Ibarat Membeli Cat Dalam Karung

marketeers article

Satu per satu pemain baru di industri cat menjejali pasar. Akan tetapi, tak satu pun dari mereka bisa memberikan kalkulasi akurat tentang seberapa besar nilai pasar cat di Indonesia.

Menghitung kebutuhan cat untuk setiap meter persegi rumah, memang sudah ada rumusnya. Namun, untuk bisa melacak seberapa besar nilai pasar cat nasional, nampaknya masih perlu tebak-tebak si buah manggis. Sulitnya memperoleh data pasar cat di Tanah Air tak lain dan tak bukan karena seluruh pemain di industri ini enggan berbagi data mereka satu sama lain.

“Industri ini pada dasarnya belum terbuka. Tidak seperti industri elektronik atau otomotif yang memiliki data kuantitatif. Paling-paling, para pemain cat melakukan survei internal mereka yang bekerja sama dengan perusahaan riset lokal atau multinasional,” terang Yuwono Imanto, Direktur PT Propan Raya Industrial Coating Chemicals ketika dihubungi Marketeers melalui pesawat telepon.

Berdasarkan penelusuran Marketeers, salah satu survei mengenai industri cat datang dari perusahaan riset pasar PT Mars Indonesia. Perusahaan itu mengungkapkan bahwa pasar cat Indonesia pada tahun 2012 sebesar Rp 12,57 triliun atau naik 10% dari tahun sebelumnya. Dari sisi volume, pasar ini mencapai 822.804 ton pada tahun yang sama. Ibu kota pun menjadi pasar terbesar cat dengan menguasai 121.931 ton.

Kendati data tersebut masih diselimuti tanda tanya, yang jelas semua pemain meyakini bahwa pasar cat di negara ini tergolong dinamis. Terlihat, dari banyak pemain cat melakukan seumlah investasi bisnis ratusan miliar rupiah dalam lima tahun terakhir.

PT Asian Paint Indonesia misalnya, membenamkan dana sebesar US$ 30 juta hingga US$ 50 juta untuk membangun pabrik perdananya di Kerawang pada tahun 2017 lalu. Perusahaan asal India ini berharap dapat menggenjot produksi cat mereka hingga 20.000 ton pada tahun 2018 dan meraih setidaknya 12% pangsa pasar cat nasional dalam 5-10 tahun ke depan.

Pemain lain, yaitu PT ICI Paints Indonesia (Akzonobel Decorative Paints), pabrikan cat asal Belanda ini pun sempat menambah kapasitas produksi mereka pada tahun 2016 dengan membuat pabrik baru di Cikarang yang merogoh kocek hingga Rp 37,6 miliar. Pabrik yang menggunakan teknologi robotika ini disinyalir dapat meningkatkan 40% kapasitas produksi cat Akzonobel yang kala itu berkapasitas total 100.000 ton.

Bagi pemain yang tidak memiliki sokongan modal besar dalam melakukan investasi usaha, lebih memilih melakukan exit strategy dengan mencatatkan saham perdana di bursa efek. Ini dilakukan oleh PT Avia Avian Tbk yang tahun lalu melakukan IPO dengan mengincar dana Rp 3 triliun. Dana itu bakal digunakan untuk keperluan ekspansi perusahaan.

“Jadi, secara umum industri cat di Indonesia sangat proaktif. Sebab, negeri ini sedang dan terus membangun proyek-proyek infrastruktur, seperti gedung dan jembatan. Pasar pun tumbuh,” papar Yuwono.

Dia mengestimasi, pertumbuhan pasar cat di tanah air secara nasional, baik itu cat dekoratif maupun performance coating (cat kayu, besi, kapal, dan cat keperluan industri) mencapai 10% Compound Annual Growth Rate (CAGR). Dari seluruh pasar, permintaan cat dekoratif masih yang tertinggi, disusul performance coating. “Perhitungan saya, nilai pasar cat nasional masih di bawah Rp 20 triliun,” gumam dia.

Jun De Dios, Presiden Direktur Akzonobel Indonesia, produsen cat Dulux mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menjadikan Indonesia sebagai pasar cat yang cerah di Asia Tenggara, antara lain jumlah penduduk dan tren urbanisasi.

Meski konsumsi cat per kapita negeri ini masih rendah, akan tetapi pasar cat nasional dinilai lebih baik di ASEAN “Indonesia hanya kalah dari Filipina dan Vietnam dari segi jumlah konsumsi cat per kapita,” terang dia.

Pria asal Filipina ini juga setuju bahwa pemain industri cat di tanah air masih enggan memberikan data market yang mereka miliki kepada publik. Pihaknya mengaku pernah menginisiasi adanya keterbukaan data tersebut untuk memprediksi seberapa besar pasar cat nasional. Sayangnya, tawaran itu ditolak.

Meski demikian, Jun menggangap hal itu sebagai hal yang wajar mengingat pasar cat nasional relatif baru bertumbuh. Sehingga para pemain sedang gencar-gencarnya memperkuat posisinya di market saat ini.

“Kami bisa mengatakan bahwa Akzonobel menjadi pemimpin pasar untuk kategori cat dekoratif di Indonesia,” terang nahkoda perusahaan yang hadir di Indonesia sejak tahun 1971 itu.

Properti

Salah satu mesin penggerak industri cat adalah pertumbuhan industri real estate atau properti. Industri tersebut membutuhan konsumsi cat dalam jumlah besar. Semakin banyak rumah dan gedung yang dibangun, artinya semakin besar permintaan cat yang berujung pada pertumbuhan industri.

Akan tetapi, dalam empat tahun terakhir, industri real estate tumbuh stagnan, bahkan cenderung minus. Banyak pengembang properti memilih menunda peluncuran proyek hunian dan gedung mereka dari jadwal yang dicanangkan.

Menanggapi hal itu, Jun bilang bahwa di tengah pasar “new building” yang menurun, masih ada pasar “repainting” yang cukup stabil. Pasar ini berasal dari konsumen akhir yang melakukan pengecetan ulang rumah mereka. Pasar “repainting” kata Jun biasanya meninggi pada momen festive, sepeti Hari Raya.

Selama menjelang Hari Raya Idul Fitri, penjualan divisi cat dekoratif Akzonobel bisa meningkat 30% hingga 40% dibandingkan periode bulan sebelumnya. Namun, penjualan akan melandai satu bulan setelah Lebaran.

“Indonesia memiliki berbagai jenis festive season atau Hari Raya ketika konsumen akan mendekor ulang tampilan rumahnya agar terlihat menarik saat dikunjungi oleh sanak-saudara,” papar pria pelontos ini.

Tidak tergantung existing market

Kompetisi yang kian sengit di pasar cat membuat beberapa pemain mesti melakukan diferensiasi. Beberapa lebih fokus pada inovasi atau penyempurnaan produk yang sudah ada. Yang lain mencoba merangsek kategori cat lain yang pemainnya relatif lebih sepi.

Propan nampaknya mengincar opsi kedua itu. Yuwono bercerita, sepanjang tahun 2017 lalu, pertumbuhan bisnis cat Propan mencapai 10%. Salah satu pemicunya karena perusahaan ini mencoba untuk masuk ke kategori lain ketimbang. Maklum, Propan selama ini dikenal sebagai ‘rajanya’ cat kayu yang menguasai 50% pasar wood coating kayu di Indonesia.

“Kami sejak tahun lalu sudah mulai menggencot penjualan cat dekoratif untuk rumah atau gedung. Sebenarnya, cat ini sudah ada sejak tahun 1998, namun kami masih menjualnya secara proyek. Sekarang, kami menjualnya secara eceran atau ritel,” terang dia.

Perusahaan yang berbasis di Surabaya ini juga baru meluncurkan produk cat lantai beton atau polymer flooring. Cat ini akan membuat lantai beton terlihat rata. Biasanya, agar lantai terlihat rata, para tukang atau aplikator menambah kekebalan lantai dengan menggunakan epoxy mortar atau beton instan.

“Namun, cara ini punya kekurangan, seperti tidak ramah lingkungan karena materialnya menggunakan solvent atau tiner,” terang dia.

Dewasa ini, faktor ramah lingkungan telah menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli cat. Semakin terbukanya informasi dan kian meninggi kesadaran masyarakat akan bahaya dari bahan-bahan kimia, membuat perusahaan cat berlomba menawarkan produk yang ramah lingkungan.

Untuk urusan ini, Propan memilih meluncurkan water based coating system atau produk cat berbahan air. Meskipun banyak yang ragu bahwa cat berbahan air membuat lebih lama mengering ketimbang berbahan solvent.

“Trennya adalah semua cat akan berbahan dasar air karena melihat faktor kesehatan dan ramah lingkungan. Lewat kemajuan teknologi, cat berbahan dasar air jauh lebih berkualitas dibandingkan solvent,” pungkasnya.

Di satu sisi, Jun menganggap bahwa di tengah pasar yang kian teredukasi, konsumen akan lebih picky dalam menentukan merek cat yang akan digunakan. “Mereka lebih value-oriented alias memilih kualitas yang lebih tahan lama dan efektif dari segi pengerjaan,” kata Jun.

Segala inovasi dan ekspansi yang dilakukan produsen cat, baik yang baru maupun yang sudah lama hadir, seolah memberikan harapan akan pasar yang merekah. Diyakini, Indonesia pun akan menyambut pemain-pemain baru dengan segala rupa produk cat yang ditawarkan.

Akan tetapi, apakah kondisi itu melegitimasi bahwa pasar cat di Indonesia benar-benar tumbuh? Jangan sampai sinyal positif ini membuat mereka bagai membeli cat dalam karung. Miaw.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related