Menilik Anomali dalam Industri Elektronik Indonesia

marketeers article
30494058 creative abstract television evolution and digital multimedia technology and media entertainment concept old wooden crt tv with antenna and new modern smart tv with colorful interface isolated on white background with reflection effect

Banyak yang menyebutkan bahwa peralatan elektronik mengalami penurunan pada tahun 2017. Faktanya, tidak semua perangkat mengalami penurunan. Menurut Dharma Surjaputra, perwakilan dari Asosiasi Gabungan Pengusaha Elektronik Indonesia (GABEL), beberapa produk seperti TV dan audio memang mengalami penurunan penjualan. Namun, masih ada beberapa jenis produk elektronik yang tumbuh meskipun angkanya tipis.

Domestic appliances seperti kipas angin dan AC itu masih growing single digit,” ujar Dharma pada acara MarkPlus Conference 2018 di Jakarta, Kamis (7/12/2017).

Ia melihat fakta bahwa banyak barang-barang elektronik kelas premium mengalami penurunan karena konsumen menunda pembelian barang-barang mewah. Beberapa hal menjadi faktor konsumen menunda pembelian, mulai dari pajak dan barang-barang tersebut masih dirasa kurang dibutuhkan. Menurutnya beberapa produsen TV dengan fitur premium disebutkan berdarah-darah dalam angka penjualannya.

“Produsen yang branded sulit bersaing, terutama TV kecil karena hadirnya produk-produk unbranded,” tambahnya.

Sementara itu, basic appliances seperti mesin setrika dan penanak nasi mengalami kenaikan yang cukup tajam di kuartal III. Ia menilai hal ini akibat peran pemerintah untuk menghentikan penyelundupan. Bicara tahun 2018 yang konon merupakan tahun politik, Dharma berlum bisa memprediksi banyak, ia meyakini akan ada peningkatan di 2018, namun di satu sisi pada tahun 2014 lalu industri elektronik malah tidak tumbuh dengan baik.

“Kami memang kena imbasnya. Namun uang kampanye  yang diterima tidak langsung dibelikan peralatan elektronik,” singkatnya.

Terkait maraknya pusat ritel yang sepi seperti Glodok, Dharma menilai hal ini adalah kasus yang berbeda. Tidak bisa disamaratakan bahwa hal tersebut karena pembelian online, atau daya beli masyarakat lesu. Baginya, fenomena sepinya sentra elektronik Glodok  lebih pada masalah pemerataaan distribusi barang. Ia mencontohkan saat ini di kawasan Jakarta dan sekitarnya, memiliki pusat-pusat elektronik lainnya.

“Jadi, orang tidak perlu lagi belanja elektronik di Glodok karena di wilayah terdekatnya sudah ada,” pungkasnya.

Editor: Sigit Kurniawan

Related