Belajar dari Polemik SKM, Literasi Gizi Menjadi Tugas Bersama

marketeers article
pouring milk drink splashing into milk on a blue background

Belajar dari polemik seputar susu kental manis (SKM) belum lama ini, upaya mendorong literasi gizi perlu terus dilakukan di masyarakat. Dengan begitu, masyarakat bisa mengerti mana produk yang memiliki kandungan gizi dan tidak. Masih terkait dengan SKM, edukasi tentang produk ini memang harus gencar, mengingat konsumsi susu per kapita nasional masih rendah, sedangkan produk susu yang paling dikonsumsi adalah SKM.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), di tahun 2017 konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 16,5 liter/kapita/tahun. Sedangkan menurut data USDA Foreign Agricultural Service 2016 (PDF), Malaysia sudah mencapai 50,9 liter, Thailand 33,7 liter, dan Filipina 22,1 liter. Sedangkan, produksi susu segar di Indonesia sendiri baru mencapai 920.093,41 ton pada 2017. Meski begitu, angka itu naik tipis 0,81% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 912.735,01 ton.

Padahal, berdasarkan Survei Sosial dan Ekonomi Nasional pada tahun 2016, rumah tangga masyarakat kota maupun desa di Indonesia paling banyak membeli susu jenis kental manis sebesar 66,1%. Oleh karena itu, tak heran jika bergulirnya berita miring mendapatkan perhatian besar dan mengubah persepsi masyarakat yang selama ini aman-aman saja mengonsumsi susu kental manis.

“Dari sisi budaya dan sejarah, susu kental manis sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman di Indonesia sejak zaman dahulu. Berbagai produk makanan lokal juga menggunakan susu kental manis dalam resepnya. Dari sudut pandang sosial, keberadaan susu kental manis sampai saat ini masih menjadi pilihan keluarga bagi kebutuhan konsumsi susu di kalangan masyarakat,” kata Ketua PERGIZI Pangan Hardinsyah dalam siaran persnya terkait seminar bertema Literasi Gizi: Belajar dari Polemik Kasus Susu Kental Manis. 

Pada  seminar yang dibuat Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia (PKGK UI) ini,  pakar gizi sekaligus Ketua PKGI UI Ahmad Syafiq menambahkan bahwa SKM memiliki kandungan energi yang diperlukan untuk mendukung pemenuhan gizi masyarakat, termasuk anak-anak. “Susu kental manis tidak masalah dikonsumsi secara proporsional. Tapi kalau sudah berlebih, apa pun juga tidak boleh,” katanya.

Kandungan lemak dan gula dalam susu kental manis sudah diatur dalam Perka BPOM 21/2016 tentang Kategori Pangan dan Standar Nasional Indonesia Nomor 2971: 2011 tentang susu kental manis. Dalam aturan tersebut disebutkan kombinasi gula dan lemak pada produk ini adalah 51-56% dengan kandungan gula 43-48%. Susu kental manis sebagai minuman harus dicampur dengan air, sehingga setelah dilarutkan sesuai saran penyajian, kandungan susu kental manis memiliki kadar lemak susu tidak kurang dari 3,5 gr, total padatan

Hardinsyah menambahkan berkaca dari polemik SKM, edukasi gizi merupakan tanggung jawab bersama dari pemerintah, dunia akademik dan industri. Semua pemangku kepentingan diharapkan memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak terjadi keresahan dan kebingungan dengan informasi yang beredar.

Sementara, masyarakat perlu bijak dalam menyikapi informasi yang beredar, tidak panik dan meningkatkan pengetahuannya mengenai gizi seimbang serta kebutuhan dan kecukupan gizi. Informasi harus diperoleh dari ahli gizi yang kompeten. Berbagai pihak yang berkepentingan juga agar menghentikan berbagai informasi yang dapat membingungkan masyarakat.

“Regulasi terkait iklan dan pembatasan konsumsi makanan bergula harusnya diawali dan disertai dengan fakta (eviden) yang kuat dan edukasi gizi yang tepat. Konsekuensi misregulasi bisa menimbulkan masalah baru termasuk masalah ekonomi dan kesehatan masyarakat,” tutup Hardinsyah.

 

    Related