Apa Bedanya Advertising dan Content Marketing?

marketeers article
48953659 illustration of content word typography in blue theme with red accent

Di era serba terkoneksi lewat internet sekarang ini memang punya efek besar terutama di sektor bisnis, salah satunya marketing. Dulu jika marketing bicara billboard, sekarang media sosial sudah masuk masuk dalam ranah marketing.

Jika dulu dikenal sebagai advertising, sekarang muncul content marketing. Apa bedanya? “Ini yang suka disalahartikan. Ada yang menganggap content marketing itu advertising di dunia digital atau digital advertising. Beda sekali padahal,” ujar Chief Operating Officer Markplus Inc. Iwan Setiawan di Jakarta pada Kamis (27/7) 2017.

Menurut Iwan bedanya sangat fundamental. Advertising sifatnya berbicara, ngomong dulu, baru menyampaikan pesan kepada target audiens. Ada komponen what dan how to say. What dalam artian apa pesan dari sekian banyak fitur produk yang ingin disampaikan.

Biasanya pesan dikumpulkan menjadi satu kata besar yang mewakili produk atau brand lalu dikomunikasikan kepada publik. How adalah bagaimana memilih channel untuk menyampaikan, ada media berbayar atau jika ingin gratisan menggunakan PR.

“Semua yang ingin kita omongkan, bicarakan, dan sampaikan kepada publik, itu adalah advertising. Content marketing beda, konsepnya adalah menyampaikan apa yang ingin orang dengar. Apa yang konsumen mau, bukan brand,” ungkap Iwan.

Bagi Iwan advertising saat ini memang punya posisi cukup sulit. Apa yang ingin dibicarakan oleh brand dan apa yang ingin publik dengar sering berbeda. Kadang sama, namun momentumnya sering tidak tepat. Sebagai contoh ketika orang ingin membeli rumah, advertising yang dia butuhkan tidak muncul.

Tapi setelah dia membeli, ternyata baru muncul iklan promo rumah menarik. Namun semenarik dan serelevannya advertising, ketika orang sudah tidak butuh lagi jadinya sia-sia. Makanya kata Iwan yang namanya advertising selalu muncul setiap saat mencari momentum yang pas ketika orang membutuhkan. “Iklan di TV lanjut saja terus-terusan sepanjang hari. Itu advertising,” sambung Iwan lagi.

Sedangkan ketika content marketing berbicara, konsep customer centric diutamakan. Brand memprioritaskan apa yang ingin didengar oleh konsumen. Kreativitas jadi kunci utama. Art lebih diutamakan dibanding science, dan tidak menggunakan logika.

Menurut Iwan banyak yang sebenarnya sudah melakukan content marketing tapi tidak tahu kalau itu content marketing. Sebagai contoh, brand yang pernah menggunakan vlogger, blogger, atau buzzer di media sosial sebenarnya sudah melakukan content marketing.

Mereka-mereka itu adalah orang-orang relevan yang selalu diikuti dan didengar konsumen. Ketika brand menyampaikan pesan lewat mereka, konsumen akan ikut. Atau misal brand bumbu penyedap masakan membuat konten tentang tips memasak, itu sudah termasuk content marketing.

“Sekarang mulai banyak seperti perusahaan travel atau penerbangan membuat konten semisal sepuluh destinasi yang wajib dikunjungi. Itu content marketing. Tapi ingat, ketika sudah terlalu banyak yang bicara sama, lama-lama jadi komoditas. Harus agak nyeleneh sedikit tapi tidak lepas dari value brand. Ada brand yang merilis konten travelling padahal tidak ada hubungannya sama bisnis mereka. Tapi secara tidak langsung berhubungan dan it works. Mereka adalah Mastercard,” tutup Iwan.

    Related