Apakah Social Commerce di Indonesia Potensial?

marketeers article

Apakah Anda pernah berbelanja online menggunakan media sosial? Jika iya, Anda bergabung sebagai konsumen social commerce. Dengan selalu menjadi lima besar pengguna media sosial maistream, apakah Indonesia memiliki potensi social commerce yang besar?

Namun, di Asia Tenggara, Thailand hadir sebagai jawara. Sekitar 50% pembelanja online di negeri tersebut melakukan proses pembelian melalui media sosial. Ini sekaligus menjadikan Negara Gajah Putih itu sebagai pasar social commerce terbesar di dunia.

Jadi, wajar bila Facebook menjadikan Thailand sebagai negara pertama untuk tes pasar Facebook Shop.

Sistem seperti ini tampaknya belum bisa diterapkan di Indonesia. Seban konsumen dalam negeri masih skeptis terhadap belanja online. Ajang belanja besar seperti Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) saja, bahkan menempatkan edukasi belanja daring sebagai salah satu misi utama mereka.

Akan tetapi, pembeli memang kian cerdas dalam berbelanja online. Hal ini didasari oleh persaingan yang ketat di antara para pelaku e-commerce itu sendiri. Tentunya ini menjadi pemacu semangat, sekaligus tantangan bagi perusahaan kecil. Bila mereka dapat melihat ini sebagai kesempatan, maka mereka akan dengan mudah masuk ke segmen pasar dan menawarkan solusi terbaik bagi pembeli.

Lalu, dengan semakin majunya niaga online, apakah lantas akan mematikan kehadiran toko fisik? Jawabannya bisa ya, dan tidak. Menurut penelitian yang dilakukan Nielsen, empat kunci untuk menjadi pemenang dalam lingkungan e-commerce yang berubah dengan cepat antara lain ketangkasan, fleksibilitas, mampu mempengaruhi, dan daya tarik.

Tanda-tanda sepinya bisnis ritel memang sudah terlihat, terutama di Indonesia. Namun hal ini bukan semata akibat kehadiran e-commerce saja. Beberapa faktor lain juga mempengaruhi, termasuk kondisi ekonomi yang menyebabkan biaya operasional naik.

Membuka toko online bisa menjadi pilihan untuk menekan biaya operasional, namun pelaku e-commerce tidak selamanya bisa bergantung pada pilihan ini. Untuk itulah, keseimbangan antara offline dan online tetap diperlukan. Tentunya, selalu terbuka dan mampu menyesuaikan dengan segala perubahan.

Related