Apa yang Bisa Pemasar Pelajari dari Kesuksesan Pertalite?

marketeers article
Pertalite

Turbulensi di saat krisis mendorong ide brilian dari Pertamina untuk meluncurkan Pertalite. Meski sempat diragukan kesuksesannya, Bahan Bakar Minyak (BBM) beroktan 90 ini menjadi produk unggulan di pasar bahan bakar Tanah Air.

Dengan pertimbangan perkembangan kebutuhan nasional atas Bahan Bakar Minyak (BBM) dan dalam rangka pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

Aturan itu mengatur tiga jenis BBM, pertama BBM tertentu yang terdiri atas minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gas oil). Kedua, BBM khusus penugasan berjenis bensin (gasoline) RON minimum 88 untuk didistribusikan di wilayah penugasan (seluruh wilayah Indonesia kecuali Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Yogyakarta, dan Bali).

Ketiga BBM umum terdiri atas seluruh jenis BBM di luar jenis BBM tertentu dan BBM khusus penugasan.

Perpres tersebut juga memuat aturan yang menyatakan bahwa harga BBM ditetapkan sesuai dengan harga keekonomian dan akan diubah setiap satu bulan sekali bergantung pada naik-turunnya minyak dunia.

Pada faktanya, harga minyak cenderung fluktuatif. Akan tetapi, pemerintah kala itu “memaksa” Pertamina untuk tidak menjual BBM di bawah harga keekonomiannya. Hal tersebut membuat Pertamina sempat merugi Rp 336 miliar pada awal tahun 2016.

“Jika harga minyak naik, ya Pertamina rugi. Kalau Pertamina tidak melakukan apapun, potensi kerugian akan semakin parah,” kata Muhamad Resa, Assistant Brand Manager Retail Fuel Marketing PT Pertamina (Persero) saat berdialog di Philip Theater Class, MarkPlus Main Campus, Jakarta.

Terlebih, pemerintah telah membuka keran investasi bagi perusahaan minyak asing yang ingin mengoperasikan SPBU di Indonesia. Resa bilang, ada lebih dari 130 perusahaan yang memiliki izin menjalankan bisnis ritel bensin di Tanah Air.

“Kala itu, Pertamina ditantang dengan keterbukaan pasar. Kompetitor global masuk cukup agresif dengan produk yang kompetitif,” ujar Resa.

Lantas, apa yang mesti dilakukan Pertamina? BUMN ini memutuskan untuk menghadirkan produk baru di pasaran yang dapat mensubstitusi peran Premium.

Produk baru yang diketahui bernama Pertalite itu merupakan produk penyempurnaan dari seri di bawahnya. Pertalite memiliki nilai oktan atau RON 90, sedangkan Premium memiliki RON 88. Nilai ini menunjukan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan.

Semakin tinggi nilai oktannya, maka BBM lebih lambat terbakar, sehingga tidak meninggalkan residu pada mesin yang bisa mengganggu kinerja kendaraan.

Terlebih, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan bahwa kendaraan bermotor sudah tidak cocok lagi menggunakan premium. Sebab, premium hanya menjadikan mesin bekerja tidak optimal.

“Kendaraan-kendaraan roda empat dan roda dua sudah tidak cocok lagi dengan Premium. Kalau pun ada, itu adalah Kijang Doyok dan kendaraan itu sudah sangat jarang,” ungkap Resa.

Sebelum Pertamina meluncurkan Pertalite, perusahaan plat merah ini melakukan survei konsumen terlebih dahulu. Hasilnya, konsumen ingin produk yang lebih baik dari Premium, namun dengan harga yang tidak semahal Pertamax.

“Kami juga melihat ada 5000 outlet SPBU yang bisa di-leverage. Sehingga inovasi produk itu memang mesti dilakukan,” ujar Resa.

Akhirnya, Pertalite diluncurkan pertama kali pada Juli 2015 di tiga kota di Pulau Jawa, yaitu Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Harga pun dipatok saat itu Rp 8.400 per liter, membuat Pertalite berada di tengah-tengah antara Pertamax (yang saat itu Rp 9.000 per liter) dan Premium (Rp 7.400 per liter).

(Baca Juga: Sekali Lagi, Pertalite Bukan Untuk Menggantikan Premium)

Setelah diluncurkan, awareness Pertalite digeber agar produk terserap dengan baik oleh pasar. Awalnya, Pertamina khawatir Pertalite akan tenggelam lantaran masyarakat selama ini hanya mengenal dua jenis BBM, yaitu Premium dan Pertamax.

“Jujur saja, pertama kali meluncurkan Pertalite, (kami) tidak untung. Namun, minimal kami mengurangi kerugian,” pungkasnya.

Pertamina melakukan pelbagai usaha demi meningkatkan awareness Pertalite, seperti aktivitas branding dan promosi yang disebar di media cetak, televisi dan digital.

Termasuk lewat unsur-unsur religi yang diharapkan menyentuh sisi emosional konsumen. Pada Juni tahun lalu, ketika sebagian masyarakat Indonesia tengah menjalani ibadah Puasa Ramadan, Pertamina meluncurkan promosi “Baca 1 Juz Al-Quran, Gratis 2 Liter”.

“Selain itu, kami memperkuat channel distribusi. Kami sampaikan kepada bagian Sales & Distribution agar pendistribusian Pertalite berada di rig pertama. Premium untuk sore hari,” tegasnya lagi.

Memotivasi kanal penjualan itu penting bagi Pertamina, sebab perusahaan ini hanya memiliki 200 SPBU di Indonesia. Sedangkan 5.800 SPBU sisanya dimiliki oleh swasta.

Resa mencatat, Agustus tahun lalu, Pertalite sudah terdistribusi ke 3.358 SPBU. Hingga akhir tahun lalu, jumlahnya meningkat menjadi 5.000 SPBU.

“Sekarang bukan kita yang mendorong SPBU untuk gunakan Pertalite, melainkan mereka yang meminta kami,” ucapnya Resa seraya mengatakan Pertalite telah dianugerahi Product of The Year 2016 dari IMA dan Marketeers.

Editor: Sigit Kurniawan

Related