Fintech Harus Dikembangkan Sekaligus Diatur

marketeers article

Teknologi menjadi inti dari bisnis fintech, sehingga faktor keamanan menjadi hal yang tidak bisa ditawar agar tidak diserang peretas. Lepas dari penerapan kontrol terkait terknologi, menurut OJK, fintech sangat dibutuhkan untuk mengembangkan negara ini. Apa alasannya?

Ada empat hal yang mendorong fintech harus dikembangkan di negara ini. Pertama, fintech mampu mengalirkan dana dari luar negeri ke Indonesia untuk mengisi gap pembiayaan yang sangat besar. Kedua, kehadiran fintech mampu memperbaiki distribusi pembiayaan yang sekarang terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ketiga, mampu mempercepat risk assesment dan mempercepat distribusi pinjaman ke UKM yang belum terjamah perbankan. Keempat, mendorong dan memanfaatkan industri teknologi komunikasi untuk menjawab permasalah inklusi keuangan.

Lalu, bagaimana filosofi pengaturan dalam bisnis model? Menurut Hendrikus, ketika OJK mengatur industri keuangan, maka tujuan utamanya adalah menjaga stabilitas sistem keuangan yang dapat mendukung pertumbuhan industri keuangan yang berkelanjutan.

“Ini tidak bisa dibalik. OJK tidak hadir untuk mendukung pertumbuhan industri keuangan yang berkelanjutan dalam rangka menjaga  stabilitas sistem keuangan. Tapi, stabilitas sistem keuangan adalah yang utama dan menjadi pedoman dalam menyusun aturan,” Hendrikus Passagi, Senior Research Executive, Department of Strategic Policy Development OJK.

Ada dua ketakutan besar atau bahaya laten dalam industri keuangan yang harus benar-benar dihindari, yakni Bank Run dan Sell-off. Bank Run atau rush, yakni ketika nasabah berpersepsi negatif pada bank, sehingga membuat nasabah dalam jumlah besar menarik uangnya simpanannya dalam waktu bersamaan dan membuat likuditas bank terganggu.  Di pasar modal, sell-off sangat tidak diinginkan. Jangan sampai terjadi penjualan saham besar-besaran yang mengakibatkan harga saham anjlok dan berdampak pada stabilitas keuangan.

“Inilah mengapa kami tahun lalu menerbitkan Peraturan OJK (POJK) nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Aturan peer to peer (P2P) lending off-balance sheet ini untuk meminimalisasi risiko di perbankan dan pasar modal. Para fintech P2P ini dilarang ikut memberi pinjaman dan menerbitkan surat utang,” terang Hendrikus. Artinya kehadiran fintech startup P2P hanya sebagai konektor antara kreditur dan debitur.

Nah, sekarang ada kebutuhan dari masyarakat untuk mengatur yang on-balance sheet. Tapi, menurut Hendrikus perlu ada pengkajian lebih dalam lagi sebelum aturan itu diterbitkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain potensi, manfaat dan risiko.

Di sisi lain, untuk menjalankan, mengatur, dan mengawasi POJK nomor 77 tahun 2016 sekarang ini saja belum ada gugus tugas pelaksananya. Katakanlah untuk menentukan fintech yang layak untuk beroperasi atau produk fintech yang harus dicabut izinnya. Tentunya, di sini perlu ada departemen tersendiri.

Dengan kata lain, akan lebih baik jika pengaturan fintech ini disetarakan dengan industri keuangan lainnya. Melihat potensi dan cakupan bisnisnya di masa mendatang, fintech layak mendapat perhatian penuh dari OJK seperti halnya industri lain, seperti perbankan atau asuransi. Dengan begitu, setiap dinamika yang terjadi di dunia fintech ini bisa cepat mendapat respons. Artinya, perlu ada direktorat atau departemen yang setara dengan di bisnis di industri keuangan lainnya.

    Related