Tancapkan Cita-cita Tech Startup, Cukup Menjadi Unicorn?

marketeers article
tech startup

Gegap gempita tech startup di Indonesia terus berlanjut. Apa lagi dana investasi yang masuk dari para investor juga mengalir cukup deras tahun ini. Jangan heran, orang-orang terutama anak muda pun berlomba-lomba mendirikan sebuah tech startup.

Di tengah perlombaan tersebut, muncullah istilah unicorn, yakni tech startup yang memiliki valuasi di atas US$ 1 miliar. Di Indonesia sendiri, ada tiga startup yang tergolong jenis ini, sebut saja Go-Jek, Traveloka, dan Tokopedia.

Selain sang unicorn yang terkesan mewah dan elegan, ada pula startup yang belum mencapai valuasi tersebut. Apa sebutan yang tepat untuk mereka? Entah dari mana, belakangan, muncul istilah baru dalam dunia tech startup, yaitu cockroach atau kecoak.

Seperti kita ketahui, kecoak adalah binatang yang terkesan jorok, jelek, bahkan mengganggu. Pemain tech startup pun ada yang menyambut istilah ini, namun ada juga yang menentang. Seperti kata Cynthia Tenggara, CEO Berrykitchen, “Setuju saja dengan istilah cockroach startup. Selain ingin jadi unicorn, kami juga ingin profitable dan independen. Kami ingin profit untuk membuktikan bahwa bisnis model ini berhasil.”

Terlepas dari “buruknya” istilah itu, namun kecoak adalah binatang yang gesit dan tahan banting. Hal ini pula yang tercermin pada para tech startup yang saat ini bermunculan. Meski semua pemain berangan-angan menjadi unicorn di kemudian hari, istilah cockroach saat ini sebenarnya tidak terlalu buruk. Sebab, cockroach startup ini menuju pada tech-startup yang kecil, tahan banting, profitable, dan “tidak membakar uang” begitu saja.

Meski kecil, mereka sebisa mungkin mampu menutup ongkos operasional sehari-hari. “Saya takut orang salah mengerti istilah ini. Kecoak itu sebenarnya untuk perusahaan yang selalu bisa menutup operational cost meskipun tidak ada investment. Karena yang dihasilkan dan dikeluarkan kurang lebih sama atau lebih besar,” kata Sammy Ramadhan, CEO Goers.

Bila berbicara kategori, selain dua istilah tersebut, sebenarnya ada lagi kategori lain dari perusahaan tech startup. Yaitu Pipit dan eagle, apa bedanya?

Pertama, Pipit, bila melihat dari matrix fours cells, perusahaan yang tergolong pipit adalah perusahaan yang bad di financial statement dan juga bad di market cap.

For your information, Pipit dikenal sebagai burung yang gemar bernyanyi. Jenis burung ini paling sering ditemui di berbagai belahan dunia. Meskipun pintar bernyanyi, tapi burung ini tidak bisa terbang tinggi. Umurnya pun relatif pendek bila dibandingkan dengan burung lainnya. Makanya, sama seperti Pipit, Korporasi yang tergolong dalam kelompok ini cenderung ‘stuck’ di suatu posisi di mana jangka pendek dan jangka panjangnya kurang bagus. Mungkin profitable, tapi pihak luar tidak percaya bagaimana masa depan business model-nya

Kedua, cockroach yang cenderung good di financial statement tapi relatif bad di market cap. Kita tahu, kecoak adalah salah satu makhluk hidup yang sangat susah mati. Binatang ini dapat hidup di berbagai kondisi bahkan yang ekstrim sekalipun. Tapi karena bentuknya yang jelek, jarang orang tertarik dengannya.

Sama seperti korporasi yang tergolong kelompok ini. Mereka bisa bertahan hidup di berbagai kondisi ekstrim. Dalam menghadapi berbagi macam tantangan dan menjalankan kegiatan operasional, ada saja akal untuk menyiasati situasi demi meraup profit berkelanjutan.

Ketiga, Unicorn. Si makhluk mistis yang sering digambarkan sebagai kuda putih bertanduk. Banyak orang yang begitu penasaran dan selalu memimpikannya. Perusahaan ini biasanya memiliki financial statement yang tergolong bad, tapi memiliki market cap yang sangat tinggi. Biasanya perusahaan-perusahaan ini sangat populer di kalangan end-user. Sehingga kepopuleran ini pun meningkatkan kepercayaan investor pada masa depan perusahaan. Tidak heran perusahaan pada golongan ini pun biasanya memiliki tingkat valuasi yang sangat tinggi.

Keempat adalah Eagle. Eagle selalu terbang tinggi dan selalu menjadi puncak rantai makanan. Begitu gagahnya, sehingga tidak heran bila eagle sangat populer di berbagai negara dan organisasi yang disimbolkan sebagai pemimpin di dunia bisnis.

Sikap mentalnya pun sangat berbeda dengan golongan lain, dimana perusahaan pada golongan ini biasanya terus berupaya meningkatkan financial statement dan market capitalization setinggi mungkin. Untuk mencapainya, mereka pun tidak ada henti-hentinya mencari diferensiasi baru sehingga tetap kompetitif.

Saatnya Tech Startup Moving On jadi Eagle

Nah, di mana posisi perusahaan Anda saat ini? Bila masih berada di posisi pipit, cockroach atau bahkan unicorn, saatnya moving on menjadi eagle. Lantas bagaimana untuk move on?

Bagi sang Pipit. Kemampuan perusahaan ini massih terbatas dan tidak berdaya saing tinggi. Mereka harus waspada dan perlu cepat berubah. Kecepatan perubahan ini mutlak harus diperhatikan sebelum keadaan makin memburuk yang akan mengancam kehidupan perusahaan.

Jalan yang paling baik untuk perusahaan Pipit adalah dengan berevolusi menjadi Cockroach. Mereka harus berupaya memperbaiki situasi dengan memperhatikan financial statement. Dengan tingkat profit dan cash-flow baik, diharapkan perusahaan bisa mendapat ‘bahan bakar’ untuk terus memperbaiki daya saing.

Bagaimana dengan Cockroach? Meskipun telah memiliki financial statement baik, perusahaan ini masih bisa mencapai potensi optimalnya. Jalan yang ditempuh pun berevolusi menjadi Eagle. Jadi, tidak hanya memperhatikan financial statement saja, tapi berupaya mendandani diri agar bisa tampil lebih menarik bagi konsumen dan juga investor. Bila berjalan dengan baik, bukan tak mungkin, si Cockroach buruk rupa bisa menjadi si gagah Eagle.

Unicorn Juga Perlu Menjadi Eagle

Bagaimana dengan si elegan Unicorn? Meski sudah dikenal luas dan sering dielu-elukan konsumen. Namun dengan kondisi financial statement yang buruk, cepat akan lambat akan menjadi perhatian investor-nya. Biar bagaimana pun kondisi seperti ini tidak dapat menjamin perusahaan menjadi sustainable.

Jadi perusahaan Unicorn pun perlu berevolusi menjadi Eagle. Dengan popularitasnya sebenarnya bisa menjadi modal yang sangat kuat bagi perusahaan untuk memperbaiki financial statement. Bila diramu dengan strategi yang pas, loyalitas pelanggan bisa dimanfaatkan dengan baik dan bisa membawa profitabilitas dan cashflow positif. Pada gilirannya, tentu akan memperbaiki sustainability dari perusahaan.

Bila digambarkan, maka akan jadi seperti matrix di bawah ini:

Inilah kenapa di era 4.0 ini, tidak cukup hanya menjadi Professional Leader yang andal menjalankan operasional perusahaan untuk mencapai efisiensi dan produktivitas maksimal. Sebuah Company harus menjadi Entrepreneurial Organization yang juga punya entrepreneurial spirit dalam mencari opportunity dengan kreatif dalam decision making dan inovatif untuk terus berkembang.

So, jadilah sebuah eagle corporation dan jadilah entrepreneurial organization!

 

Related