Gen Z: Tak Loyal, Namun Royal

marketeers article

Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan Gen Z (1996-2010), yakni Post-Milennials, Homeland Generation, iGen, The Founders, Centennials, atau pun Deltas. Seluruh istilah ini dikatakan Professor GSM London Jonathan Wilson merujuk pada generasi digital natives yang nyaman berinteraksi melalui media sosial. Mereka merupakan para seniman yang adaptif dan paling mungkin percaya dengan American Dream. Berbagai karakteristik ini coba diidentifikasi para pemasar. Dan, salah satu yang menarik, kecenderungan Gen Z sebagai generasi yang tak loyal, namun royal.

Managing Director Technology Consulting Lead Accenture Indonesia Leonard Nugroho mengatakan generasi ini cenderung berupaya mengejar apa yang mereka mau. Tak jarang, banyak pihak yang menandai Gen Z sebagai generasi yang tak loyal. Hal ini tercermin dalam dunia kerja. Gen Z secara umum akan berpindah kerja setelah satu tahun bekerja di sebuah perusahaan. Hal ini lantaran mereka ingin menggapai apa yang mereka inginkan.

“Namun untuk masalah kebiasaan di kantor harus dilihat dari beragam sisi juga karena kebutuhan Gen Z ini berbeda-beda,” ungkap Nugroho kepada Marketeers.

Photo Credits: Digital Strategy Consulting

Lahir ketika semua kebutuhan dapat dengan instan mereka peroleh, Gen Z dikatakan Nugi memiliki buying behavior yang berbeda dengan generasi terdahulu mereka (X dan Y).  Meski terbilang tak loyal dan belum memiliki kebutuhan sebanyak apa yang dibutuhkan Gen X dan Y, Gen Z  cenderung lebih royal dalam mengeluarkan uang.

“Gen Z menginginkan sesuatu yang sudah ada di depan mata. Karena belum memiliki banyak kebutuhan, mereka tak segan menghabiskan uang untuk hal-hal yang bersifat leisure, personal activities atau hobbies yang menarik untuk mereka,” kata Nugi.

Hal serupa dikatakan Widrawan Hindrawan, Executive Director, Head of Wealth Management PT Bank DBS Indonesia.  “Diperkirakan Gen Z adalah generasi yang akan memiliki purchasing power lebih besar dibandingkan dengan generasi sebelumnya untuk usia yang sama,” ujar Widrawan.

Nugroho menyarankan, ketika brand berniat menarget Gen Z akan lebih baik jika brand lebih dulu mengidentifikasi apa yang disukai dan diinginkan generasi ini untuk kemudian dikaitkan dengan produk.

Jadi, ketika brand ingin menggarap generasi ini, mereka harus memiliki kemampuan menawarkan experience baru bagi Gen Z. “Tidak masalah jika pada akhirnya brand menjual produk. Intinya, brand tidak bisa langsung menjual produk mereka kepada Gen Z. Pahami dulu apa yang mereka suka, teknologi apa yang sedang berkembang, lalu related-kan dengan produk tersebut,” jelas Nugroho.

Editor: Sigit Kurniawan

Related