Diferensiasi Unik Jadikan SBM ITB Sekolah Bisnis Terbaik

marketeers article

Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung atau SBM ITB dikenal mampu mencetak lulusan yang berdaya saing. Tentunya, SBM ITB menghadirkan diferensiasi yang tidak diberikan sekolah bisnis lainnya. Diferensiasi ini berasal dari sistem pembelajaran yang mereka terapkan.

Contohnya, S1 Manajemen SBM ITB menerapkan mata kuliah Integrated Business Experience (IBE). Dalam mata kuliah ini, mahasiswa akan benar-benar menjalankan bisnis, mulai dari meminjam uang ke bank, memproduksi produk, hingga menjual produk ke konsumen.

“Mata kuliah ini ada di dua semester. Pada akhir semester, mereka harus mempresentasikan kinerja bisnis mereka,” kata Dekan SBM ITB Sudarso Kaderi Wiryono.

Sementara itu, bagi mahasiswa yang menempuh jurusan kewirausahaan, mereka harus sudah memiliki bisnis sebelum lulus. Sejak semester tiga, para mahasiswa akan diajarkan membuat rencana bisnis, bagaimana memproduksi sebuah produk dengan efisien, hingga bagaimana menjual produk dengan efektif.

“Mereka membuat tesis sesuai dengan apa yang mereka kerjakan dalam bisnisnya. Itulah yang menjadi diferensiasi kami,” tambah Sudarso.

Sudarso menjelaskan, SBM ITB ingin memosisikan diri sebagai sekolah bisnis yang menanamkan semangat entrepreneurial bagi semua lulusannya, apapun profesi yang dipilih. Di mana pun mereka bekerja, entah di sebuah perusahaan maupun pengusaha, mereka diharapkan bisa menjadi leader di lingkungan mereka.

Bukan hanya berkarya menjadi pengusaha, mahasiswa juga didorong menjadi agen perubahan yang mampu memberikan manfaat kepada komunitas. Hal ini sudah ditanamkan kepada mahasiswa SBM ITB, bahkan saat mereka mulai memasuki perkuliahan.

“Kami memiliki desa binaan di Ciwidey, Pengalengan, dan Garut. Saat awal masuk ITB, mereka sudah dikenalkan ke desa tersebut dengan tinggal di sana selama dua hari untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi warga. Ini bertujuan agar para mahasiswa dapat membantu mencarikan solusi dari permasalahan yang ada,” jelas Sudarso.

Sudarso menceritakan salah satu kisah bagaimana mahasiswa ikut berperan membina desa di Ciwidey. Sebelumnya, para petani harus menjual produk dengan harga yang murah ketika persediaan produk tinggi. Sementara, ketika ketersediaan produk di pasar menurun dan permintaan konsumen meningkat, petani di Ciwidey tidak bisa memenuhi karena masih menanam produk dan belum panen.

“Mahasiswa mengedukasi petani Ciwidey terkait pola tanam. Selain itu, mahasiswa membantu mereka meningkatkan kualitas produk dengan mengajarkan bagaimana mengemas produk hingga branding. Alhasil, produk mereka bisa masuk ke Carrefour,” katanya.

Sudarso menambahkan, kontribusi yang dilakukan mahasiswa tidak sebatas itu. Hasil keuntungan bisnis para mahasiswa yang dijalankan dari tugas mata kuliah IBE tidak untuk dibagikan kepada anggota kelompok. Keuntungan mereka harus disumbangkan ke masyarakat di desa binaan SBM ITB.

Inilah cara SBM ITB menyiapkan lulusan yang bukan hanya berpendidikan, tetapi memiliki empati untuk hidup bermasyarakat. Diferensiasi ini pula yang akhirnya menjadikan SBM ITB mendapatkan pengakuan di Indonesia atau pun dunia internasional. Hal unik ini pula yang menjadikan Sudarso Kaderi Wiryono sebagai The Best Industry Marketing Champion 2016 dari Sektor Pendidikan.

Artikel selengkapnya bisa dibaca di Majalah Marketeers Edisi Desember 2016- Januari 2017

Related