Asam Manis Pasar Permen di Mata Yupi

marketeers article
Yupi Permen

Sesuai rasanya, bisnis permen memang manis. Pasalnya, produksi kembang gula cukup sederhana ketimbang sub produk makanan lain. Namun demikian, kembang gula termasuk produk yang memiliki life time yang singkat.

Patah tumbuh hilang berganti. Mungkin pepatah itu tepat melukiskan pasar permen di Tanah Air. Ketika produk lama sudah redup di pasar, muncullah produk baru sebagai pengganti.

Kita tentu masih ingat dengan kesuksesan permen asem Gulas pada dasawarsa 90an. Sekarang, permen produksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk itu tergantikan dengan Tamarin yang dibawa oleh Mayora.

Permen buah susu Sugus pun juga demikian, yang mana volume produksinya semakin terbatas. Merek permen chewy di bawah Grup Wrigley ini semakin jarang ditemui. Paling-paling, tersisa ukuran bar yang kerap tersemat di rak kasir minimarket.

Di kategori produk yang multiragam, lumrah apabila tak banyak merek yang bertahan bertahun-tahun. Akan tetapi, bukan berarti tak ada merek yang berhasil bertahap hidup. Merek permen gummy Yupi adalah salah satunya.

Merek yang hadir sejak tahun 1996 ini menguasai 90% pangsa pasar permen gummy, alias permen lunak yang dibuat dari gelatin sapi. Bentuk dan warnanya yang beragam, membuat Yupi cukup menarik dan dikenal banyak orang.

Apalagi, merek ini bisa dibilang single player di kategorinya. Beberapa produk bertekstur gummy di pasar, seperti produk vitamin C gummy Vidoran, mempercayakan produksinya pada Yupi.

Sang produsen, PT Yupi Indo Jelly Gum merupakan manufaktur gummy terbesar di Asia Tenggara dengan produksi tahunan mencapai 6 miliar piece. Produk gummy ini pun telah diekspor ke lebih dari 40 negara dunia. Hanya 6% dari total produksinya yang ditujukan untuk pesanan OEM (Original Equipment Manufacture) alias maklon.

Direktur Yupi Indo Jelly Gum Juliwati Husman mengatakan bahwa permen gummy termasuk industri ‘muda’ di kategori permen di Indonesia. Sementara, di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa, poduk gummy sudah populer, tidak hanya sebagai produk anak-anak, namun juga orang dewasa.

“Berdasarkan riset internal kami, 60% konsumen Yupi adalah anak-anak, disusul 23% ibu-ibu, dan 20% remaja,” ucap Juliwati saat ditemui Marketeers di Grand Indonesia beberapa waktu lalu.

Tahun ini, Yupi ingin menggenjot penjualannya ke lebih banyak segmen, khususnya ke pasar remaja. Sebab, remaja menjadi segmen yang mendorong konsumsi makanan ringan di Indonesia. Untuk memperbesar market size tersebut, Yupi mulai mengedukasi pasar dengan mengampanyekan ‘gummy for everyone’.

Karenanya, pengembangan produk menjadi fokus utama. Tahun ini, Yupi bakal merilis produk yang disegmentasikan untuk ibu-ibu dan anak remaja. “Misalnya, membuat Yupi rasa tamarin, less calorie atau yang sugar free untuk memenuhi kebutuhan pelanggan kami, orang dewasa,” tutur Juliwati.

Saat ini, Yupi memproduksi 70 varian permen, antara lain Yupi Kiss, Yupi Gummy Bears, Yupi Burger, kola, pizza, dan lainnya. Semua permen itu didistribusikan ke lebih dari 400.000 outlet di Indonesia. Dari total produksi yang miliaran piece itu, 50%-nya ditujukan untuk pasar ekspor. “Pasar ekspor terbesar adalah Timur Tengah dan Amerika Serikat,” terangnya.

Tak heran, apabila Yupi menjadi perusahaan asal Indonesia yang meraup transaksi terbesar selama pameran kuliner Gulfood di World Trade Center, Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) tahun lalu. Perusahaan yang sebagian sahamnya dikepit oleh Gunung Sewu Group ini mengantongi penjualan sebesar US$ 2,7 juta di ajang tersebut.

Bukan berati, di dalam negeri, Yupi tidak ada pesaing. Permen lunak ini mulai memperoleh kompetitor langsung dari Haribo, merek asal Jerman, yang mulai melakukan penetrasi pasar di nusantara.

Awalnya, permen gummy Haribo hanya dijual di supermarket premium. Namun belakangan, di bawah Sukanda Jaya sebagai distributor, Haribo mulai meningkatkan distribusinya ke ritel-ritel minimarket. Bahkan, ia berani menurunkan harga hingga hampir setara Yupi.

“Tentu kami beruntung, kategori ini ada kompetitor. Sehingga, kami terus terpacu untuk memberikan kualitas terbaik serta inovasi yang unik di pasar gummy,” komentar Juliwati.

Selain dua merek tersebut, pasar domestik masih mengandalkan pasokan impor untuk kategori permen lunak. Biasanya produk-produk gummy tak bermerek itu diimpor dari China. “Pasar gummy masih besar, sebab, masih banyak konsumen yang membeli gummy kiloan. Dari segi kualitas dan keamanan pangan, produk itu diragukan,” tegasnya.

Pasar Permen

Kembang gula atau sugar confectionery merupakan produk makanan yang memiliki harga eceran terendah, yang menjadikan kategori ini amat terjangkau dan populer bagi konsumen. Akan tetapi, produk ini terfragmentasi, dengan lima perusahaan lokal menguasai 39% value share kategori tersebut, menurut catatan Euromonitor.

Akibatnya, segmen ini sangat kompetitif, yang justru membebani prospek pertumbuhan pasar ketika mesti diukur dengan nilai penjualan.

Menurut Euromonitor, rata-rata pertumbuhan tahunan kategori permen diperkirakan hanya tumbuh single digit. Persaingan ketat akan memaksa produsen untuk melanjutkan kegiatan promosi yang agresif, inovasi yang berkelanjutan, serta pengembangan produk baru.

Adapun empat peraih market share terbesar di kategori ini adalah Perfetti Van Melle, disusul kemudian oleh Mayora Indah, Kapal Api Group, serta Konimex Pharmaceutical Laboratories. Kendati bukan yang terbesar dari segi volume share, penjualan Yupi tumbuh melebihi industri.

“Kami bisa tumbuh minimal double digit. Di kategori permen, market share kami belasan persen,” ucap Juliwati yang enggan menyebut angka pasti.

Segala aktvitas pemasaran yang mulai ‘digeber’ tahun ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi per kapita permen gummy, dan tentu saja memperbesar market share Yupi di kategori permen Indonesia.

 

Related