Daerah Luar Kota Juga Harus Melek Keuangan

marketeers article
JAKARTA,16/10-SEMINAR NASIONAL- Deputy Dewan Komisioner OJK Mulya E Siregar (kanan) dan Direktur Asuransi Pridential Indonesia Rinaldi Mudahar disela Seminar Nasional yang bertemakan “Strategi Industri Perbankan Dan Keuangan Syariah Menggenjot Pertumbuhan Di Tengah Gejolak Ekonomi”, di Jakarta, Jumat (16/10). KONTAN/Fransiskus Simbolon/16/10/2015

Otoritas Jasa Keuangan memiliki beragam program agar masyarakat Indonesia bisa mengakses layanan keuangan dari perbankan dan institusi keuangan lainnya. Tidak hanya bisa bisa mengakses, tapi juga menikmati layanan keuangan yang efektif dan efisien.

Literasi keuangan di Indonesia belumlah merata. Penetrasi industri keuangan pada umumnya terjadi di wilayah urban. Sementara, di wilayah pelosok masih banyak masyarakat belum tersentuh berbagai layanan keuangan, termasuk dari perbankan. Di sektor perbankan ini, rasio Dana Pihak Ketiga (DPK), seperti tabungan, terhadap PDB hanya 38,2%. Jauh lebih kecil ketimbang Filipina yang sudah mencapai 66,3%, atau Thailand yang mencapai 91,5%. Apalagi, bila dibandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 142,4%.

Maka dari itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di bawah kendali Mulya Siregar selaku Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I terus berupaya meningkatkan literasi keuangan ke seluruh pelosok. Salah satu program OJK adalah Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). Lalu, ada pula program Jangkau, Sinergi, dan Guideline (JARING) OJK.

Program Laku Pandai bertujuan menyediakan produk keuangan sederhana sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau layanan keuangan. “Sedangkan JARING dibentuk dengan bekerja sama bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menjangkau informasi database kelautan dan perikanan, baik skema pembiayaan dan pemetaan risiko bisnis,” kata Mulya Siregar, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK selaku pemenang Government Marketeers Award 2016 dari sektor kelembagaan.

Masih ada lagi program dalam membuat masyarakat Indonesia melek keuangan, yakni inisiasi pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). Dengan berkoordinasi bersama instansi lain, TPKAD bertujuan mempercepat akses keuangan dan pertumbuhan ekonomi daerah. OJK juga berkolaborasi dengan bank-bank di Indonesia melakukan penetrasi keuangan kepada pelajar lewat program Simpanan Pelajar (SIMPEL). Kemudian, ada juga program PELAKU, yakni Pusat Edukasi, Layanan Konsumen, dan Akses Keuangan UMKM. Program ini adalah gerai informasi di kantor OJK daerah. Cukup? Belum. Saat ini ada SiMOLEK, yakni Si Mobil Literasi Keuangan yang berfungsi sebagai salah satu moda edukasi keliling untuk edukasi finansial.

Hasilnya boleh dikatakan cukup memuaskan, terutama dari segi kuantitatif. Produk Laku Pandai hingga pertengahan tahun 2016 berhasil menjaring 60.805 agen perorangan atau berbadan hukum yang telah beroperasi dan tersebar di 28 provinsi. Sementara rekening baru yang dibuka mencapai 1,2 juta dengan total nilai Rp 67 miliar.

“Sedangkan hingga akhir 2015, program JARING telah bekerja sama dengan 14 bank dan menyalurkan kredit pada sektor kemaritiman mencapai Rp 97,8 triliun. Pada periode Januari hingga Mei 2016, program JARING telah mendorong kredit di sektor maritim sebesar Rp 52,7 triliun serta sektor kelautan dan perikanan sebesar Rp 10,7 triliun,” ungkap Mulya.

Sementara program SIMPEL hingga Mei 2016 telah menjaring rekening mencapai 1,6 juta dengan nominal simpanan mencapai Rp 692 miliar. Selain itu, TPAKD telah didirikan pada beberapa wilayah Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, sampai Maluku.

Yang jelas, pencapaian positif itu tidak berarti tugas pemerintah melalui OJK mengendur. Mulya berharap, berbagai program masifnya di sektor finansial itu bisa diarahkan ke sektor yang memiliki efek pada perekonomian yang lebih besar dan produktif. Salah satunya adalah mengarahkan perbankan untuk dapat mendukung program pemerintah dengan menyalurkan kredit dan pembiayaan pada sektor prioritas, seperti pertanian dan energi.

“Pekerjaan rumah yang masih panjang mengingat secara inklusi masyarakat Indonesia masih berada di kisaran 50%. Seusai dengan masterplan dari OJK, pada tahun 2019 tingkat inklusi di Indonesia berada pada di kisaran 75%,” pungkasnya.

Artikel selengkapnya bisa dibaca di
Majalah Marketeers edisi Des 2016-Jan 2017

    Related