Gurita Tiongkok Mencengkeram Perhotelan Dunia

marketeers article

Meskipun pemberitaan bahwa ekonomi Tiongkok mengalami penurunan, tetap saja investasi Tiongkok di luar negeri terus berjalan. Salah satunya di sektor real estate, yang mana banyak konglomerat Tiongkok membeli jaringan hotel internasional. Apa motifnya?

Awal tahun 2015 lalu, Dalian Wanda Group, perusahaan properti Tiongkok yang juga memiliki jaringan bioskop terbesar di dunia, merampungkan hasil investasinya sebesar US$ 1,09 miliar untuk membangun dan mengoperasikan hotel mewah di London. Rencana ini pertama kali diumumkan pada musim panas tahun 2013 yang menandai investasi hotel mewah pertama yang dilakukan perusahaan Tiongkok di luar wilayahnya.

Sejak saat itu, Dalian Wanda telah menambah jumlah hotel mewahnya di Eropa, seperti di Madrid. Pada musim panas tahun lalu pula, Dalian berkomitmen membangun gedung pencakar langit senilai US$ 900 juta di Chicago, AS, yang menjadi gedung tertinggi ketiga di kota itu, tepatnya di distrik The East Lake Shore Drive.

Gedung itu memuat 240 kamar mewah mencakup hotel bintang lima, apartemen mewah dan ruang ritel yang dijadwalkan beroperasi pada tahun 2018. Tambahan investasi properti Dalian Wanda di Negeri Paman Sam bakal menerjang New York, Los Angeles, dan San Francisco.

Ini baru permulaan. Akhir-akhir ini, Anbang Insurance Group, perusahaan asuransi terbesar kedelapan di Tiongkok juga ikut-ikutan bermain di sektor properti dengan mengakuisisi hotel ikonik Waldorf-Astoria dengan harga pembelian hotel paling tinggi yang pernah dibayar di daratan AS.

Tak selesai sampai di situ, pada Oktober 2015, Sunshine Insurance Group Corp menginvestasikan US$ 399 juta untuk pembangunan hotel Sheraton on The Park di Sydney, di mana biaya kamarnya mencapai U$ 716 per malam.

November tahun lalu, perusahaan berbasis di Shanghai Jin Jiang International Holdings Co membeli jaringan hotel asal Paris, Louvre Hotel Group seniali US$ 1,2 juta yang sebelumnya dimiliki Starwood Capital asal AS.

Mark van Ogtrop, Managing Director SEA Louvre Hotels Group kepada Marketeers mengatakan, ekspansi Tiongkok dengan mengakuisisi bisnis perhotelan dunia akan terus berlanjut. Pada Februari tahun ini saja, Jin Jiang menambah kepemilikan sahamnya di Accor sebesar 5,5%, menjadikan perusahaan Tiongkok itu sebagai pemegang saham terbesar kedua di jaringan hotel terbesar di Eropa itu.

“Yang juga terjadi saat ini di market global adalah konsolidasi antara pemain besar hotel dunia. Motivasinya adalah dengan berkonsolidasi, mereka akan semakin mudah untuk melakukan maintenance terhadap sistem TI, reservasi, dan program loyalitas,” katanya.

Pasalnya, sambung Mark, memelihara seluruh operasional hotel memakan biaya yang besar. Sehingga, dengan berkonsolidasi, perusahaan akan bisa memenangkan persaingan. “Selain dirongrong oleh biaya maintenance, hotel juga mengalami persaingan sengit. Sehingga, jalan keluarnya adalah konsolidasi dan merger antarmerek,” tuturnya.

Konsolidasi yang dimaksud Mark tentu mengarah pada akuisisi Accor terhadap jaringan FRHI Hotels & Resorts, pengelola hotel dan resor mewah Fairmont, Raffles, dan Swissôtel dengan nilai transaksi saat itu sebesar Rp 40,4 triliun.

Begitu juga dengan Marriott International, Inc. yang mengakuisisi Starwood Hotels & Resorts senilai US$ 12,2 miliar pada November 2015.

Ekspansi Tiongkok di Hotel Indonesia
Sampai saat ini, Louvre Hotels adalah salah satu jaringan hotel yang bakal memperkuat eksistensinya di Tanah Air setelah seluruh sahamnya dibeli perusahaan Tiongkok. Sebab, sebagai operator hotel terbesar kedelapan di dunia dengan mengantongi 1.200 hotel di 42 negara, Louvre Hotels terbilang hanya kuat di Eropa dan Afrika. Namun, tidak di daratan Asia.

“Ada sekitar 30 hotel dari Louvre yang akan dibuka di Indonesia hingga lima tahun ke depan. Delapan di antaranya sedang dalam tahap pembangunan,” ujar Mark.

Properti pertama yang dioperasikan Louvre Hotels adalah Royal Tulip Gunung Geulis, hotel dan resor bintang lima pertama di Bogor yang dimiliki oleh konglomerat Muljadi Budiman. Hotel 173 kamar ini baru dibuka pada Mei lalu.

Di Pulau Dewata, ekspansi Louvre lebih banyak lagi dengan membawa empat hotel berbintang empatnya, antara lain Golden Tulip Essential Legian (100 kamar), Golden Tulip Saranam Resort & Spa (60 kamar), Golden Tulip Essential Kuta Raya (100 hotel), dan Golden Tulip Jineng Tamansari (198 kaamr).

Sisanya, Louvre akan berekspansi ke kota lain, seperti Batam, Tangerang, Lombok, Mataram, dan Banjarmasin. Selain Royal Tulip dan Golden Tulip, merek hotel yang dibawa Louvre di Indonesia adalah Kyriad, Companile, Premiere Class, dan Tulip Inn.

“Kehadiran Tiongkok di bisnis kami adalah mereka ingin sekali mengintegrasikan program pemasaran seluruh merek. Ke depannya, mereka juga ingin menciptakan satu mega brand,” tutur Mark.

Memang, sampai saat ini, investasi Tiongkok di sektor properti masih begitu kecil. Yang mengalami peningkatan justru pada investasi pembangunan pemurnian hasil tambang atau smelter.

Akan tetapi, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat lonjakan investasi yang fantastis dari Tiongkok ke Indonesia pada kuartal pertama 2015, alias mencapai 400% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Berdasarkan data BKPM itu, realisasi investasi dari Tiongkok pada kuartal pertama 2015 mencapai US$ 500 juta atau setara Rp 6,5 triliun (asumsi kurs rupiah Rp 13.000 per dolar AS). Nilai tersebut melonjak lima kali lipat dari realisasi pada Q1 2014 yang hanya US$ 100 juta.

Dengan masifnya Tiongkok mengakuisisi jaringan hotel internasional, secara tidak langsung, akan mempercepat langkah ekspansi hotel ke negara destinasi wisata dunia, seperti Bali.

Hal ini seiring dengan jumlah perjalanan luar negeri warga Tiongkok yang terus meningkat. Tahun lalu, sebanyak 120 juta kali warga Tiongkok berpelesir ke berbagai belahan dunia.

Sedangkan di Tiongkok sendiri, mereka berwisata sebanyak 4 miliar kali. Dalam kata lain, satu orang Tiongkok melakukan perjalanan wisata selama tiga kali dalam setahun.

Tak heran apabila Kementerian Pariwisata RI menargetkan kunjungan wisata orang Tiongkok ke Indonesia mencapai 10 wisatawan pada tahun 2019. Naik sepuluh kali lipat dari jumlah tahun lalu sebesar 1,1 juta orang.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related