Ini Dia Empat Tren Fesyen Tahun Depan

marketeers article
Dalam mempersiapkan Indonesia sebagai kota mode dunia pada tahun 2025, Indonesia Fashion Week bersama BD+A Design meluncurkan buku trend forecasting untuk tahun 2016/2017 bertajuk Indonesia Trend Forecasting (ITF). Ramalan tren bertujuan menjadikan Indonesia sebagai salah satu mode internasional.
 
“Indonesia tidak bisa mencontek produk keluaran merek asing dan terpaku mengandalkan tren global. Negeri ini harus mempunyai ramalan tren sendiri yang dapat menjadi acuan desainer baik di tingkat nasional maupun global,” kata Dina Midiani, Trend Forecasting Consultant, di IFW, Kamis, (27/2/2015).
 
Dalam penggarapannya, ITF disusun dari lintas platform. Tidak hanya dari tim riset, namun juga didukung oleh tim kreatif, tim capacity building, dan tim promosi yang melibatkan para pakar, pengamat, praktisi, dan pengajar ternama di industri kreatif Indonesia.
 
Pendiri BD+A Design Irvan Noe'man menjelaskan, trend forecasting merupakan suatu pendekatan ilmiah untuk memahami perkembangan pola pikir masyarakat di kota-kota besar di seluruh belahan bumi. Dengan memahami perubahan yang terjadi, para desainer akan dengan mudah membaca selera konsumen.
 
“Memahami tren ini penting karena desain yang laku di pasar akan membuat bisnis terjaga keberlangsungannya dan membuka lapangan pekerjaan yang berkelanjutan,” kata lelaki yang telah merilis buku trend forecasting ketujuh kalinya.
 
Pada tahun ini, Résistance (arti: perlawanan) menjadi tema besar tren desain tahun 2016/2017. Tema itu didapat dari mengidentifikasi tren pendorong berdasarkan metode sejarah. Dengan metode ini, orang bisa melihat kejadian-kejadian besar dunia yang profitabilitasnya memengaruhi tren. Dengan demikian, mereka bisa mendapatkan citra visual yang dijadikan tema utama tren (impulse) dan turunannya.
 
Irvan bilang, pada tahun 2016/2017 nanti, manusia akan terus dihadapkan pada tantangan yang dapat mengganggu kerberlangsungan hidup manusia. “Tantangan itu antara lain kelangkaan sumber daya alam, kualitas hidup yang menurun, perubahan iklim yang merusak habitat, dan gejolak politik. Semua itu akan memengaruhi tren ke depan,” tuturnya.
 
Empat Tren tahun 2016/2017
ITF pun berhasil mengklasifikasi empat tema utama tren pada tahun 2016/2017, meliputi Biopop, Humane, Colony, dan Refugium. Biopop merupakan tema yang menggambarkan kegembiraan lantaran kemajuan riset dan teknologi memberikan harapan baru dalam mengelola sumber daya alama dengan cara yang lebih ramah lingkungan. Alhasil, hasil desain bertema Biopop didorong oleh permainan warna yang cerah.
 
Perkembangan wearable devices memungkinkan manusia untuk memanfatkan teknologi informasi. Namun, itu juga bisa mengembalikan fungsi kemanusiannya lantaran manusia membatasi diri dari ketergantungan pada net. Temuan ini menginpirasi lahirnya tema Humane.
 
Tema Colony mengacu pada perubahan iklim dunia yang menimbulkan paradigma mengenai kelayakan bumi sebagai tempat hidup. Hal ini menghasilkan ide untuk mencari sebuah koloni altenatif.
 
Sedangkan tema Refugium didasarkan pada kondisi darurat yang menuntut manusia memberi keamanan dan kualitas hidup dalam situasi penuh keterbatasan. Konsep inovasi frugal menjadi dasar dari tema tren ini. Inovasi frugal dimengerti serangkaian kegiatan disain rekayasa kreatif yang menghasilkan produk teknologi inovasi yang sangat murah (ultra-low-cost), kuat, dan mudah digunakan yang memenuhi kebutuhan pasar dengan kemampuan ekonomi rendah. 
 
Pakar Pemasaran Hermawan Kartajaya melihat keempat tren tersebut sebagai sebuah segmentasi, yang mana masing-masing segmentasi tersebut dapat melahirkan jutaan kreasi. Ia mengatakan penting bagi desainer untuk melihat trend forecasting sebagai dasar berkreasi.
 
“Sudah tidak zaman seniman sok nyeni, dalam artian nunggu ilham dalam berseni. Seniman harus melihat lanskap industri ke depan dan melihat pasar. Hal itu dapat menjadi acuan menyusun product management, customer management, dan brand management,” papar Founder dan CEO MarkPlus, Inc. itu.
 
Hermawan mengatakan desainer harus mulai mengubah fokusnya, dari product-centric (enjoyment) dan consumer-centric (experience) menuju tahapan yang lebih tinggi, yaitu human-centric (engagement). Dengan demikian, desainer mampu mengenali apa yang menjadi kecemasan dan impian terdalam konsumennya (anxiety & desires).
 
“Pasar Indonesia tentunya yang harus lebih tahu adalah orang Indonesia itu sendiri. Jangan sampai orang luar negeri yang tahu lebih dulu anxiety & desires konsumen kita,” pungkas Hermawan. 

Related