Bukan Kali Ini Saja Starbucks Diancam Boikot

marketeers article
37856502 starbucks take away coffee cup with logo on sleeve, starbucks brand is one of the most world famous coffeehouse chains from usa.

Starbucks di Indonesia mendapat ancaman boikot oleh beberapa pihak. Isu hangat ini muncul setelah ada anjuran dari salah satu petinggi di salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia untuk memboikot Starbucks.

Pemerintah diminta untuk mempertimbangkan pencabutan izin Starbucks di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh sikap dari Executive Chairman Starbucks Howard Schultz, yang mendukung gerakan pro LGBT.

Pada tahun 2013, Howard secara resmi mengumumkan dukungannya kepada gerakan pro LGBT di hadapan para pemegang saham Starbucks. Dukungannya ini juga mendapat tentangan dari para pemilik saham Starbucks. Dilansir dari Forbes, pada tahun 2013 Starbucks membagikan 38% keuntungannya kepada para pemegang saham. Saat itu, ia juga mempersilahkan para pemilik saham yang dapat menemukan perusahaan yang membagikan keuntungan lebih besar dari Starbucks untuk menjual sahamnya dan membeli saham di perusahaan lain.

Bagi Howard, dukungannya ini tidak melihat dari sisi bisnis dan ekonomi saja. Dukungan ini berdasarkan pada komitmen Starbucks terutama kepada para pegawainya. “Kami memperkerjakan lebih dari 200 ribu pegawai, kami ingin merangkul seluruh perbedaan dan keragaman yang kami miliki,” terangnya.

Ucapan ini yang menjadi awal mula dari seruan boikot Starbucks di Indonesia empat tahun kemudian. Seruan boikot ini juga menjadi ramai di jagat netizen dengan banyak yang pro dan kontra dengan seruan tersebut. Anwar Abbas berpendapat bahwa ideologi bisnis yang diserukan oleh Howard bersama Starbucks tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya di Indonesia.

Dikutip dari CNN Indonesia, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin enggan mengomentari wacana tersebut. Namun, ia menganjurkan untuk tidak mengucilkan pihak yang menjadi bagian dari LGBT.

Isu boikot Starbucks ini bukan pertama kalinya terjadi. Bahkan di negaranya sendiri, Amerika Serikat, Starbucks juga pernah mendapat seruan boikot pada awal tahun 2017. Kala itu, Starbucks melakukan protes terhadap kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump. Kebijakan imigrasi Donald Trump dilawan oleh Starbucks dengan berencana merekrut 10 ribu pengungsi di seluruh dunia dalam lima tahun ke depan.

Para pendukung kebijakan imigrasi Trump berencana untuk memboikot produk-produk Starbucks. Mereka berasalan akan lebih bijak bila Starbucks mempekerjakan masyarakat Amerika Serikat seperti para veteran perang, kaum kulit hitam, dan pengangguran lainnya.

Dalam dunia bisnis, urus saling memboikot sudah menjadi barang yang umum. Beberapa tahun lalu produk kertas Indonesia juga pernah diboikot oleh perusahaan Walt Disney. Beberapa merek fesyen juga pernah mendapatkan kecaman boikot akibat dari penggunaan kulit hewan sebagai bahan produksi.

Ada beberapa alasan sebuah brand diboikot. Alasan tersebut bisa berupa pergerakan bisnis, pengemplangan pajak, penggunaan bahan-bahan produksi yang tidak semestinya, masalah kemanusiaan, hingga sikap sosial politik.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related