Alasan Strategi Harga Telkomsel di Atas Kompetitor

marketeers article
Ahmad Fahreza saat menjamu peserta Marketeers Experience Field Trip

Telkomsel sebagai penyedia jasa komunikasi jamak dikenal memiliki harga yang di atas para kompetitornya. Di balik semua itu, ternyata ada misi bisnis dan tanggung jawab sosial yang harus dipikul di pundak Telkomsel sebagai pemimpin pasar di industri ini.

Dari sisi bisnis, Telkomsel saat ini merupakan pemilik jaringan terluas di antara para provider telekomunikasi lainnya di Indonesia. Bahkan, dengan 160 ribu menara base transceiver station (BTS) 99% dari wilayah Indonesia telah terlayani oleh perusahaan plat merah ini. Basis konsumen yang mereka miliki pun sangat banyak, yakni sebesar 190 juta pelanggan.

“Kami membangun BTS ini tidak hanya di tengah kota. Menghubungkan Indonesia dan Sabang sampai Merauke hingga pelosok dan perbatasan adalah tugas kami,” jelas Strategic Account Management Telkomsel Ahmad Fahreza saat menyambut para peserta Marketeers Experience Field Trip ke kantornya beberapa waktu lalu.

Sebab itu, BTS Telkomsel pun hadir juga di pedalaman atau pun daerah perbatasa. Tidak peduli apakah daerah tersebut menguntungkan atau tidak. Investasi untuk BTS ini tidaklah murah. Reza -begitu pria ini akrab disapa, mengatakan bahwa membutuhkan investasi hingga Rp 5 miliar untuk membangun satu BTS di kota besar. Sementara di daerah pedalaman dan perbatasan, investasi yang dibutuhkan hingga dua kali lipat.

Bukan soal untuk menjaga pertumbuhan bisnis saja. Penetapan harga yang Telkomsel lakukan juga sarat akan misi sosial. Pasalnya, harga yang ditawarkan oleh Telkomsel merupakan harga di batas wajar yang ditetapkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Jadi marjin yang mereka tetapkan pun tidak juga tinggi.

Lebih dari itu, pricing ini juga dilakukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem industri. Untuk itu, Telkomsel tidak ikut-ikutan perang harga seperti provider pada umumnya. Jika mereka bermain, bukan tidak mungkin konsumen seluruh negeri akan beralih ke Telkomsel. Bagaimana tidak, memiliki jaringan terluas sudah menjadi keunggulan mereka.

Jika ini terjadi, bukan tidak mungkin pemain lainnya akan kesulitan atau bahkan gulung tikar usahanya. Tentu kondisi ini menjadi tidak sehat untuk ekosistem indsutri di Indonesia.

“Pada akhirnya, konsumen pun cukup puas dengan layanan yang kami miliki. Percuma juga beli yang murah kalau tidak bisa dimaksimalkan pemakaiannya,” tutup Reza.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related