kekurangan dan punya pendapatan lumayan, kepemilikan properti tidak diutamakan. Justru ketika sudah punya pendapatan, yang dipikirkan pertama adalah leisure sampai gonta-ganti smartphone.

Makanya tidak heran dari millennial di Jakarta, yang terancam tidak punya rumah, atau mengakuisisi properti seperti apartemen bisa mencapai 2,8 juta orang. “Sekarang yang pendapatannya Rp8 juta susah beli rumah. Belum nyicilnya dan lain-lain. Di atas Rp10 juta sampai Rp12 juta masih terhitung bisa. Tapi kan membeli properti tidak semudah itu. Kalau pun punya pendapatan lumayan tapi kalau pengeluarannya banyak di sektor lain ya susah,” ungkap Edward Kusuma, Direktur Vida Bekasi.

Lebih lanjut lagi, cara berpikir millennial masih dipengaruhi cara berpikir orang dulu, yang menganggap membeli rumah itu harus napak tanah. Jika hanya membeli apartemen, artinya tidak membeli rumah. Padahal sekarang sekitar 70% proyek properti di Jakarta dan sekitarnya adalah apartemen. Sisanya baru landed house.

“Kalau tidak mampu beli rumah napak, ya apartemen dulu. Pengalaman saya beli apartemen di Kelapa Gading Rp300 juta luas 45 meter persegi. Rekan saya dengan harga sama dapat rumah seluas 125 meter persegi, tapi di Cibubur. Biar kecil, ke mana-mana saya dekat. Cibubur? Dua tahun kemudian rumahnya dijual. Padahal harga apartemen naik terus,” cerita Ignatius.

    Related