Ini Alasan Kendaraan Niaga Bisa Tumbuh di Tahun Politik 2018

marketeers article

Memasuki tahun 2018, para pemain di industri otomotif terus memperkuat optimisme. Meski menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo), tahun ini diprediksi pasar otomotif belum tumbuh signifikan alias cenderung datar. Sebagai catatan, tahun lalu pasar mobil nasional hanya tumbuh 1,6%, dari 1.062.716 unit di 2016 menjadi 1.079.308 unit di tahun lalu.

“Pasar mobil nasional masih akan tetap tumbuh tipis. Dengan catatan, kondisi sosial politik tahun depan stabil dan tidak ada gejolak berarti. Ditambah bila komoditas terus membaik dan situasi kondusif, prediksinya tahun depan bisa tumbuh flat, antara 3-5%, atau di angka 1,1 juta unit,” kata Yohannes Nangoi, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), saat dihubungi Marketeers, beberapa waktu lalu.

Tahun lalu, pasar kendaraan niaga mulai menemukan momentum perbaikan. Bagaimana dengan tahun ini? Menurut Ernando Demily,  Vice President Director PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI), tahun ini pasar kendaraan niaga akan semakin membaik.

Menurutnya ada empat faktor pendorong pertumbuhan pasar kendaraan niaga tahun ini. Pertama, sudah pasti adalah pembangunan infrastruktur yang masih dan terus belangsung di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ketersediaan akses infrastruktur yang bagus ini nantinya akan memicu tumbuhnya industri logistik. “Di saat bersamaan, e-commerce tumbuh terus, jadi para penyedia jasa logistiik akan menambah armadanya,” katanya.

Selanjutya, kedua, adanya wacana kebijakan pembatasan umur kendaraan niaga truk. Kebijakan ini salah satunya akan diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok. Saat ini, di pelabuhan itu terdapat kurang lebih 14 ribu unit truk yang aktif. Sekitar 60% di antaranya sudah berusia di atas 10 tahun.

“Sedang ada dialog antara pengusaha dan pemerintah untuk menentukan batasan umur. Namun, dalam dua tahun belakangan ini para pengusaha truk di Priok sudah mulai mengganti armadanya,” ungkap Ernando.

Ia melanjutkan, faktor ketiga, adalah penerapan e-tilang atau kontrol ketat pada kapasitas angkut truk. Sudah jamak diketahui bahwa truk-truk angkutan yang melintas di jalanan selalu over capasity. Kelebihan muatannya bisa dua kali lipat dari daya angkut resmi yang tertera di manual book truk itu.

Kondisi tersebut jelas membuat rusak jalan-jalan di negara ini. Padahal, biaya perbaikan jalan nilainya tidak sedikit. Tahun lalu, saja perbaikan jalan menyedot dana Rp 18,7 triliun. “Nah, ketika pengawasan di jembatan timbang diperketat dan ada e-tilang, mau tidak mau pengusaha angkutan harus menambah armada. Ini menjadi peluang kami,” terangnya.

Terakhir, penerapan Euro 4 di negara ini pada tahun 2021. Untuk kendaraan komersial bermesin diesel, penerapan Euro 4 harus sudah terjadi di bulan April 2021. Tentunya, ini akan menjadi peluang bagi brand-brand kendaran niaga untuk memasarkan produk-produk yang sudah standar Euro 4.

Soal ini, Isuzu sama sekali tidak khawatir lantaran brand ini merupakan yang pertama memiliki produk Euro 4 di kendaraan niaga. Produk itu adalah Isuzu GIGA yang sudah sejalan dengan Euro 4 lantaran memiliki teknologi common rail.  Teknologi common rail adalah sistem injeksi bahan bakar langsung pada berbagai mesin diesel modern. Teknologi ini setara dengan sistem injeksi bahan bakar langsung pada mesin bensin.

“Kami ini pemain pertama yang menggunakan teknologi common rail. Kami sudah siap, ada mekanik yang berpengalaman. Kami hanya perlu menambah additional setup saja. Jadi, penerapan Euro 4 akan membawa dampak positif pada Isuzu,” tegas Ernando.

Melihat beberapa faktor pendukung pertumbuhan ini, Isuzu pun mematok kenaikan penjualan hingga 27.850 unit di tahun 2018. Saat ini, di segmen light commercial vehicle (LCV) komposisi penjualan ritel Isuzu mencapai 70%, sisanya fleet. Sedangkan di medium truck, komposisinya fleet 30%, dan 70% ritel.

 

 

 

    Related