Dulu Marketing Tidak Dibutuhkan Karena Pemerintah Otoriter

marketeers article

Seberapa besar peran marketing saat ini? Bagi ketua DPD RI Irman Gusman, saat ini porsi marketing di dalam pemerintah khususnya di daerah luar biasa besar. Perbedaan itu karena adanya perbedaan rezim dan kebijakan pemerintah dulu dan sekarang.

“Dulu kita masih serba sentralisasi. Yang penting dekat dengan rezim pemerintahan bisnisnya akan lancar,” ujar Irman dalam gelaran Gala Dinner WOW Night 2015 di The Ritz-Carlton Jakarta pada Kamis (10/12/2015). Walau tidak menyebut zaman pemerintahan mana, walau secara tersirat merujuk ke salah satu rezim tertentu, pemerintah dulu sangat otoriter sehingga marketing tidak penting-penting amat.

Apalagi dulu juga pemerintah sangat birokratif dalam berbagai hal termasuk perizinan. Namun, dengan era demokrasi saat ini, hal-hal tersebut berubah total. Marketing kian dibutuhkan terutama pemerintah daerah karena sekarang sudah bukan era sentralisasi lagi melainkan desentralisasi. Tiap daerah sekarang berkompetisi untuk meningkatkan perekonomiannya masing-masing. Dan, itu menurut Irman berimbas positif kepada sektor pariwisata.

Di sini, ilmu marketing memiliki peran besar, khususnya bagaimana tiap daerah mempromosikan wisata daerah masing-masing untuk menarik wisatawan. Apalagi dengan berkembangnya pariwisata dengan berbagai destinasi yang tidak dikenal kini makin dikenal oleh publik, ekonomi daerah maju pesat.

“Dulu, perekonomian daerah-daerah hanya bertumpu pada sektor komoditas. Tapi, itu rentan krisis. Nah, pariwisata ini adalah salah satu solusi meningkatkan ekonomi yang rentan krisis,” sambung Irman. Wajar saja, pariwisata tidak akan banyak terpengaruh oleh gejolak ekonomi, terutama destinasi yang sudah memiliki pasar turis asing.

Hal itu juga sejalan dengan pemikiran guru marketing Founder & CEO MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya. Dulu, daerah memiliki prinsip trade, investment, dan tourism. “Sekarang sebaliknya, tourism dulu, baru trade dan investment. Tourism tidak berisiko tinggi layaknya investment yang punya risiko sangat tinggi,” jelas Hermawan.

Mereka yang tidak tergantung komoditas menurut Irman justru memiliki pertumbuhan ekonomi daerah di atas rata-rata. “Contoh Bali dan Nusa Tenggara Barat, pertumbuhan ekonomi mereka selalu di atas rata-rata nasional karena ditopang pariwisata, bukan komoditas,” tutup Irman.

Editor: Sigit Kurniawan

    Related