Fintech di Indonesia Berkembang Tapi Masih Perlu Edukasi Kontinu

marketeers article

Perkembangan industri teknologi keuangan atau fintech di Indonesia boleh dibilang menggembirakan. Hal ini salah satunya ditandai dengan makin banyaknya pemain yang menyediakan alternatif baru bagi masyarakat untuk mengakses layanan keuangan tersebut. Tentunya, makin banyaknya pemain ini juga diiringi dengan makin besarnya demand dari masyarakat untuk mendapatkan layanan keuangan yang lebih gampang dan aman di luar perbankan.

Sayangnya, di sisi lain, masih segelintir masyarakat yang memahami dan sadar akan keberadaan fintech. Untuk memberikan pemahaman lebih dekat dan lengkap kepada seluruh lapisan masyarakat, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan UangTeman sebagai sponsor utama menyelenggarakan Indonesia Fintech Fair 2018 yang berlangsung di Jakarta pada 13-15 Juli 2018.

Ajisatria Suleiman, Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia menyatakan “Fintech merupakan salah satu alternatif solusi keuangan yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat, namun belum banyak yang paham betul akan fintech.

“Pameran ini kami harapkan bisa menjadi media bagi masyarakat dan pelaku industri fintech untuk berkenalan, memahami dan tentu saja pada akhirnya menggunakan jasa fintech. Acara ini juga untukmendukung agenda pemerintahan Presiden Jokowi yang menargetkan 75% inklusi keuangan terjadi pada tahun 2019,” ujar Ajisatria.

Berlangsung selama tiga hari di Center Atrium Mal Taman Anggrek, Jakarta, Indonesia Fintech Fair 2018 akan diikuti oleh 26 pelaku Fintech, 1 mitra teknologi dan 1 perusahaan properti. Indonesia Fintech Fair 2018 mengambil tema “Fintech Transforming Life”, diharapkan dapat memperkenalkan layanan-layanan baru yang dapat mentransformasi hidup masyarakat. Di acara ini digelar pameran/eksibisi dan talkshow/diskusi panel yang dihadiri oleh pelaku dari dunia fintech dan juga pemerintah. Tema diskusi yang dihadirkan pun beragam, mulai dari membahas mengenai e-payment, pembiayaan digital, collateral loans, money management, dan lifesyle payment.

Dengan fintech, akses ke keuangan untuk masyarakat bisa memiliki banyak alternatif dan memiliki jangkauan lebih luas. Sekretaris Jenderal AFTECH yang juga merupakan Co-founder/Chairman Bareksa (financial marketplace), Karaniya Dharmasaputra, mengatakan, berbeda dengan perusahaan keuangan konvensional dan bank, produk fintech utamanya menyasar segmen retail, lapisan masyarakat yang selama ini tidak terlayani lembaga keuangan konvensional, dan transaksi mikro.

“Karena menawarkan akses yang mudah (accessable) dan terjangkau secara ekonomis (affordable), fintech diyakini merupakan solusi dari rendahnya penetrasi keuangan di Indonesia selama ini,” kata Karaniya.

Sementara itu, sinergi dengan program pemerintah yang juga digarisbawahi dalam acara ini adalah soal perlindungan konsumen dalam industri keuangan. Masyarakat diharapkan mengenal lebih baik soal keamanan terkait industri keuangan sehingga dapat merasa lebih nyaman dalam menggunakan jasa fintech.

AFTECH sangat mendukung usaha pemerintah dalam melakukan edukasi Perlindungan Konsumen yang meliputi semua perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Saat ini, AFTECH sudah memfinalisasi kode etik sebagai standar etika yang jelas dan harus dipatuhi seluruh anggota asosiasi fintech. Adrian Gunadi, Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia.

“Perlindungan Konsumen adalah hal yang utama, khususnya dalam industri keuangan. Sebelum masyarakat menggunakan fintech, kami ingin masyarakat tahu dan paham benar bahwa fintech mementingkan keamanan konsumen. Kami harap dengan mengetahui bahwa konsumen aman, kepercayaan masyarakat akan tumbuh dan menciptakan keinginan masyarakat untuk menggunakan jasa fintech sebagai solusi kebutuhan keuangan,” tambah Adrian Gunadi.

Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator di bidang jasa keuangan sangat mendukung dan mengapresiasi penuh asosiasi serta seluruh penyelenggara fintech, tidak hanya fintech lending, tetapi juga jenis fintech lainnya dalam menyelenggarakan acara ini karena acara ini sejalan dan juga menjadi salah satu tujuan utama OJK dalam upaya memberikan dan meningkatkan perlindungan kepada konsumen di jasa keuangan.

Bagaimana cara memberikan perlindungan kepada konsumen? Salah satunya adalah melakukan kegiatan sosialisasi di berbagai tempat, tidak hanya di Jabodetabek tetapi juga di wilayah-wilayah lain, agar masyarakat juga dapat mengetahui apa itu Fintech dan pada akhirnya masyarakat juga yang diuntungkan dengan mendapatkan akses keuangan yang lebih mudah. Di sini, OJK terus mendorong peningkatan transparansi dan pengungkapan manfaat, risiko serta biaya atas produk dan atau layanan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), selain tanggung jawab PUJK untuk melakukan penilaian kesesuaian produk dan atau layanan dengan risiko yang dihadapi oleh konsumen keuangan.

“OJK juga mendorong prosedur yang lebih sederhana dan kemudahan konsumen keuangan untuk menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk dan atau layanan PUJK,” jelas Hendrikus Passagi, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan.

Tantangan lain selain prinsip perlindungan konsumen di atas ialah mengenai literasi keuangan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016, saat ini indeks literasi keuangan sebesar 29,7%, meningkat dari yang sebelumnya sebesar 21,8% pada tahun 2013. Meski angka ini terbilang kecil, diharapkan dapat terus meningkat ke depannya.

“Isu tersebut baru dapat ditangani apabila seluruh aspek masyarakat mampu bekerja sama dengan baik. Tugas untuk mengedukasi masyarakat di bidang keuangan tidak hanya menjadi tanggung jawab OJK sebagai regulator tetapi juga para pelaku industri, termasuk pelaku fintech ini yang telah memberi kemudahan dalam berbagai urusan keuangan masyarakat. Masyarakat perlu tahu produk dan layanan yang legal dan diawasi oleh regulator sehingga mereka bisa terhindar dari penipuan atau kejahatan keuangan,” kata Sondang Martha Samosir, Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan.

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran mengapresiasi adanya produk dan layanan fintech yang menggabungkan antara jasa keuangan dengan teknologi, sehingga mendorong terjadinya perubahan dari model bisnis konvensional menjadi lebih moderat.

Apabila dulu transaksi pembayaran harus dilakukan dengan bertatap muka dan membawa uang cash, saat ini dapat dilakukan dimana saja secara cashless dan dalam waktu yang cepat. Tentunya hal ini sejalan dengan upaya mendorong keuangan inklusif.

“Produk dan layanan fintech uga semakin berkembang dan variatif sehingga memberikan opsi kepada masyarakat, tinggal bagaimana para pelaku berupaya untuk terus berinovasi dalam memberikan layanan terbaik dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan mitigasi risiko, serta perlindungan konsumen, sehingga memberikan benefit bagi masyarakat luas,” ujar Erwin Haryono, Kepala Grup Teknologi Finansial, Kerjasama dan Komunikasi Sistem Pembayaran Bank Indonesia.

Indonesia Fintech Fair 2018 menjadi acara pertama Asosiasi Fintech Indonesia yang melibatkan publik luas dan dipersembahkan oleh UangTeman sebagai sponsor utama, juga disponsori oleh Google, TunaiKita, Home Credit Indonesia, Sinarmasland, Investree, dan RupiahPlus. Selain menargetkan ribuan pengunjung, penyelenggaraan acara ini juga menargetkan tumbuhnya kesadaran masyarakat, sehingga masyarakat bisa memilih layanan fintech yang tepat dengan kebutuhan masyarakat dan aman.

    Related