Fenomena FOMO di Tengah Kompetisi Telekomunikasi

marketeers article

Tak pernah sepi, sektor telekomunikasi terus melaju seiring dengan perkembangan teknologi dan penetrasi internet. Di era dominasi millennials ini, kehadiran fenomena FOMO (Fear of Missing Out) membuat manusia terdeterminasi dengan tiga sektor ini. Lalu, bagaimana persaingan yang terjadi di pasar ini?

FOMO (Fear of Missing Out) menjadi fenomena baru yang lahir di tengah dominasi kaum millennials. Andrew K. Przybylski  dalam Computers in Human Behavior mengatakan, FOMO merupakan sindrom kecemasan sosial yang ditandai dengan keinginan untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan orang lain.

Sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan internet, sindrom ini telah membawa manusia pada posisi determinasi terhadap kebutuhan akan telekomunikasi. Para pemain nampak telah sadar akan determinasi manusia terhadap tiga sektor ini. Mereka pun berlomba untuk memperluas jaringan. Sayangnya, dana investasi yang dibuthkan tidak kecil.

Untuk urusan ini, Telkomsel tak mau main-main. Guna memperoleh jangkauan yang menyeluruh, Telkomsel tak segan mengucurkan dana investasi yang terbilang tidak seditikit.

“Untuk membangun infrastruktur dan perluasan jangkauan teknologi 4G, secara umum Telkomsel mengalokasikan 70% dari dana Capex (Capital Expenditure) atau belanja modal. Sedangkan dana Capex Telkomsel diambil dari 15% pendapatan,” ungkap General Manager External Corporate Communications Telkomsel Denny Abidin dalam wawancara bersama Marketeers beberapa waktu lalu.

Hasilnya, Telkomsel berhasil memegang pasar dengan cakupan jaringan terluas dibandingkan kompetitor lain. Layanan Telkomsel mencapai hingga 99% wilayah populasi di Indonesia, dan mengantarkan Telkomsel memperoleh jumlah Brand Advocacy Ratio (BAR) BAR dan Purchase Advocacy Ratio (PAR) tertinggi di antara kompetitor lain.

Sementara bagi Indosat Ooredo, persoalan jangkauan wilayah memang bukan hal mudah. “Indonesia itu luas. Kami tidak bisa jangkau semuanya. Untuk itu, kami tingkatkan di daerah yang permintaannya tinggi. Kini, kami lebih segmented dalam menata jaringan. Investasinya besar, tapi relevan,” ujar Joy Wahjudi, President Director & CEO Indosat Ooredoo.

 Memperkuat channel-channel penjualan menjadi cara bagi Indosat untuk menghadapi perubahan yang massif. Permintaan akan layanan data bagi Indosat Ooredoo yang mencapai hingga 40% coba diatasi Indosat dengan menseleksi perluasan jaringan ke daerah-daerah yang memiliki permintaan tinggi.

Pada akhirnya sindrom FOMO sebagai hasil dari perkembangan teknologi dan internet telah membawa dampak bagi sektor telekomunikasi. Kecakapan para pemain dalam memperluas jaringan dan menghadirkan apa yang diinginkan konsumen akan mengantarkan produk mereka pada titik pembelian bahkan hingga advokasi.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related