Gandeng Empat Unicorn, Pemerintah Bangun Indonesia Digital Paradise

marketeers article
46783149 girl with laptop and coffee sitting on stairs of stairway

Pemerintah Republik Indonesia menargetkan Indonesia menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di kawasan Asia pada tahun 2020.  Sebab itu, sejak awal tahun 2016, Presiden Joko Widodo telah menetapkan misi jangka panjang untuk menjadikan Indonesia sebagai The Digital Energy of Asia. Melalui Roadmap e-Commerce dan Program Startup Digital, delapan kementerian dan lembaga berkolaborasi untuk memastikan valuasi industri ekonomi digital pada Tahun 2020 bisa mencapai USD 130 miliar.

Saat ini Indonesia telah memiliki empat unicorn, startup digital yang memiliki valuasi lebih dari USD 1 Miliar, yaitu Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Melalui The 1st Next Indonesia Unicorn (NextICorn) International Summit 2018, Pemerintah berkolaborasi dengan empat CEO unicorn menyiapkan wahana untuk mempertemukan start-up Indonesia memiliki potensi besar dengan investor-investor luar negeri dan dalam negeri untuk menciptakan unicorn baru dari Indonesia.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong, yang hadir mewakili Presiden Joko Widodo dalam Pembukaan 1st NextICorn International Summit menyebutkan perhatian Presiden Joko Widodo terhadap anak muda dan dunia digital.

“Kita semua mengetahui seberapa besar perhatian Pak Jokowi terhadap anak muda, teknologi dan media sosial. Bahkan tahun ini spesial karena ada dua event besar, yaitu Asian Games dan IMF World Bank Meeting, apalagi sekarang akan ada NextICorn yang menjadi bagian dari energi Asia, Digital Energy of Asia,” jelasnya di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Bali, Rabu (09/05/2018) seperti dikutip dari keterangan resmi Kemenkominfo.

Thomas Lembong menyampaikan selama empat tahun terakhir, Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia didominasi oleh dua sektor, yaitu smelter dan ekonomi digital. “Jadi sektor ekonomi digital menjadi penyelamat FDI Indonesia. Saya sangat berharap banyak ini bisa berlanjut,” katanya.

Ia menambahkan, peran pemerintah dalam memastikan investasi sektor digital bisa berlanjut teramat penting. Dalam sektor digital, mengutip pengalaman berbagai negara, ia menilai ada dua prinsip utama yang harus didukung pemerintah terhadap industri start-up melalui instrumen kebijakan, yaitu light touch regulation dan safe harbour policy.

Light touch berkaitan dengan regulasi, pentingnya untuk pemerintah tidak ikut campur dan mencoba meregulasi segala hal, agar semakin banyak inovasi yang dapat tumbuh di negara ini. Ini juga menjadi perhatian Presiden bagaimana birokrasi memperbaiki beragam peraturan yang ada. TIdak terlalu banyak aturan,” jelas Thomas.

Kepala BKPM ini melanjutkan, pemerintah juga harus melindungi dari sisi potensi kegagalan melalui safe harbour policy. “Prinsip dasar yang harus kita pahami bagi pembuat kebijakan adalah, inovasi muncul dari percobaan dan pengalaman, yang juga berkaitan dengan kegagalan. Tidak mungkin kalau kita bilang kita pro-inovasi namun di saat yang sama tidak pro-failure. Pemerintah harus bisa menciptakan rasa aman bagi industri start-up untuk menghadapi kegagalan, dan bagaimana mereka bisa mengimplementasikan dari kegagalan tersebut,” jelasnya.

Kolaborasi ini merupakan upaya bersama Pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mencarikan solusi atas permasalahan pendanaan yang dialami start-up digital, terutama start-up yang berada di Zona Missing Middle atau Series B. Fakta menunjukkan, pemilik start-up umumnya relatif mudah dalam mendapat pendanaan di awal, yang biasa disebut Series Pre-A atau Series A, namun akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan pendanaan berikutnya.

 

Related