Defisit Investasi Infrastruktur, RI Utang Lagi Rp 10 Triliun dari AIIB

marketeers article

Pemerintahan Jokowi-JK memang berupaya menggenjot pembangunan infrastruktur di negeri ini. Namun, bak langit dengan bumi, pendanaan proyek infrastruktur masih jauh dari harapan. Karena itu, pemerintah terus mencari pendanaan dari banyak pihak melalui skema utang.

Salah satunya melalui Bank Investasi Infrastruktur Asia atau Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang menyuntikkan dana investasi sebesar US$ 691,5 juta atau senilai Rp 10,1 triliun (kurs hari ini Rp 14.619,45) untuk membiayai empat proyek infrastruktur di Indonesia. Melalui pembiayaan bersama Bank Dunia dan Pemerintah RI, keempat proyek ini dinilai membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkecil jurang kekurangan pendanaan infrastruktur di Indonesia.

Adapun keempat proyek infrastruktur beserta investasi AIIB di tiap proyek antara lain; Pertama, modernisasi irigasi pertanian Rp US$ 250 juta; Kedua, proyek perbaikan operasional bendung sebesar US$ 125 juta; Ketiga, proyek pengembangan infrastruktur senilai US$ 100 juta; dan Keempat, proyek perbaikan wilayah kumuh sebesar US$ 216,5 juta.

Pada tahun lalu, AIIB juga sudah melakukan injeksi investasi tiga proyek infrastruktur di Indonesia senilai Rp 2,8 triliun. Dana tersebut digunakan untuk perbaikan kawasan kumuh di perkotaan (urban slum upgrade), pembangunan waduk, serta pembangunan infrastruktur daerah atau regional.

Indonesia bergabung AIIB pada tahun 2016 dan ikut berpartisipasi dalam pembentukan lembaga keuangan multilateral yang dipelopori oleh China. AIIB seolah merupakan alternatif dari berbagai lembaga pendanaan internasional, seperti Bank Dunia dan IMF yang masih belum bisa menutupi kebutuhan dana proyek infrastruktur di Asia. Dari total 87 negara anggota saat ini, Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara yang paling banyak mendapatkan pendanaan dari AIIB.

Kendati demikian, menurut Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), pemerintah masih butuh dana tambahan sebesar US$ 368,9 miliar untuk mendukung rencana pembangunan pemerintah selama lima tahun.

Sebagai salah satu pasar terbesar ekonomi di Asia Tenggara, Indonesia mengalami pertumbuhan pendapatan per kapita l dari US$ 2.200 pada tahun 2000 menjadi US$ 3.603 pada tahun 2016. Pertumbuhan ini menuntut digenjotnya pembangunan infrastruktur.

Sayangnya, investasi saat ini belum sanggup memenuhi tuntutan tersebut. Investasi di bidang infrastruktur masih berkisar antara 3%-4% dari Pendapatan Nasional Bruto (PNB). Bandingkan dengan Thailand yang menginvestasikan 7%-8% dari PNB-nya untuk pengembangan infrastruktur. Meksipun nilai PNB Thailand dan Indonesia tidak lah sama.

“Defisit investasi ini tidak hanya mempengaruhi pembangunan infrastruktur baru, tapi juga menghambat proses rehabilitasi, operasional, dan peningkatan kualitas infrastruktur Indonesia saat ini,” kata Laurel Ostfield, Head of Communications and Development AIIB.

AIIB menekankan untuk mendukung Indonesia dalam pembangunan infrastruktur dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Dalam rangka mencapai tujuan itu, tentu kami juga membutuhkan mobilisasi modal dari sektor swasta,” tambah dia lagi.

Menurut Ostfield, modal swasta bisa menjadi bagian penting dari solusi pembiayaan investasi infrastruktur di Benua Asia selama beberapa dekade mendatang. AIIB berharap dapat terus bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk mengakselerasi dan memperpesar skala kerjasama pemerintah-badan usaha melalui proyek-proyek yang ada saat ini.

 

 

Related