Biayai Mobil Dengan Resale Value Tinggi, ACC Mampu Tekan NPL

marketeers article

Pertumbuhan pasar otomotif di awal tahun ini bisa dibilang belum optimal. Hal ini pun berpengaruh ke industri pendukung lainnya, termasuk industri pembiayaan. Pertumbuan di industri ini seiiring sejalan dengan kondisi pasar otomotif.

Untuk para pemain di industri pembiayaan, menurunnya penjualan mobil bukan satu-satunya momok. Kredit konsumen yang bermasalah menjadi konsen utama mereka. Dalam dua tahun ini, non-perfoming loan (NPL) di industri otomotif terus meningkat. Tahun lalu, NPL industri di kisaran 3%. Namun, angka ini melonjak dari 1,5% di tahun 2015. Bagaimana dengan awal tahun ini?

“Hingga Mei 2017, NPL industri mencapai 3,4%. Sedangkan NPL kami masih bertahan di bawah 1%, tepatnya 0,6% hingga 0,7%. Ini berkat beragam usaha yang kami jalankan selama ini,” kata  Jodjana Jody, Chief Executive ACC, perusahaan pembiayaan di bawah Astra Grup, saat berbuka puasa bersama media.

Ia menambahkan bahwa ada beberapa cara yang telah mereka lakukan untuk menekan NPL. Dimulai dari awal proses pengajuan kredit konsumen, ACC melakukan penyaringan dan survei konsumen secara ketat. Proses ini bisa dikatakan menjadi faktor terbesar yang menentukan apakah pembayaran cicilan kredit oleh konsumen akan lancar atau tidak.

Cara berikutnya adalah memaksimalkan collection.  Tentunya, ACC melakukan dengan cara yang sesuai prosedur dan ada beberapa tahapan untuk mengingatkan konsumen agar membayar hingga penarikan bila perlu. Lalu, ada diskon bunga yang diberikan untuk konsumen yang terpilih.

Selain cara yang sudah tersebut di atas, ACC juga melakukan pemetaan pada jenis mobil yang akan dibiayai. Jody menambahkan bahwa ACC memperioritaskan untuk membiayai kendaraan roda empat yang memiliki resale value tinggi. Mobil-mobil yang harga sekennya masih tinggi, harga barunya rata-rata di kisaran Rp 200 jutaan atau lebih.

Apakah artinya ACC tidak membiayai low cost green car (LCGC)? Jody mengatakan bahwa ACC tetap membiayai LCGC, namun sangat ketat dalam melihat profil calon konsumennya. Alasannya, tingginya NPL industri kebanyakan karena kredit macet mobil-mobil LCGC.

“Adanya bisnis taksi online membuat orang beramai-ramai mengajukan kredit mobil. Nah, setelah dijalani ternyata kesulitan mengejar target pemasukan per bulan. Akhirnya, pembayaran cicilan mobil pun terganggu,” urainya.

Hingga Mei 2017, ACC telah membukukan pembiayaan hingga Rp 12,2 triliun. Naik hingga 14,4% dibanding periode yang sama tahun lalu. Kucuran kredit ini mencakup 29.980 unit mobil yang 16% di antaranya merupakan mobil bekas.  Tahun ini, ACC menargetkan bisa menyalurkan kredit di angka Rp 27,5 triliun.

    Related