Pemain Asuransi Jangan Terjebak Pada Perang Harga

marketeers article
kualitas asuransi jangan dinilai dari harga murah

Walau belum ada angka persis pertumbuhan ekonomi tahun 2016, setidaknya banyak pihak maupun ekonom memprediksi perekonomian Indonesia akan tumbuh pada kisaran 5%.

Untuk tahun 2017, ekonomi seharusnya bisa tumbuh di atas 5%. “Mudah-mudahan bisa menyentuh sekitar 5,2%. Angka itu harus disyukuri karena di tengah suasana ekonomi global tidak pasti, kita masih positif. Kondisi tersebut harus dimanfaatkan dengan baik sebagai peluang bagi pemain industri, termasuk pialang asuransi dan reasuransi,” ujar Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani dalam acara pelantikan pengurus baru APPARINDO (Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia) di Jakarta pada Selasa (17/1/2017).

Tidak hanya di lokal, Djaelani berharap industri broker asuransi bisa berbicara banyak hal di pasar global minimal untuk kawasan regional. Apalagi sekarang ini pasar sudah sedemikian terbuka, khususnya dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Djaelani mencontohkan perusahaan-perusahaan pialang asuransi dan reasuransi luar negeri banyak yang memiliki bisnis lintas negara karena memiliki aset besar.

Bagi Djaelani, perusahaan-perusahaan pialang jangan sungkan untuk bergabung alias merger agar aset mereka bisa membesar dan memiliki peluang untuk berbisnis di luar Indonesia. Masalahnya adalah untuk menjangkau pasar luar negeri dibutuhkan modal besar. Pilihan untuk menggabungkan dua aset tersebut merupakan jalan yang dinilai paling rasional.

Apa yang diutarakan Djaelani sejalan dengan visi pengurus APPARINDO anyar untuk memasuki bisnis global. “Pemain lokal harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tapi jangan jago kandang,” ujar Ketua APPARINDO Harry Purwanto yang baru saja terpilih.

Untuk itu, OJK selaku pembuat regulasi industri finansial termasuk pialang asuransi dan reasuransi terus berupaya meningkatkan kualitas dari para pemain. Salah satunya, regulasi baru berkaitan dengan keberadaan perusahaan pialang asuransi dan reasuransi baru.

“Sekarang, kalau ada perusahaan pialang asuransi baru, minimal modal mereka harus Rp 3 miliar. Sementara, pialang reasuransi minimal Rp 5 miliar. Bukannya tidak berpihak pada investor kecil, kami ingin yang masuk industri ini benar-benar serius dan tidak sekadar lewat saja. Untuk mereka yang terlanjur masuk namun dari segi modal masih di bawah Rp 1 miliar, harus dinaikkan sampai Rp 2 miliar. Setidaknya ini sampai tahun 2019,” sambung Djaelani.

Sampai sekarang, berdasarkan data yang dirilis oleh APPARINDO, sudah ada 169 perusahaan pialang asuransi dan 40 pialang reasuransi terdaftar. Angka itu terbilang naik dari tahun 2015 dengan 166 perusahaan pialang asuransi dan 37 pialang reasuransi.

Dengan pengetatan regulasi, Djaelani berharap ada peningkatan kualitas pemain. Selama ini, ia melihat perusahaan pialang asuransi dan reasuransi banyak yang bersaing di tarif saja tanpa memikirkan kondisi jangka panjang. OJK kemudian harus turun tangan dengan membuat kebijakan tarif minimum.

Pasalnya, jika bersaing di ranah harga saja, kekuatan finansial perusahaan akan sulit untuk bertahan untuk jangka panjang. Yang ingin ditekankan oleh Djaelani adalah pialang harus menekankan kualitas layanan.

“Sekarang, banyak bangunan di Thamrin dan Sudirman yang memiliki nilai asuransi rendah sekali karena tarif dikenakan juga rendah. Kualitas layanannya juga pasti tidak bagus. Sebab itu, kami kenakan tarif minimum agar pelayanan mereka juga bagus,” sambungnya.

Dalam konteks tersebut, perang harga sudah bukan zamannya lagi. Banyak perusahaan asuransi menawarkan banyak produk lewat kanal online. Artinya, perusahaan asuransi harus bersaing juga secara layanan dengan platform teknologi. Jangan sampai ketinggalan dan kemudian banyak nasabah lebih memilih berasuransi ke luar negeri.

Di Amerika Serikat, misalnya, perusahaan asuransi sudah masuk ke dunia teknologi aplikasi lewat konsep on demand lewat Trov.

“Ketika Anda keluar membawa barang berharga dan ingin diasuransikan saat itu saja, tinggal klik di aplikasi. Sudah sebegitu canggihnya. Tinggal tunggu waktu saja mereka masuk ke Indonesia. Kalau pemain pialang asuransi dan reasuransi tidak bisa memperbaiki layanan, perusahaan-perusahaan fintech akan mengambil alih,” ujar Deputy CEO MarkPlus, Inc. Jacky Mussry.

    Related