Ini Alasan Alfamartonline Ganti Nama Jadi Alfacart

profile photo reporter Jaka Perdana
JakaPerdana
05 September 2016
marketeers article

Alfamart sejak tahun 2000 sudah dikenal sebagai pemain ritel berkonsep minimarket. Ketika eranya sudah masuk digital, Alfamart tampak tidak mau ketinggalan untuk membuka gerai baru berkonsep online atau e-commerce lewat Alfacart.com. Platform tersebut baru saja rilis akhir Mei 2016 lalu.

Terbilang terlambat sebenarnya. Namun, Chief Marketing Officer Alfacart.com Haryo Suryo menyatakan bahwa keterlambatan ini menjadi benefit karena bisa banyak belajar dari pemain lain.

“Kami benar-benar mengandalkan nama besar Alfamart sehingga membangun awareness-nya tidak terlalu sulit. Mayoritas masyarakat sudah tahu apa itu Alfamart,” ujar Haryo di Jakarta pada Senin (5/9/2016).

Alfacart sendiri adalah transformasi dari Alfamartonline. Konsepnya tetap sama, yaitu merupakan versi online dari gerai ritel offline Alfamart. Namun, dinamisme dunia e-commerce mengharuskan Alfacart tidak hanya menjual produk yang tersedia di Alfamart tetapi juga di luar itu. Jadilah Alfacart kini menjual juga perangkat elektronik serta fesyen yang memang tidak pernah ada di Alfamart.

Lalu mengapa tidak meneruskan nama Alfamartonline? Ada beberapa alasan mengapa Alfacart lebih dipilih dibanding nama pendahulunya itu. Pertama adalah Alfamart sudah kadung dicap sebagai gerai ritel offline khusus keperluan sehari-hari alias grocery. Dengan nama itu, bagi Haryo sulit untuk membentuk kembali awareness masyarakat apalagi jika ingin menjual barang di luar Alfamart.

“Kami awalnya mau ganti semua dengan nama baru. Tapi, dari hasil studi menyatakan bahwa nama Alfamart di masyarakat masih jadi jaminan kualitas. Orang masih percaya akan nama Alfamart. Dari dua alasan itu, kami ambil jalan tengah. Alfa tetap digunakan sementara sisanya kami ganti dengan cart. Jadi, masyarakat tahu bahwa ini adalah platform online dari Alfamart dengan varian produk lebih banyak,” terang Haryo.

Namun baik Alfacart dan Alfamart tidak dalam satu perusahaan, tapi memiliki entitas berbeda. Hanya saja tetap keduanya saling bertumpu dan berbagi dalam banyak hal termasuk fasilitas. Alfacart memanfaatkan jaringan offline Alfamart sebagai platform untuk marketing. Tidak hanya itu, gerai offline itu juga akan banyak digunakan untuk berbagai kegiatan Alfacart mulai dari tempat belanja langsung sampai konsumen mengambil barang belanjaan.

Dari sekitar 12.000 gerai Alfamart di seluruh Indonesia, akan ada sekitar 7.000 gerai dimanfaatkan oleh Alfacart. Pasalnya, tidak semua gerai Alfamart memiliki ruang besar dengan jumlah karyawan cukup banyak. Sejumlah 7.000 gerai itu dinilai Alfacart sudah bisa mendukung bisnis mereka baik dari segi ukuran sampai jumlah tenaga kerja untuk memproses semua transaksi, baik lewat offline dan online.

“Ketika konsumen belanja online di Alfacart, mereka bisa mengambil di Alfamart terdekat. Karena kalau harus selalu kirim ke rumah belum tentu mereka ada. Jadi dari segi space dan tenaga kerja, Alfacart membutuhkan gerai cukup besar. Gudang dari Alfamart pun masih kami gunakan,” sambung Haryo.

Sejak diluncurkan Alfacart sudah cukup aktif bermarketing ria dengan beberapa kampanye. Aplikasi smartphone pun sudah meluncur. Haryo mengaku pertumbuhannya pesat sekali sejak saat itu. Walau tidak mau menyebut angka pasti, baginya masih tetap kurang adil jika berbicara pertumbuhan besar karena Alfacart dimulai dari nol. Ia yakin angkanya tidak akan sebesar pemain lain yang sudah punya nama dan berbisnis lama.

Seperti pemain e-commerce lain, tahun-tahun awal akan dmaksimalkan untuk membangun awareness. Investasi pun dikucurkan untuk mendukung hal tersebut, terutama dari sisi subsidi. Haryo mengatakan sekarang biaya pengiriman masih disubsidi dengan nilai maksimal pengiriman Rp 15.000.

Editorial: Sigit Kurniawan

Related