Tiga Jurus UKM Bertransformasi Menjadi Startup

marketeers article
Steve Saerang di Grand Final Demo Day Top 10 Wonderful Startup Academy

Memiliki usaha tentu membawa kesenangan tersendiri. Apalagi ketika orang yang berbisnis ini ingin menaikkan kelas usahanya tersebut menjadi lebih besar. Di dunia usaha rintisan negeri ini, kita jamak mengenal adanya istilah usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) dan startup. Meski sekilas keduanya hampir mirip maknanya, tapi keduanya memiliki karkater yang berbeda.

Istilah startup jamak diasosiasikan dengan para pengusaha yang kreatif, mandiri, dan mampu tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan. Sementara, UKM kerap diasosiasikan kepada pemilik usaha yang perkembangannya tidak terlalu cepat bahkan terlihat pasif. Lupakan sejenak mengenai label tersebut. Tugas yang lebih penting adalah bagaimana para pengusaha rintisan mampu mengembangkan usahanya lebih besar, cepat, dan berkelanjutan. Dengan kata lain, mengubah UKM menjadi startup.

Pada Grand Final Demo Day Top 10 Wonderful Startup Academy (WSA), Steve Saerang sebagai Lead Project Manager Nextdev dari Telkomsel berbagi tiga jurus agar para pengusaha rintisan bisa tumbuh cepat, positif, dan berkelanjutan.

“Ada tiga hal yang selalu kami bagikan kepada para peserta The Nextdev sebagai platform  mengembangkan para startup. Tiga hal tersebut adalah identifikasi brand persona, penentuan kanal, dan desain kampanye yang sesuai dengan target pasar,” ujar Steve di Smesco Jakarta, Jumat (20/10/2017).

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi apakah brand persona yang dibangun sudah sesuai dan tepat sasaran ke target konsumen. Caranya bisa dilakukan dengan cara mengidentifikasi demografi dan psikografi dari konsumen yang kita sasar. Di sini, pemasar mengidentifikasi profil konsumennya, mulai dari umur, status, ketertarikan, media sosial yang dipakai, hingga tempat mereka nongkrong di mana. Hal ini dirancang untuk menjawab apakah target konsumen tersebut bisa mengonsumsi produk yang ditawarkan atau tidak.

Kedua, membangun kanal. Kanal erbaik bagi para startup, menurut Steve, saat ini adalah media sosial. Selain murah dan gratis, kanal ini tengah digandrungi hampir di seluruh lapisan masyarakat.

“Di media sosial, yang penting adalah kekuatan word of mouth. Konsumen lebih percaya media sosial ketimbang iklan. Saya pun menemukan bahwa kekuatan medsos itu bukan dari iklan tapi engagement yang dibangun dengan audiens dengan sebuah cerita,” lanjut Steve.

Steve menambahkan, banyak medsos yang bisa digunakan. Satu hal yang harus diperhatikan adalah siapa target konsumennya dan mereka menggunakan apa. Selain itu, penting bagi para marketeer untuk merancang bagaimana cara untuk menjalin komunikasi dengan audiens. Steve menyebutkan Instagram menjadi media sosial yang paling banyak mengusung percakapan dengan audiensnya setelah Facebook dan Twitter.

Ketiga, membangun kampanye. Kampanye di sini adalah mengkonversi dari aktivitas online di atas menjadi offline. Untuk urusan ini, marketeer sangat dituntut kreativitasnya. Banyak ide yang bisa digali agar konsumen itu dari bercakap secara online lantas berdatangan menuju pameran atau lokasi tempat startup itu berjualan.

“Satu kisah yang menarik datang dari Toko Kopi Tuku. Di Instagramnya, pernah diberitakan layanan kafe melalui Go-Food akan ditutup untuk periode tertentu. Di luar dugaan, cara ini justru membuat antrean Go-Jek yang menerima pesanan kopi panjang,” kata Steve.

Steve di sini melihat bahwa cara Toko Kopi Tuku ini cukup kreatif membuat konsumen penasaran dan tidak ingin ketinggalan. Padahal, mereka hanya menyebut bahwa tokonya menutup layanan tersebut sementara. Dengan cara ini, mereka sudah berhasil menarik minat konsumen dan membuat mereka viral dibicarakan dan diliput oleh media.

Editor: Sigit Kurniawan

Related