Bos Dr Martens Kritik Merek-Merek yang Selalu Ikuti Tren

marketeers article
Ilustrasi. (Sumber: 123rf)

Ije Nwokorie, Chief Brand Officer sekaligus CEO baru Dr Martens menyoroti pemasaran yang kompleks dan terlalu fokus terhadap tren justru membuat pelanggan kesulitan memperoleh produk. Dalam perannya tersebut, Nwokorie ingin pelanggan makin mudah menemukan produk Dr Martens, baik di dalam iklan, toko, atau pengalaman online.

Pekan lau, Nwokorie diumumkan sebagai bos baru untuk merek ini, mengambil alih posisi CEO Kenny Wilson yang akan berakhir tahun depan. Nwokorie baru memulai perannya sebagai chief brand officer pada bulan Februari 2024, tetapi telah masuk dewan bisnis sejak tahun 2021. 

Dia adalah chief brand officer pertama yang dimiliki Dr Martens. Lewat peran ini, dia berusaha mendorong bisnis dengan menonjolkan identitas merek Dr Martens.

BACA JUGA: Peluang Usaha lewat Pemasaran Afiliasi, Ini Tipsnya bagi Pemula!

Dia mengatakan komunikasi pemasaran modern adalah dengan menentukan “positioningdan “menargetkan” konsumen, dapat menciptakan dinamika “kami versus merek”. Sebaliknya, ia lebih memilih komunikasi produk, yang mana berbicara tentang membuat produk untuk konsumen.

Aspek lain dari pemasaran modern yang ia soroti adalah bagaimana beberapa produk “generik” menjadi “bermerek”. Sebagai perbandingan, Nwokorie menggambarkan Dr Martens sebagai merek dengan proposisi produk yang “unik”.

“Jika Anda membuat sesuatu yang unik, mengapa Anda harus membicarakan sesuatu yang lain?” ujarnya dikutip dari MarketingWeek, Sabtu (27/4/2024).

BACA JUGA: Bubarkan Tim Pemasaran, Ini Marketing Lesson dari Tesla

Sebelum menjabat di posisinya saat ini, Nwokorie adalah direktur senior di Apple Retail. Apple adalah contoh lain dari bisnis yang fokus terhadap produk, yang mana iklannya tidak bercerita tentang merek, tapi kualitas produknya.

Nwokorie juga mengkritik merek-merek yang mengikuti tren. Meskipun merek Dr Martens telah populer di antara banyak subkultur yang berbeda, namun produknya menjadi yang pertama dan utama. Hasilnya, merek ini tidak mendefinisikan sendiri dengan subkultur atau tren tertentu. 

Merek tidak boleh menjauh dari esensinya saat dibangun, sehingga tidak perlu memenuhi tren atau kelompok konsumen tertentu. Dia mengeklaim pendekatan tersebut justru mengikat merek dengan tren dan saat tren tersebut memudar, hal itu akan membahayakan merek.

BACA JUGA:  marek Hindari Krisis, Ini Cara Membangun Tim Pemasaran yang Tangguh

Nwokorie memastikan Dr Martens tidak khawatir dengan adanya perkembangan tren yang terus berubah. Pasalnya, sekalipun mengikuti tren, ini tidak menjamin akan menarik bagi banyak orang dan kelompok.

“Karena (Dr Martens) tidak berusaha untuk menjadi modis, ini menarik bagi mereka yang tidak ingin mengikuti tren,” kata Nwokorie.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related