Hotel Golden Tulip Ekspansi Pasar di Pekanbaru

marketeers article
Golden Tulip Pekanbaru

Bencana asap yang menutupi Riau pada tahun 2015 lalu memang memengaruhi kinerja bisnis perhotelan di Pekanbaru. Akan tetapi, kondisi tersebut telah kembali pulih. Investasi hotel pun cukup agresif di Kota Bertuah itu.

Sepanjang tahun 2016 lalu, beberapa jaringan hotel baik lokal maupun internasional mulai membuka kamarnya di Pekanbaru, di antaranya Novotel, Panghegar, Batiqa, The Peak, Tangram, Royal Asnof, dan Vafe Hotel. Memasuki tahun 2017, hotel bertajuk Golden Tulip melengkapi pilihan menginap bagi para pelancong di ibu kota Riau ini.

Hotel yang dioperasikan oleh jaringan hotel terbesar kelima Louvre Hotels ini melakukan soft opening pada minggu ketiga Januari lalu. Hotel ini berdiri di atas lahan seluas dua hektare yang hingga tahun 2020 akan dikembangkan menjadi kawasan superblok bernama Pekanbaru Park, lengkap dengan kondotel, pusat belanja, kawasan bisnis, dan residensial yang diproyeksikan menelan investasi Rp 900 miliar.

Hotel 153 kamar ini merupakan joint operation antara PT Pekanbaru Permai Property Group, anak usaha PP Property Tbk, dengan tiga perusahaan swasta lokal. Adapun bank lahan perusahaan tersebut mencapai 6,2 hektare yang berlokasi di Jalan Sudirman Blok A, lima menit menuju Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II.

“Ini merupakan hotel jaringan Louvre pertama yang beroperasi di Pulau Sumatera,” ujar Tomy Yovan Andriansyah, General Manager Golden Tulip Pekanbaru saat ditemui di hotelnya itu pada Rabu, (1/2/2017).

Tomy menambahkan, Semenjak diakuisisi oleh konglomerasi Jin Jiang Group asal China, Louvre Hotels menjadi jaringan hotel terbesar ke-lima di dunia dan kedua di Eropa dengan memiiki 71.000 kamar di seluruh dunia.

Golden Tulip menempati gedung dua menara, di mana salah satu menara akan diisi oleh merek Golden Tulip Essentials, versi first class dari Golden Tulip. Kedua hotel ini bakal rampung secara penuh pada akhir tahun 2017 dengan total memiliki 253 kamar.

“Sebagai tahap awal, kami baru membuka 51 kamar terlebih dahulu. Kami memang tak terlalu agresif sembari menunggu kondisi market hotel di Pekanbaru. Maret 2017, 153 kamar akan beroperasi penuh,” tuturnya.

Bahkan, Tomy melanjutkan, restoran yang berada di dalam hotel, Forestré, beroperasi satu bulan lebih dulu ketimbang hotelnya. Menurutnya, ini merupakan strategi pemasaran untuk menarik trafik pengunjung dalam memperkenalkan hotel barunya itu.

“Kami buat kehebohan lewat taste makanan. Tombaknya adalah makanan. Sebab, tasting is believing,” pungkasnya.

Strategi tersebut diklaim telah berhasil menjadikan Golden Tulip sebagai lokasi kekinian di Pekanbaru. Pasalnya, tingkat keterisian kamar telah mencapai 50% hanya dalam tiga minggu beroperasi. Tomy optimistis, okupansi akan meningkat seiring fasilitas yang terus bertambah.

Kendati demikian, Persatuan Hotel Republik Indonesia (PHRI) Riau mengungkapkan, okupansi hotel di Pekanbaru terbilang stagnan, atau rata-rata 60% per tahun. Pada awal tahun, okupansi diprediksi merosot, mengingat awal tahun merupakan low season di industri perhotelan.

Selain itu, pemerintah daerah yang selama ini menjadi kontributor terbesar penyerapan kamar hotel di Pekanbaru, belum menyusun anggaran tahunan 2017. Artinya, Event-event Pemerintah Daerah yang membutuhkan hotel biasanya baru terjadi pada kuartal dua hingga menjelang akhir tahun.

Karena itu, Golden Tulip tak semata mengandalkan kamar hotel demi memperoleh recurring income. Hotel ini memberikan fasilitas berupa ballroom seluas 600 m2 yang memuat hingga 1.000 orang standing party.

Dengan langit-langit atap setinggi 9 meter, ballroom itu mampu mengakomodir konsep pernikahan tradisional masyarakat Melayu dan Minang, yang mana dekorasi pelaminannya kerap menggunakan Rumah Gadang dengan tanduknya yang menjulang tinggi.

“Itu kadang menjadi masalah (di Riau), mencari lokasi pernikahan yang dekorasinya nggak usah mikir muat atau tidak Gadang-nya,” katanya sembari menyebut beragam fasilitas lain seperti pusat kebugaran, kolam renang infinity, dan tiga jenis restoran.

Tomy menjelaskan, selain Forestré yang menjadi restoran utama para tamu, hotel ini akan menambah tiga spot food & beverage lain, yaitu sebuah bar lounge yang beroperasi pada Maret 2017, super fine-dining pada akhir tahun, serta rooftop bar Sky Tower lantai 12 yang menyajikan menu-menu teppanyaki dan dijadwalkan dibuka pada awal tahun 2018.

“Visi-misi kami adalah menjadi yang terdepan untuk MICE. Sebab, Pekanbaru sangat kuat dengan event MICE-nya,” ucap Tommy.

Ia bilang, pihaknya memiliki keunggulan dalam segi lokasi. Selain dekat dengan bandara. hotel yang memakan biaya investasi ratusan miliar rupiah ini terletak di Simpang Tiga, jalur yang mengkonekkan tiga kota di Sumatera, yaitu Medan, Dumai, dan Bukittinggi.

Buat Kondotel

Baik Golden Tulip maupun Golden Tulip Essentials akan dikelola tidak hanya sebagai hotel, melainkan kondotel. Hotel ini memiliki dua tipe kamar yaitu deluxe dan grand deluxe dengan luas masing-masing 23 m2 dan 32 m2.

Andreas Wibowo, Kepala Cabang PT Pekanbaru Permai Propertindo mengatakan, untuk kamar ukuran 28 m2, investor bisa memilikinya dengan harga Rp 980 juta. Ia mengaku, ini merupakan kondotel pertama yang ada di Pekanbaru.

Andreas memaparkan, masyarakat Pekanbaru pada umumnya masih menjadikan rumah tapak sebagai investasi. Alasannya, tanah di Pekanbaru masih terlampau banyak, sehingga belum perlu untuk memiliki bangunan menjuntai ke atas saat ini.

Akan tetapi, hadirnya kondotel justru menambah pilihan portofolio bagi masyarakat Pekanbaru, khususnya bagi para pengusaha kelapa sawit, hingga mereka yang bekerja di tambang minyak-gas di Riau. Selama ini, investasi properti mereka “beredar” di luar Kota Pekanbaru.

Andreas kembali mengatakan, kondotel ini dapat menjadi pilihan investasi bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pekanbaru. Akan tetapi, Ia masih belum bisa memprediksi berapa kenaikan yield atau keuntungan sewa per tahun, sebab pasar kondotel di Pekanbaru belum terbentuk.

Editor: Sigit Kurniawan

 

Related