Mayoritas Generasi Y Tak Bahagia di Tempat Kerja

marketeers article
34479497 money is flying away from sadness businessman, vector, eps10

Apakah Anda puas dan bahagia dengan pekerjaan Anda saat ini? Jika tidak, Anda tergabung dengan mayoritas Generasi Y Indonesia yang mana 33,4% menyatakan tidak bahagia dengan pekerjaannya saat ini.

Survei terhadap 27.000 responden usia 22-26 tahun itu merupakan laporan dari portal lowongan kerja Jobstreet.com Indonesia.

Survei ini dilakukan kepada para millennials yang telah bekerja selama satu hingga empat tahun pada periode Juni-Juli 2016 lalu. Ada tiga alasan utama mengapa mereka tidak bahagia di tempat kerja, antara lain kesempatan pengembangan karier yang terbatas, jumlah insentif yang kurang menggiurkan, serta gaya kepimimpinan manajemen yang kaku.

Berdasarkan pengakuan yang diungkap survei ini, Generasi Y merasa tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan karier di tempat bekerja, sehingga terbentuk perasaan tidak puas.

“Sebanyak 6.000 responden merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan tidak memperkaya pengalaman bekerja,” tulis laporan tersebut yang diterima Marketeers, Kamis, (21/7/2016).

Selanjutnya, dari 3.700 responden yang bekerja sebagai administrasi dan akuntansi, 1.800 di antaranya menyatakan ketidakpuasan akan hal pengalaman bekerja.

Mereka berharap agar dapat memperoleh pekerjaan yang mampu meningkatkan keahliannya. Akan tetapi, hal ini kerap tidak terwujud karena kurangnya perhatian manajemen terhadap perkembangan berkarier seorang karyawan di perusahaan tersebut.

Alasan kedua, lagi-lagi soal uang. Pasalnya, insentif yang diberikan oleh perusahaan tidak cukup untuk membahagiakan para Generasi Y. Insentif dapat berupa gaji pokok, bonus, kesehatan, transportasi serta komunikasi.

Sayangnya, sebanyak 6.200 responden merasa bahwa bonus yang diberikan perusahaan dalam bentuk pembagian keuntungan kinerja perusahaan serta prestasi mereka tidaklah sepadan. Mereka mengharapkan bahwa jumlah yang diberikan dapat lebih besar.

Terakhir, faktor yang menciptakan ketidakbahagiaan di tempat bekerja ialah gaya kepemimpinan otoriter. Sebanyak 5.500 responden menyatakan bahwa para atasan tidak memberikan kepercayaan serta jarang mendelegasikan pekerjaan.

“Dengan begitu, para Generasi Y harus menunggu agar pekerjaan diberikan sehingga memberikan dampak pada rendahnya rasa bangga terhadap pekerjaan yang dilakukan,” tulis laporan itu lagi.

Nah, ternyata, Generasi Y yang tercermin dalam survei ini merasa lebih bahagia apabila gaji mereka meningkat. Hal ini diungkapkan oleh 5.500 responden. Ya, slogan money can buy happiness masih sangat berlaku bagi generasi muda-mudi ini.

Jobstreet menyimpulkan, tunjangan finansial menjadi faktor utama para pekerja Generasi Y untuk merasa bahagia di tempat bekerja. Akan tetapi, perusahaan juga diimbau untuk menciptakan gaya kepimpinan yang mampu memberikan kepercayaan kepada pekerja.

“Jika itu tidak dilakukan, maka kebahagiaan akan sulit diciptakan di tempat bekerja,” simpulnya.

Editor: Sigit Kurniawan

 

Related