Belajar Atasi Krisis Finansial Dari Startup Satu Ini

profile photo reporter Jaka Perdana
JakaPerdana
26 September 2016
marketeers article
Ilustrasi crisis management (Sumber: 123RF)

Masalah utama yang sering terjadi pada startup berbasis teknologi biasanya adalah sulit untuk mengatur lalu lintas keuangan. Tren yang terjadi adalah startup punya potensi besar, dana berlimpah dari investor, namun ketika investasi habis selesai sudah  bisnisnya. Pemasukan pun tidak seberapa. Penyakit itu yang kemudian membuat anekdot bahwa hanya satu dari sepuluh startup digital berhasil. Sisanya gagal total.

Tapi belajarlah dari Aria Rajasa. Pendiri Tees.co.id, marketplace untuk t-shirt dan berbagai suvenir yang bisa dikustomisasi sesuai keinginan konsumen.

“Saya banyak belajar dari masa lalu. Dari uang dibawa kabur oleh teman senilai ratusan juta, gagal buat startup sampai pecat 50 orang, sampai uang habis miliaran tapi gagal. Semua ilmu itu saya terapkan ketika membuka Tees.co.id pada tahun 2012. Prinsipnya satu, dalam jangka pendek perusahaan harus langsung profit karena runway-nya hanya dua tahun,” ungkap Aria di gelaran Ideafest 2016 di Jakarta minggu lalu.

Yang dipelajari kala itu adalah membuka startup dan punya pendanaan miliaran jangan dihabiskan semua. Ambil pun secukupnya saja. Karyawan tidak banyak, di mana Tees.co.id saat itu membatasi 20 saja. Setelah itu, langsung buat profit dalam jangka pendek.

“Delapan bulan sejak buka kami langsung profit. Yang penting jangan merah,” ujar Aria lagi. Satu resep sukses usahanya ini adalah keterbukaan. Ketika perusahaan lain tertutup soal performa keuangan kepada karyawan, Aria sebaliknya. Spreedsheet finansial ia buka semua kepada karyawan agar mereka tahu pemasukan dan pengeluaran berapa.

Tujuannya simpel, dari keterbukaan finansial itu karyawan bisa tahu mereka bisa gajian atau tidak. Jika ternyata sulit, mereka ditantang untuk mengeluarkan upaya lebih agar penjualan tercapai dan bisa membayar gaji. Setiap tanggal 15 semua penghasilan harian dibuka sehingga karyawan bisa tahu bulan itu bisa membawa uang ke rumah atau tidak.

Gaya itu bukan tanpa kesulitan. Setidaknya sampai kini sudah beberapa kali karyawan harus mengeluarkan upaya besar karena ternyata kondisi keuangan nihil.

“Ini juga terjadi ketika jelang hari raya. Waktu itu, kita tidak punya uang untuk bayar THR. Saya katakan, kalau keuangan begini terus bilang ke keluarga kalian Lebaran sekarang tidak ada THR. Akhirnya, THR terbayar karena upaya karyawan jadi berlipat untuk capai target,” kenang Aria lagi.

Soal sulit bayar gaji juga dialami oleh startup penyedia teknologi untuk e-commerce bernama Sirclo. Adalah Brian Marshal sang pendiri yang juga punya kisah serupa Aria. Sudah beberapa kali ia kesulitan bayar gaji. Paling parah adalah tepat setahun lalu ia harus merumahkan sepuluh orang karyawan dari total 30 orang.

“Sebelum saya lay off ke-10 ini, diam di kantor sampai malam jadi pilihan. Pikirannya satu, bagaimana caranya ngomong kalau mereka kena PHK. Lalu, bagaimana menenangkan yang sisa 20 lagi karena setelah ini mereka pasti merasa terancam dirumahkan juga. Galau jadinya,” ujar lulusan Nanyang Teechnology University Singapura ini.

Satu hal paling dipegangnya adalah bahwa gajian karyawan harus diutamakan dibanding pemasukannya pribadi. Terkadang ia mengutang demi bayar gaji karyawan.

“Karyawan dibayar tapi saya sendiri ngutang,” kenang Brian. Jadi, masih berminat mendirikan startup?

Related