Alasan Pemerintah Kembangkan Kendaraan Listrik

marketeers article
Power supply for electric car charging. Electric car charging station. Close up of the power supply plugged into an electric car being charged.

Beberapa waktu terakhir, pemerintah Indonesia tengah mengembangkan kendaraan listrik. Tak tanggung-tanggung, investor dari berbagai negara seperti Korea Selatan dan Jepang diundang masuk ke sektor ini. Lantas, apa alasan pemerintah mulai serius mengembangkan kendaraan listrik?

Alasan utama yang mendasari pengembangan kendaraan listrik ini tak lain untuk menangani permasalahan energy security. “Target utama yang ingin dicapai adalah ketahanan energi dan ramah lingkungan. Guna menangani masalah energy security, kendaraan listrik merupakan salah satu alternatif yang kita pakai untuk mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM),” ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Harjanto saat acara Indonesia-Japan Automotive Seminar di Jakarta, Selasa (29/01/2019).

Pemerintah menilai, kendaraan bermotor listrik dapat mengurangi pemakaian BBM serta memangkas ketergantungan impor BBM. Ini berpotensi menghemat devisa kurang lebih Rp798 triliun. “Kita masih punya CPO atau sumber energi lain terbarukan yang bisa dimanfaatkan,” ungkap Harjanto.

Selain itu, pengembangan kendaraan listrik sebagai salah satu komitmen pemerintah dalam upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (CO2) sebesar 29 persen pada tahun 2030. “Penurunan emisi bukan hanya tergantung kendaraannya,tapi juga dari sumber energi yang kita gunakan,” terangnya.

Sejalan target tersebut, pada peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, populasi mobil listrik pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 20% atau sekitar 400.000 unit dari total produksi di dalam negeri sebesar dua juta unit. Di tahun yang sama, populasi motor lsitrik dibidik sebanyak dua juta unit.

Selanjutnya, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, Indonesia akan menjadi basis produksi kendaraan jenis Internal Combustion Engine (ICE) maupun Electrified Vehicle untuk pasar domestik hingga ekspor pada tahun 2030. Hal ini didukung oleh kemampuan industri nasional dalam memproduksi bahan baku dan komponen utama serta optimalisasi produktivitas sepanjang rantai nilai industri tersebut.

Lebih lanjut, pengembangan kendaraan LCEV juga perlu disesuaikan dengan karakteristik teknologi, antara lain terkait jarak tempuh, ukuran kendaraan dan bahan bakar yang digunakan. Hal ini juga untuk mengatur mengenai skema insentifnya.

“Tentunya insentif ini disesuaikan dengan jumlah emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan itu. Jadi, makin rendah emisinya, makin besar insentifnya,” ucap Harjanto. Di samping itu, pembobotan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) juga menjadi faktor pemberian fasilitas fiskal tersebut.

“Kami juga telah mengusulkan penurunan PPnBM kendaraan listrik dan terkait bea masuk, sehingga kendaraan listrik dapat lebih diperkenalkan dan diaplikasikan di Indonesia secara luas,” imbuhnya.

Hal senada disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, pemerintah mengakselerasi pengembangan kendaraan listrik di Indonesia melalui Peraturan Presiden yang akan segera diterbitkan. “Tentunya beleid itu harus diikuti dengan fasilitas PPnBM dan bea masuk impor. Jadi, kalau tanpa fiskal, regulasi tersebut kurang efektif. Insentif ini sedang disiapkan oleh Kementerian Keuangan,” tandasnya.

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kata Menperin, pengembangan kendaraan listrik perlu melibatkan pihak swasta baik untuk melakukan kegiatan riset maupun pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan. Selain itu penyiapan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang mampu menguasai teknologi terkini dan mengoptimalkan TKDN sebagai penciptaan nilai tambah dan efek berantai bagi perekonomian nasional. Bahkan, industri kecil dan menengah (IKM) berpeluang memproduksi komponen kendaraan listrik.

Related