Apa yang Dibutuhkan Dunia Konsumer Pada Startup?

marketeers article

Sebagai negara dengan konsumsi terbesar atau menyumbang 55% pada PDB, Indonesia dipandang memiliki kesempatan potensial bagi para merek konsumer melakukan engagement dengan konsumennya.

Kesempatan itu bisa dimanfaatkan oleh para perusahaan rintisan (startup) untuk membantu peran perusahaan konsumer dalam mengubah dan memperbarui cara orang berbelanja dan berinteraksi dengan merek.

Gagasan tersebut menjadi tujuan utama dari Accenture Consumer Innovation Awards (ACIA) yang kini memasuki putaran kedua. ACIA mengumpulkan para startup dari seluruh dunia untuk mengungkapkan gagasannya di depan para dewan juri dan pemimpin perusahaan konsumer global.

Sampai 11 Agustus lalu, jumlah pendaftar telah mencapai 140 peserta yang 55 di antaranya berasal dari Asia Pasifik.

Prihadiyanto, Managing Director Products Operating Group Accenture Indonesia menjelaskan alasan ACIA fokus menggarap ide-ide startup di sektor produk konsumsi. Pertama, ekonomi Indonesia ditopang dari konsumsi, sehingga perlu bagi dunia konsumer mamahami perilaku berbelanja masyarakatnya.

“Sifat alami orang Indonesia itu, ada atau tidak ada uang, mereka berbelanja. Kedua, secara demografi, Indonesia punya banyak anak muda, millennials. Mereka punya karakteristik unik, yaitu suka gunta-ganti merek,” papar Pri di kantornya di Wisma BNI 46 kepada sejumlah media yang hadir, Senin, (14/8/2016).

Karena begitu kompleksnya kondisi market di Indonesia, startup dituntut berinovasi untuk mengenal kebutuhan dan personalisasi konsumen, sehingga menjawab preferensi mereka.

“Inovasi didorong oleh startup. Sebab, secara organisasi, startup lebih kecil. Mereka punya fleksibilitas untuk melakukan percobaan,” kilahnya.

Pri menambahkan, Accenture melalui ACIA bertujuan untuk menjembatani pertemuan dan jaringan antara perusahaan konsumer, travel, dan ritel dengan startup. Sayangnya, pada putaran pertama lalu, hanya ada satu startup asal Indonesia yang mengikuti ajang tersebut, yaitu Snapcart.

“Keikutsertaan startup di ajang ini sebenarnya menjadi kesempatan bagi mereka memperkenalkan produk ke market. Sampai 10 Agustus ini, baru delapan startup asal Indonesia yang bergabung,” terangnya.

Pri kembali menjelaskan, kompetisi ini terbuka untuk startup yang usianya di bawah tiga tahun dan masih dalam tahap pre-revene. “Artinya, mereka masih menggodok revenue stream. Mereka yang masih mengembangkan aplikasi versi beta pun juga bisa mengikuti ajang ini.”

Ada empat kategori yang dilombakan. Setiap startup boleh memilih kategori mana yang sesuai dengan model bisnisnya. Pertama, kategori yang menantang startup untuk menjawab selera konsumen yang beragam di tengah merek yang berjamuran.

“Di sini, startup harus mampu menargetkan dan menarik perhatian millennials kepada merek demi meningkatkan pembelian,” ujar Pri.

Kedua, bagaimana startup dapat membantu peritel dan merek mendesain pemawaran yang sesuai dengan pengalaman personal millennials. Ketiga, startup mendesain solusi loyalitas pelanggan baik secara digital maupun fisik.

Keempat, startup menciptakan pengalaman unik di industri perhotelan, makanan, gaya hidup, dan perjalanan yang mana industri ini tengah diganggu oleh keberadaan produk ekonomi berbagi (sharing economy).

Reynazran Royono, Founder & CEO Snapcart, yang putaran pertama lalu menang untuk kategori Give Me Omni-Personalisation menjelaskan bahwa ACIA memberikan kesempatan pada dirinya untuk mengenal banyak perusahaan konsumen, khususnya yang menjadi klien Accenture.

Menurutnya, networking dinilai lebih penting ketimbang funding. “Dapat dana lebih mudah ketimbang memperoleh eksposur untuk berkembang. Ini yang kadang kurang di ekosistem startup Indonesia, yaitu networking untuk meningkatkan branding,” kata Rey, sapaan akrabnya.

Meski tidak ada hadiah berupa uang tuang di ajang ACIA ini, Rey bilang dengan networking tersebut, kesempatan kolaborasi dengan perusahaan konsumer semakin terbuka lebar. Apalagi, startup-nya bergerak di bidang solusi big data berbasis pembelian.

“Saat ini, kami bekerja sama dengan 75 merek. Sistem kerjanya, konsumer memotret struk belanjanya dan merek akan menghadiahi mereka dengan cashback,” ungkapnya.

Namun, sebetulnya bukan itu yang jadi “jualan” utama Snapcart. Justru lewat struk tersebut, merek dapat membaca analitik yang diberikan oleh Snapcart perihal pricing startegy, performa kompetitor, dan market share. “Serta yang terpenting mengetahui kira-kira personalisasi produk dan promosi apa yang sesuai kebutuhan masing-masing pelanggan,” pungkasnya.

Pendaftaran ACIA putaran kedua berakhir pada 20 Agustus 2016, dan para finalis terpilih akan melakukan pitching saat berlangsungnya Konferensi Millennials 20/20 Asia Pacific di Singapura, 7-8 September 2016.

Editor: Sigit Kurniawan

 

Related