Harbolnas, Apakah Benar-Benar Diskon?

marketeers article

Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas sudah memasuki hari kedua sejak dimulai pada 12 Desember 2016 lalu. Satu pertanyaan pun muncul, apakah potongan besar-besaran yang dijanjikan berbagai e-commerce itu benar-benar mencerminkan diskon sesungguhnya?

Gaung Harbolnas mengemuka jauh sebelum perhelatan ini diadakan. Berbagai perusahaan e-commerce cukup intens melakukan aktivitas PR dan beriklan di media digital. Bahkan, beberapa hari sebelum kick off, Lazada membawa rombongan media mengunjungi gudangnya di Cakung, Jakarta Timur untuk melihat kesiapan e-commerce menghadapi Harbolnas.

Dari segi target transaksi, Harbolnas yang berlangsung pada 12-14 Desember ini memang mematok pertumbuhan cukup tinggi atau naik dua hingga tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Jika pada tahun lalu Nielsen mencatat transaksi Harbolnas mencapai Rp 2,1 triliun, maka tahun ini diprediksi meningkat menjadi Rp 6,3 triliun.

Target tersebut memang mungkin saja tercapai. Sebab, jumlah peserta e-commerce yang terlibat meningkat dari 142 perusahaan e-commerce pada tahun lalu, menjadi 211 e-commerce pada tahun ini.

Tak hanya itu, Harbolnas juga didukung oleh perusahaan teknologi seperti Facebook dan Google, hingga Grab, dan ShopBack. Dukungan juga mengalir dari para pelaku perbankan, seperti BCA dan CIMB Niaga.

Perusahaan analis pemasaran online mulai memberikan penerawangannya seputar aksi belanja online ini. Criteo misalnya yang menyatakan bahwa Harbolnas bakal mendongkrak transaksi e-commerce di daratan Asia Tenggara.

Keyakinan Criteo didasarkan pada torehan Harbolnas tahun lalu yang berhasil membukukan 8,2 juta transaksi yang terjadi di sejumlah e-commerce ternama di Indonesia.

Sedangkan tahun ini, berdasarkan keterangan tertulis Criteo yang diterima Marketeers, Rabu, (13/12/2016), mengungkapkan terjadi peningkatan 78% kunjungan situs ke e-commerce pada hari pertama Harbolnas. Sementara itu, penjualan meningkat 192% (dibandingkan hari biasanya).

Perusahaan itu juga menyebut, transaksi mobile atau m-Commerce diprediksi akan mendominasi penjualan e-Commerce tahun ini. Menurut catatannya, 34% transaksi online di pemain e-commerce besar Indonesia disumbang dari ponsel, sedangkan 33% melalui aplikasi mobile.

Direktur Komersial Criteo Asia Tenggara, Hong Kong, dan Taiwan Alban Villani menuturkan, apabila dibandingkan data tahun lalu, Harbolnas tahun ini mengalami peningkatkan signifikan dalam lalu lintas situs internet dan konversi penjualan.

“Selama periode ini, dua pertiga konsumen akan menggunakan berbagai perangkat untuk menjelajah situs ritel sebelum akhirnya melakukan pembelian,” ujarnya.

Hal tersebut diamini oleh CEO Zalora Indonesia Anthony Fung, yang mengataka bahwa jauh sebelum Harbolnas, pihaknya telah menerapkan caching strategy pada mobile browser-nya demi mempercepat waktu loading.

“Selain itu, tampilan navigasi di aplikasi Zalora juga dipermudah agar orang mudah berbelanja,” ungkap Anthony dalam siaran persnya.

Industri ritel online memang masih kecil jika dibandingkan dengan nilai keseluruhan pasar ritel di Indonesia. Meski tak ada data pasti, sejumlah pihak meyakini pasar perdagangan online menguasai tak sampai 1% dari nilai pasar ritel yang sebesar ribuan triliun. Tahun lalu, nilai transaksi online menurut Kementerian Perdagangan sebesar Rp 224,9 triliun.

Angka tersebut memang jauh dari pada data yang dirilis BMI Research yang mengungkapkan bahwa nilai belanja online di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 21 triliun. Kendati masih kecil, e-commerce diprediksi bakal menjadi pasar terbesar perekoniman berbasis internet di Indonesia, disusul oleh online media dan online travel.

Semua karena diskon

Selama ini, potongan harga atau diskon menjadi lokomotif yang menggerakkan industri e-commerce di Tanah Air. Harga yang jauh lebih murah memberikan alasan kuat bagi seseorang untuk berbelanja online.

Begitu pun dengam Harbolnas yang mana semua pemain e-commerce yang terlibat berbondong-bondong menawarkan potongan harga besar-besaran hingga 95% demi menarik atensi audiens untuk mengunjungi situs, dan melakukan transaksi di situs tersebut.

Indra Yonathan, Country Manager ShopBack, platform cashback belanja online, mengungkapkan daya tarik utama industri e-commerce di mata sebagian besar konsumen Indonesia (77,1%) adalah karena gencarnya promosi menarik serta besarnya diskon yang ditawarkan.

Sedangkan dua alasan terbesar lain yang dikatakan konsumen adalah kemudahan bertransaksi dan informasi produk yang lebih lengkap. Tak ayal, Bank Mandiri menargetkan peningkatan transaksi kartu kredit hingga lima kali lipat selama Harbolnas berlangsung.

Berdasarkan temuan ShopBack, mayoritas pembelanja online merupakan kaum muda usia 19 hingga 35 tahun (76%) yang rata-rata masih memiliki banyak kebutuhan di tengah situasi finansial yang masih terbatas.

Bahkan, menurut survei The Power of Protection 2016 yang dikutip ShopBack, 44% dari konsumen millennials itu mengaku mengalami defisit keuangan setiap bulannya akibat tak pandai dalam menentukan skala prioritas.

“Tentu saja, diskon-diskon yang ada di Harbolnas akan memberikan keuntungan lebih bagi konsumen. Namun, jika tidak disikapi dengan bijak dan cerdas, konsumen bisa terjebak ke dalam budaya belanja impulsif yang tentu saja berpotensi untuk mengganggu tercukupinya kebutuhan yang lain,” pungkasnya.

screen-shot-2016-12-13-at-16-51-05

Pernyataan tersebut dilengkapi dengan sejumlah data yang menyatakan bahwa 55,3% dari pembelanja online pertama kali (first time online shopper) mengaku berbelanja online karena promo menarik.

Sementara itu, 33,8%-nya mengatakan mereka membeli gadget dan aksesorinya ketika bertransaksi online untul pertama kalinya. Adapun rata-rata uang yang dikeluarkan sebesar Rp 250.000.

Selama Harbolnas ini, 96% responden mengatakan berniat untuk berbelanja online. Dua dari 10 orang yang berbelanja online untuk pertama kalinya mengaku didorong oleh adanya Harbolnas ini.

Keuntungan pun dirasakan oleh perusahaan e-commerce. Pada perhelatan yang sama tahun lalu, tiga e-commerce utama yaitu Lazada, MatahariMall, dan BliBli masing-masing mengalami peningkatan transaksi sebanyak 4,6 kali, 3,1 kali, dan 3,9 kali

Beneran diskon?

Harbolnas yang diyakini dapat menarik banyak orang untuk berbelanja online, nyatanya tak serta-merta disambut antusias oleh semua pihak. Dari pantauan Marketeers di media sosial Twitter, cukup banyak netizen yang mengeluh mengenai diskon yang dianggapnya tidak memberikan benefit value for money bagi konsumen.

Dennis Adhiswar (@OmDennis), artis Youtube dan juga pendiri Layaria Network dalam kicauannya di Twitter mengaku belum menemukan potongan harga di Harbolnas yang sesuai aspirasinya.

screen-shot-2016-12-13-at-15-47-05

Begitupun dengan Aulia Masna yang heran dengan diskon-diskon yang tidak masuk akal yang ada di situs-situs e-commerce selama Harbolnas berlangsung. Misalnya, harga Xiaomi Redmi Note 4 menjadi Rp 2,1 juta dari sebelumnya Rp 99 juta.

screen-shot-2016-12-13-at-15-57-01

Harbolnas berlangsung hingga 14 Desember. Sejumlah pihak berharap bahwa Harbolnas menjadi momen bagi industri e-commerce di Indonesia untuk tumbuh lebih besar lagi. Dengan populasi 250 juta jiwa dan hampir 50%-nya sudah menjadi pengguna internet, sudah sewajarnya pasar e-commerce di negeri ini jauh lebih tinggi dari realita saat ini.

Miranda Suwanto, SVP Strategic Partnership, Lazada Indonesia dan juga Ketua Panitia Harbolnas mengatakan, dengan semakin banyak pengguna internet di berbagai kota dan semakin terjangkaunya perangkat mobile, maka semakin banyak masyarakat di Indonesia dapat dengan mudah dan nyaman berbelanja online.

“Tanpa khawatir kehilangan waktu akibat kemacetan atau jarak tempuh yang jauh. Ini merupakan salah satu faktor yang mendorong maraknya berbelanja online di Indonesia,” akunya secara tertulis.

Apakah Anda merasa, diskon Harbolnas sudah cukup membuat Anda puas atau biasa-biasa saja? Isi surveinya di sini: twitter/the_marketeers.

Editor: Sigit Kurniawan

 

 

Related