Agar Merek Kita Seviral “Om Telolet Om”

marketeers article

Jelang pengujung tahun, Indonesia mengalami demam Om Telolet Om. Bahkan, demam satu ini juga mewabah ke beberapa negara lain. Tidak jelas siapa yang memulai terlebih dahulu. Tiba-tiba semua orang pasti pernah mengucapkan “Om Telolet Om” baik sengaja atau tidak sengaja.

Sebenarnya fenomena ini sudah terjadi pada pertengahan tahun ini, hanya saja tidak seviral yang terjadi sekarang ini. Tren sekumpulan anak-anak yang menunggu sebuah bus untuk menyalakan klaksonnya ini menjadi viral di pengujung tahun sebab ‘ulah’ dari beberapa pesohor dalam dunia DJ internasional.

Beberapa Dj seperti DJ Snake, Zedd, dan Martin Garrix mengunggah frasa Om Telolet Om di akun media sosialnya, setelah diberondong dengan kalimat Om Telolet Om dalam kolom komentar di akun sosial media. Sontak, hal ini menjadi viral di seluruh pelosok dunia. Beberapa akun klub sepak bola seperti Real Madrid dan Bayern Muenchen pun turut serta mengunggah kalimat Om Telolet Om. Di dunia maya pun beredar video fenomena Om Telolet Om sudah sampai di Jepang dan New York.

Ratusan ribu kalimat Om Telolet Om pun menghiasi linimasa baik di Facebook, Twitter, dan Instagram.

Fenomena ini menunjukan bahwa Indonesia berhasil menguasai dunia maya hanya dengan kalimat Om Telolet Om. Tentu saja fenomena ini sudah dimanfaatkan oleh beberapa pihak. Salah satunya dengan merilis permainan di gawai berjudul Om Telolet Om.

Fenomena ini tentu sebuah anomali bagi para pelaku merek. Ketika para pelaku merek bersusah-susah payah menciptakan dan menyebarkan sebuah konten yang dimaksudkan untuk viral. Semuanya mental hanya dengan kalimat Om Telolet Om yang bahkan tidak disengaja sama sekali untuk menjadi viral.

Dalam buku New Content Marketing: Gaya Baru Pemasaran Era Digital yang terbitkan oleh Gramedia, ada lima tahap bagaimana sebuah konten bisa menjadi viral, yakni Encounter, Search, Click, Read, dan Share.

Banyak para pelaku merek ketika konten dirasa tidak maksimal, sering bertanya, pada tahapan mana merek gagal menyentuh konsumennya. Jawaban dari pertanyaan ini biasanya dengan mempekerjakan konsultan SEO yang berpengalaman atau menuliskan judul konten yang lebih merangsang pembaca. Apakah itu salah? Tentu tidak. Namun, cara ini hanya efektif untuk jangka waktu yang lebih singkat.

Melalui konsep Encounter, Search, Click, Read, dan Share, pemasar bisa melihat keseluruhan tahapan-tahapan content marketing secara efektif. Memaksimalkan offline marketing strategy sama pentingnya sejak hal tersebut bisa melengkapi aktivitas online dalam content marketing.

Menciptakan konten yang menarik membutuhkan usaha yang ekstra. Kreatif memang diperlukan, namun ratusan bahkan ribuan merek di luar sana juga berpikiran yang sama. Konsumen bahkan lebih muak lagi dengan jutaan konten yang mereka terima dan rata-rata semua isinya sama.

Sebab itu, ada baiknya merek menentukan positioning merek yang dapat sejalan dengan nilai-nilai yang diinginkan oleh konsumen. Dengan cara seperi ini konten yang disajikan akan terasa lebih alami dan natural tanpa berusaha untuk mengesankan pembaca secara memaksa.

Tahapan tertinggi dalam sebuah konten yang viral adalah dengan sukarela dibagikan oleh para pembacanya. Kekuatan advokasi dari konsumen akan menciptakan multiplier effect.

Sering kali merek berharap bahwa konten yang disajikan akan menjadi viral dan dibagikan kepada jutaan orang di luar sana. Pertanyaan, apakah sebenarnya konten yang kita disajikan benar-benar layak untuk dibagi? Jawabannya berada pada tujuan awal kita menggunakan content marketing sebagai salah satu marketing tools. Daripada mengikuti tren yang terus menerus berubah tiap saatnya, lebih kita kembali kepada strategi dasar dalam sebuah marketing yakni segmentation dan targeting.

Namun, sembari merek menentukan segmentation dan targeting, tidak ada salahnya pula sembari menunggu kita semua mengucapkan “Om telolet om”.

Editor: Sigit Kurniawan

 

Related