Dibutuhkan Startup e-Government di Gorontalo

marketeers article

Tahun 2000 menjadi momen berharga bagi rakyat Gorontalo, wilayah yang terletak di Sulawesi bagian utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah lantaran otonomi daerah di Era Reformasi, tahun milenium menjadikan Gorontalo resmi sebagai provinsi ke-32 di Indonesia.

Enam belas tahun berselang, Gorontalo mulai menunjukkan perubahan yang terbilang memuaskan. Mulai dari pembangunan bandar udara baru Djalaluddin, hingga pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Paguat Kabupaten Pohuwato yang menghasilkan kapasitas daya listrik sebanyak 35.000 Megawatt.

Pemerintah Provinsi Gorontalo pun juga tengah membangun Gorontalo Outer Ring Road (GORR) yang menghubungkan Bandar Udara Djalaludin dengan pelabuhan ferry Kota Gorontalo. Proyek jalan sepanjang 45.316 km itu akan mempermudah pendistribusian produk pertanian, peternakan, dan perikanan yang menjadi nadi dari ekonomi Gorontalo. Meskipun, proyek ini menelan anggaran cukup besar, atau mencapai Rp 6,9 triliun.

Ketika infrastruktur tengah digalakkan di kota penghasil jagung ini, apa lagi yang diharapkan Gorontalo? Meskipun tergolong provinsi baru, Gorontalo bercita-cita menjadi kota cerdas berbasis teknologi seperti yang didengungkan Pemerintah Jokowi-JK. Kendati, segenap pihak menyadari bahwa hal itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

“Sebenarnya, smart city bukan hal utama bagi kami untuk menjadi kota cerdas,” ujar Rosma Bau, Plt Kepala Kantor Pengelolaan Data Elektronik & Perpusataan Kota Gorontalo saat memberikan sambutan di roadshow The NextDev 2016 di Kampus Universitas Negeri Gorontalo, beberapa waktu lalu.

Rosma melanjutkan, TIK hanya sebagian program pemerintah yang merefleksikan pembangunan di Gorontalo. Adapun salah satu pembangunan yang sudah dilakukan Pemprov terkait TIK yaitu serat optik yang telah terpasang di seluruh SKPD dengan kapasitas hingga 100 Mbps.

“Saya rasa infrastruktur TIK kami cukup dan lumayan. Server pemerintahan kami juga dari Cisco dan IBM,” terang Rosma.

Namun, Rosma menyebut, infrastruktur TIK yang baik terasa percuma apabila hanya digunakan untuk internet semata. Yang diperlukan Gorontalo saat ini adalah aplikasi-aplikasi yang mampu membantu peran pemerintah. “Kami berharap program seperti The NextDev ini bisa melahirkan aplikasi smart city yang membantu e-government,” terangnya.

Tak tanggung-tangung, Pemprov Gorontalo, kata Rosma, bakal membeli startup jika layak untuk dikembangkan. “Kami menantang anak muda untuk membuat aplikasi yang mendorong program kerja pemerintah, khususnya dalam implementasi e-government,” terangnya.

Ia melanjutkan, pihaknya pernah membeli satu aplikasi besutan startup lokal yang membantu memonitor proyek-proyek pemerintah yang sedang berjalan di Gorontalo.

“Kami berharap ada satu aplikasi yang bisa menilai kinerja dan memonitor aktivitas seluruh kecamatan dan keluruhan. Nilai-nilai itu diberi warna merah, biru atau hijau yang mengindikasikan pencapaian mereka sesuai aturan pemerintah,” tutur Rosma.

Terakhir, Rosma mengakui bahwa anggaran daerahnya untuk TIK masih kecil dibanding kota-kota besar lain di Sulawesi. Akan tetapi, ia berdalih bahwa pihaknya bersaing lewat strategi, bukan modal.

“Maka itu, kolaborasi sektoral antara pemerintah, swasta, dan akademisi penting untuk menyusun kota cerdas di Gorontalo,” tegas Rosma.

Startup Gorontalo

Dalam roadshow The NextDev 2016 di Gorontalo, sekira 600 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi hadir untuk mengajukan ide membuat aplikasi berbasis seluler bertema smart city dan daerah pedesaan.

Salah satunya, Sikat Sampah yang merupakan aplikasi pengelolaan sampah di Gorontalo. Aplikasi ini dibuat karena banyak sampah yang tidak terurus akibat kurangnya partisipasi masyarakat.

“Masyarakat bisa melaporkan sampah di lingkungannya dan di tempat-tempat umum. Caranya, cukup foto lokasi sampah, lalu upload di aplikasi tersebut. Kemudian, masyarakat yang mendaftar sebagai jasa pengangkut sampah akan menerima pesan tersebut,” terang Dimas, pendiri Sikat Sampah.

Selain itu, aplikasi lowongan kerja khusus di Gorontalo, Karaja. Sulitnya lapangan pekerjaan di Gorontalo membuat aplikasi ini dinilai dibutuhkan. “Ada sekitar 20.000 pencari kerja di Gorontalo. Belum lagi, setiap tahunnya ada 1.800 lulusan baru. Sedangkan, jumlah UKM di Gorontalo hanya 13.800,” katanya.

Melalui smartphone, pengguna yang sudah registrasi dapat mengirimkan CV-nya langsung ke pihak perusahaan yang telah bekerja sama dengan KarajaInterview pun bisa dilakukan lewat mobile, baik chatting, telepon maupun panggilan video.

Menanggapi berbagai usulan aplikasi berbasis smart city dari Gorontalo tersebut, Branch Manager Tekomsel Gorontalo Taufik Hidayat mengungkapkan, The NextDev memang ditujukan untuk melahirkan aplikasi berbasis seluler yang dapat digunakan masyarakat. Fokus audiensnya pun dipilih anak muda.

“The NextDev memiliki tiga tujuan utama, yaitu menumbuhkan smart innovationsmart community dan smart solution. Ketiga tujuan ini diharapkan bisa membantu mempercepat pembangunan di kota-kota maupun desa di Tanah Air,” imbuh Taufik.

Related