Bisakah Indonesia Membangun Industri Mobil Listrik?

marketeers article
43900785 electric car charging in ev charging station

Percepatan pengembangan produksi mobil listrik di dalam negeri perlu didukung kesiapan penerapan teknologinya. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong sejumlah pelaku manufaktur otomotif dan pihak perguruan tinggi terus melakukan kegiatan riset dalam menghasilkan inovasi teknologi mobil listrik.

“Teknologi mobil listrik itu ada macam-macam tipe, antara lain plug in hybrid, hybrid, dan electric vehicle. Ini yang akan kita coba,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Menperin menyampaikan, beberapa manufaktur otomotif di Indonesia telah siap berinvestasi untuk mengembangkan kendaraan emisi karbon rendah (low carbon emission vehicle/LCEV) atau mengusung konsep ramah lingkungan, termasuk mobil listrik.

“Misalnya, Mitsubishi yang telah menghibahkan sebanyak 10 mobil listrik kepada Pemerintah Indonesia untuk dilakukan studi bersama mengenai teknologinya. Kemudian, Toyota juga tengah melakukan studi bersama dengan melibatkan UI, UGM, ITS dan ITB yang akan mempelajari teknologi berbagai tipe mobil listrik,” paparnya.

Menperin menilai, salah satu kunci pengembangan mobil listrik itu berada di teknologi energy saving, yaitu penggunaan baterai. “Indonesia punya sumber bahan baku untuk pembuatan komponen baterai, seperti nikel murni,” ujarnya.

Artinya, nikel murni tersebut bisa diproduksi dan diolah di dalam negeri. “Bahkan, sudah ada industri pengolahan nikel murni yang berinvestasi di Morowali dan Halmahera. Selain itu, ada satu bahan baku lainnya, yakni kobalt yang juga dapat mendukung pembuatan baterai. Potensi kobalt ini ada di Bangka,” imbuhnya.

Dengan ketersediaan dua sumber bahan baku tersebut, Menperin meyakini, teknologi baterai untuk mobil listrik dapat dikuasai terlebih dahulu. Seiring penerapan teknologi tersebut, mobil yang ramah lingkungan juga bisa menggunakan fuel cell atau bahan bakar hidrogen. Menperin mengakui, jumlah komponen di kendaraan listrik jauh lebih kecil dibanding komponen pada kendaraan dengan mesin pembakaran. Hal ini tentu akan menyangkut mengenai keberlanjutan aktivitas produksi industri komponen di dalam negeri, termasuk penyerapan tenaga kerja.

“Untuk itu, di dalam roadmap pengembangan kendaraan bermotor nasional, kami memang tidak menghapuskan serta-merta semua kendaraan dengan mesin pembakaran,” tuturnya.

Kemenperin menargetkan, pada tahun 2025, kendaraan LCEV termasuk mobil listrik dapat diproduksi sebanyak 20 persen dari seluruh populasi kendaraan di Indonesia. Sasaran ini disesuaikan dengan tren di dunia. Namun, jika permintaannya tinggi, produksi bisa melebihi dari target yang ditetapkan tersebut.

Editor: Sigit Kurniawan

Related