Ingin Langgeng, Media Harus Relevan dengan Generasi Pembacanya

marketeers article
45658186 business man reading newspaper and using smartphone. cartoon vector illustration.

Beda generasi, berbeda pula perilaku mereka dalam mengakses sesuatu – termasuk mengakses konten berita. Hal ini yang cukup kentara dirasakan oleh Kompas.com. Sebagai portal berita milik perusahaan media yang sudah memiliki nama besar – Kompas Gramedia Group – Kompas.com melihat adanya perbedaan di kalangan pembacanya.

“Secara umum, tiga generasi, yakni generasi X, Y, dan Z hadir sebagai bagian dari demografi pembaca Kompas.com. Segmen paling besar, tetap dikuasai oleh pembaca usia 24-35 tahun. Urutan kedua ditempati secara bergantian oleh mereka yang berusia 18-23 atau 35-50 tahun. Ketiganya menguasai 70% total pembaca Kompas.com,” ujar Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com.

Wisnu mengaku, Kompas.com menaruh atensi besar pada ketiga kelompok usia tersebut. Ketiganya memiliki karakter yang berbeda dan ini menentukan tema liputan dan tulisan Kompas.com dari tim editorialnya.

“Generasi X, misalnya, lebih senang dengan tema-tema politik yang sifatnya problematik, mendalam, dan disajikan secara lebih naratif dan tekstual. Dan, budaya membaca tekstual mereka masih terbilang tinggi,” ujar Wisnu.

Sementara, Generasi Y atau millennials tidak terlalu suka banyak membaca. Namun, keingintahuan mereka sangat tinggi. Tak heran, mereka gemar mencari berita atau bahan informasi yang disampaikan tak melulu secara tekstual. Mereka lebih menyukai gambar, grafis, atau konten yang lebih visual. Kalau pun itu teks, mereka suka yang pendek dan sedikit. Mereka, sambung Wisnu, bahkan suka dengan yang audio visual dalam bentuk video. Kelompok ini memiliki direct access ke Kompas.com lumayan tinggi.

“Untuk generasi Z, kami belum paham benar mereka, mengingat mereka sebagai pendatang baru. Mereka datang ke Kompas.com bukan karena sadar ingin membukanya, tetapi biasanya karena terpapar informasi yang referal atau karena Google Search atau media sosial,” kata Wisnu.

Bagi Wisnu, pembaca loyal Kompas.com adalah kelompok millennials tersebut. Sebab itu, Kompas.com berupaya terus memberikan apa yang mereka butuhkan. “Kami pegang prinsip bahwa koran atau media dibuat untuk pembaca. Pembacalah yang harus didahulukan. Bukan bos atau tuan kita, tetapi pembaca kita. Karena pembaca loyal kepada kita, kita juga berupaya loyal kepada mereka,” ujar Wisnu.

Meski ada perbedaan. Ketiga generasi tersebut memiliki satu kesamaan, yakni sama-sama menginginkan sesuatu secara instan dan mobile. “Ketiganya tidak mau bersusah payah untuk mendapatkan sesuatu. Mereka tak mau berlelah-lelah dengan background sebuah informasi. Mereka ingin langsung dapat intinya. Dampaknya, pemahaman mereka tidak mendalam meskipun mereka tahu banyak hal dan keingintahuannya besar,” kata Wisnu.

Berhadapan dengan tiga karakter pembaca tersebut, Kompas.com berupaya hadir untuk memenuhi semua kebutuhan mereka. “Ada yang ingin berita dalam, ada yang hanya informatif. Nah, kami berupaya memenuhi keduanya. Prinsipnya, kami melihat adanya pembacanya lebih dulu. Buat apa bersusah payah menggarap sesuatu tetapi tidak ada yang baca. Itu sia-sia saja. Sebab itu, semua harus terukur,” katanya.

Apa yang kemudian dilakukan Kompas.com? Wisnu mengatakan, untuk segmen yang lebih suka membaca mendalam seperti Generasi X, Kompas.com menyediakan VIK (Visual Interaktif Kompas). Sementara, untuk generasi yang lebih suka informasi instan, Kompas.com hadir dengan berita-berita hariannya yang cepat, ringkas, dan lebih ringan. Meski demikian, redaksi Kompas.com tetap memberi konteks berita meski tidak semendalam VIK. Berita-berita populer menjadi bahan utama untuk memenuhi kebutuhan pembaca Millennials. Termasuk format video menghibur dalam wadah Pijaru yang digarap oleh anak-anak muda lulus kuliah atau magang.

“Kami selalu mengedepankan empat hal dalam menyajikan berita di internet untuk usia Millennials, yakni berita yang bermanfaat bagi mereka, inspiratif, membanggakan, dan aktual. Itu yang hampir selalu menjadi acuan bagi kami untuk menayangkan sebuah berita,” katanya.

Untuk menangkap kebutuhan generasi yang lebih muda atau generasi Z, lanjut Wisnu, Kompas.com justru menggali insight dari dalam melalui para reporternya yang masih terbilang muda. Kalangan pembaca yang lebih muda, menurut Wisnu, cenderung menjadi kelompok agnostik atau tidak memiliki fanatisme terhadap sebuah brand. Mereka cenderung tidak memiliki ikatan ideologis. Mereka lebih mementingkan informasinya dan tidak begitu memedulikan media mana  sebagai sumber informasinya.

“Ini tantangan tak hanya bagi Kompas, tapi juga media-media lain. Tapi, kami mencoba menyapa mereka karena mereka bakal menjadi pembaca masa depan kami. Being relevant is the biggest issue bagi pelaku media saat ini. Seharusnya harapan mimpi dan kecemasan mereka menjadi harapan mimpi dan kecemasan kita sebagai media,” katanya.

    Related