CEO Xiaomi: Biaya Marketing Kami Nol di Lima Tahun Pertama

profile photo reporter Jaka Perdana
JakaPerdana
28 September 2017
marketeers article

Perusahaan teknologi asal China Xiaomi bisa dikatakan baru dibanding para pemain lain, dengan usia baru tujuh tahun. Namun Dalam kurun waktu tersebut terutama sejak 2014, Xiaomi berhasil merebut perhatian dunia berkat jajaran produk smartphone mereka.

Positioning yang dibentuk Xiaomi adalah smartphone terjangkau dengan spesifikasi tinggi di kelasnya. Semisal smartphone di kisaran US$100 yang mereka jual, setara dengan produk brand lain seharga US$200 sampai US$300.

Penjualan smartphone Xiaomi pun tumbuh super cepat puluhan juta per tahun walau belum menyentuh pasar Amerika Serikat (AS). CEO Apple Tim Cook pernah bersumpah untuk “menghajar” mereka jika berani masuk ke sana. Selain bisa menjadi ancaman, desain-desain produk Xiaomi dianggap banyak yang mirip dengan produk Apple seperti iPhone.

“Biasanya brand smartphone selalu menjual 2,5 kali modal. Sedangkan kami jual tidak sampai 1,1 kalinya. Kalau dihitung-hitung sebenarnya profitnya tidak ada. Tapi kami tetap kedepankan kualitas. Jadi siapa bilang smartphone bagus harus mahal,” klaim CEO Xiaomi Lei Jun dalam lawatannya ke Jakarta pada Rabu (27/9) 2017.

Dalam kunjungan pertamanya ke Tanah Air tersebut, ia berani membuka rahasia mengapa harga jual bisa ditekan sedemikian rupa. Ada lima proses ketika harga terbentuk, dimulai dari modal bahan baku, penelitian dan pengembangan, marketing, penjualan dan distribusi, sampai terbentuk profit.

Selain memotong bagian profit, pun begitu dengan penjualan dan distribusi serta marketing. Ia berani mengatakan bahwa semua proses tersebut tidak menghasilkan. “Bahkan untuk marketing budget kami nol alias tidak ada pengeluaran sama sekali untuk promosi di lima tahun pertama,” ungkapnya. Kesimpulannya modal mereka difokuskan di dua proses pertama, bahan baku serta penelitian dan pengembangan.

Seperti bahan baku, modalnya bisa sangat ditekan karena Xiaomi memproduksi langsung dalam skala besar. Sementara penelitian dan pengembangan dilakukan tidak hanya untuk memproduksi smartphone saja, tapi juga produk lain seperti powerbank sampai pembersih lantai.

Lei menuturkan ketika pertama kali memproduksi powerbank, di China rata-rata jualnya sekitar 200 RMB atau sekitar Rp400 ribu. Namun kualitasnya dianggap buruk dan ketika Xiaomi merilis powerbank pertama mereka dengan harga 89 RMB atau sekitar Rp180 ribu, dalam setahun pangsa pasar 80% diraup. “Murah tapi kami punya kualitas,” bangganya lagi.

Jadi dengan beragamnya produk, sisi pemasukan tidak hanya mengandalkan smartphone semata. Justru dari produk di luar smartphone-lah pundi-pundi dihasilkan. Tahun lalu Lei mengungkapkan bahwa pemasukan dari produk non-smartphone mencapai US$15 miliar. Padahal pada awalnya ketika mengembangkan banyak produk tersebut, investasi yang dikeluarkan “hanya” senilai US$3,5 miliar.

“Xiaomi itu tidak hanya satu perusahaan. Kami buat lagi sekitar 100 untuk mengembangkan banyak produk sampai urusan hak patennya. Saat ini kami punya 2.486 hak paten di mana sekitar 102-nya adalah paten untuk display smartphone,” tutupnya.

    Related