BannerShave: Startup Urusan Cukur-Mencukur

marketeers article

Mencukur menjadi aktivitas keseharian bagi para pria. Namun setelah dipikir-pikir, aktivitas tersebut menguras banyak biaya. Perusahaan rintisan BannerShave.com melihat peluang bahwa sudah saatnya Kaum Adam memikirkan efisiensi dan efektivitas dalam urusan cukur-mencukur.

Unik. Satu kata pertama yang muncul setelah bertemu dengan dua co-founder Banner, Andhika Fauzie dan Pandji Setianto di kedai kopi modern daerah Senayan. Banner berbeda dari startup kebanyakan yang menyediakan perangkat lunak atau aplikasi sebagai layanannya. Sebab, startup ini membangun produk non-digital, namun melibatkan teknologi dalam proses bisnisnya.

Banner menjual alat cukur pria atau lazim disebut “silet”, namun menggunakan platform online untuk mengajak konsumen berlangganan. Ide ini diakui Andhika terinspirasi oleh Dollar Shave Club di Amerika Serikat yang sukses mendisrupsi pasar alat cukur karena dinilai memberikan produk dan layanan yang lebih murah dan efisien bagi konsumen. Bahkan, startup tersebut pada tahun 2016 diakuisisi oleh Unilever senilai US$ 1 miliar.

Banner pun melihat peluang pasar yang sama di tanah air, di mana pemain alat cukur pria didominasi oleh pemain besar yang itu-itu saja. Apalagi, Andhika, Pandji dan Wicak (juga salah satu co-founder) mengamati bahwa layanan shaving tidak begitu populer dilakukan di barbershop.

“Artinya, pria masih menjadikan shaving sebagai aktivitas yang dilakukan di rumah alias me-time,” kata Andhika yang bersama ketiga temannya itu telah lebih dulu membuka bisnis barbershop bernama Patron di Jakarta, hasil tugas akhir semasa kuliah di Prasetya Mulya Business School.

Lebih lanjut, Pandji mengatakan bahwa Banner melihat untapped market yang belum tersentuh oleh raksasa pisau cukur di tanah air di mana mereka tidak melakukan komunikasi dengan konsumennya. Lihat saja, para pemain besar seperti Gillette tidak memiliki sosial media dan tidak melakukan conversation dengan para pelanggannya.

“Sedangkan kami tidak ingin hanya menjual produk, melainkan membentuk komunitas gentlemen untuk bahas isu mereka, tapi dimulai dari aktivitas utama yang ia lakukan setelah bangun pagi, yaitu mencukur,” papar Pandji seraya mengatakan bahwa Banner memiliki arti yaitu outstanding.

Dengan menjual produk secara online, tentu Banner memutus mata rantai distribusi yang membuat harga jual produk bisa ditekan. Ia meyakini bahwa pisau cukurnya jauh lebih hemat dibandingkan dengan membeli pisau cukur yang ada di pasaran untuk kualitas yang sama.

Perhitungannya seperti ini: Banner memberikan paket berlangganan dari satu bulan, dua bulan, hingga tiga bulan. Paket tersebut bebas dipilih konsumen berdasarkan seberapa sering mereka menggunakan pisau cukur. Mereka yang sering melakukan shaving dua-tiga hari sekali misalnya, dapat memilih paket sebulan sekali

Setiap bulannya Banner mengirimkan dua kepala pisau (cartridge) kepada konsumen. Sedangkan untuk gagangnya, Banner memberikannya secara gratis untuk pembelian pertama. “Setiap cartridge memiliki lima mata pisau dan ini adalah yang paling top di kategori pisau cukur yang ada di pasar saat ini,” jelas Pandji.

Ia menambahkan, satu cartridge maksimum bisa digunakan 8 hingga 10 kali cukuran. Sehingga, secara total, mereka yang sering bercukur hanya butuh dua cartridge setiap bulan. Anda akan tercengang dengan harga yang ditawarkan, yaitu Rp 85.000 per satu dua atau tiga bulan, tergantung dari seberapa sering Anda bercukur.

Bandingkan dengan membeli pisau cukur dengan lima mata pisau yang harganya mencapai Rp 150.000. Isi ulang-nya bahkan dibanderol lebih mahal lagi alias bisa mencapai Rp 150.000 untuk dua cartridge. “Blade atau mata pisau kami memiliki jangka waktu yang lebih kuat, sehingga lebih efisien. Bahkan jika dibandingkan dengan membeli pisau cukur sekali pakai yang berwarna kuning itu,” jelas Andhika.

Edukasi pasar

Bukan startup namanya apabila tidak ada rintangan yang mesti dilalui. Yang menjadi tantangan Banner saat ini adalah mengedukasi masyarakat agar familier dengan sistem berlangganan pisau cukur secara online. Ia mengaku, memberikan fleksibilitas bagi pelanggan tanpa mensyaratkan joining fee atau denda jika sewaktu-waktu konsumen berhenti berlangganan.

“Kalau mereka ingin coba dulu, bisa dengan membeli satuan. Namun, harganya lebih mahal yaitu Rp 120.000. Jika mereka sudah yakin dengan produknya, bisa menjadi subscribers,” kata Pandji.

Perihal pembayaran, Banner telah bekerja sama dengan payment gateway Xendit dan segera memiliki virtual account. Ia mengaku, beberapa penyedia pembayaran online menawarkan platform dengan harga relatif mahal bagi startup yang baru meretas seperti Banner.

Banner menargetkan para pria usia produktif sebagai target pasarnya. Sejak diluncurkan Oktober 2017, subscribers Banner berasal dari kota-kota besar di Indonesia. Ia menargetkan tahun ini, pihaknya bisa menjaring 10.000 subscribers.

“Kami memiliki visi menjadi perusahaan kebutuhan grooming pria. Kami yakin, jika bisnis ini bisa sukses di Amerika, saya rasa bakal sukses di Indonesia,” terang Andhika yakin.

Editor: Sigit Kurniawan

Related