Brand Punya “Sex Appeal” Tapi Tak Melakukan “Sex”, Percuma Saja

marketeers article
sex appeal Jakarta Marketing Week 2017

Jikalau ada yang mengatakan bahwa bisnis air mineral adalah bisnis yang paling berdarah-darah, tanyakan itu kepada Maxim Mulyadi. Anggapan itu tidaklah salah karena dari segi produk, isinya sama yaitu air putih.

Apalagi sekarang produk air mineral memenuhi pasar lokal. Baik pemain lama maupun baru seperti produk bernama Pelangi asuhan Maxim. “Makanya kalau kata Syahrini, memasarkan air mineral itu harus cetar. Berbeda dari yang lain,” ujar Maxim yang menyebut dirinya sebagai Chief Sheperd atau setara CEO di ajang Jakarta Marketing Week 2017 pada Senin (8/5) 2017.

Memang asing mendengar nama Pelangi. Wajar, bagi penduduk di luar wilayah Joglosemar alias Jogjakarta, Solo, dan Semarang, wilayah distribusi Pelangi belum sampai keluar ketiga kota tersebut. Sebagai pemain yang tergolong baru, Maxim ingin punya diferensiasi dalam brand-nya.

“Dari namanya Pelangi. Warna produknya pink. Brand air mineral lain bicara soal kesehatan, saya soal cinta. Saya ingin brand Pelangi ini diasosiasikan dengan sifat cinta dan menjadi dicintai konsumen. Berbeda kan, karena saya ingin Pelangi menarik perhatian orang. Kalau istilahnya, brand itu harus punya sex appeal,” sambung Maxim lagi.

Bicara soal sex appeal, ia mengibaratkan strategi marketing Pelangi layaknya menikmati sesuatu hal berbau seksi. Sex appeal artinya memiliki kemampuan memikat. Pun begitu dengan brand, harus punya sesuatu yang bisa menarik konsumen. Kalau tidak percuma saja.

Artinya brand harus terlihat seksi di mata konsumen agar mau membeli. Harus ada positioning-nya, kepada siapa seksi tersebut ditargetkan. Kepada siapa brand terlihat seksi. Jika sudah punya positioning kepada target yang disasar, barulah brand harus melakukan “sex”.

“Ibaratnya begini, percuma kalau seksi tapi tidak ada prakteknya alias sex. Tapi itu hanya ibarat saja. Bagi saya, setelah kita dianggape menarik atau seksi di mata konsumen, langkah selanjutnya adalah “sex”. Yaitu sales, execution, dan excellence. Terlihat nakal tapi hanya perumpamaan karena logikanya memang seperti itulah strategi marketing,” sambung Maxim lagi.

Selesai sampai di situ? Maxim katakan belum. Masih ada “porn”. Perumpamaan nakal tersebut ia jabarkan sebagai plan and strategy, organization of resources, realignment of tactic and strategy, dan next step ahead.

Karena Maxim tidak mau berhenti di “sex” namun segala strateginya tidak dikontrol. Selain itu sebuah brand harus punya pemikiran next step ahead, apa selanjutnya. “Next-nya saya ingin kalau Pelangi itu bisa dinikmati warga Jakarta juga. Jadi pada intinya strategi marketing itu adalah ketika brand punya sex appeal, konsumen tertarik tapi tidak melakukan “sex” percuma saja. Brand menarik tapi harus bisa menarik konsumen untuk akuisisi produk,” tutupnya.

    Related