Ini Skill Yang Diperlukan di Dunia Kerja Tahun 2021

marketeers article
Delapan dari sepuluh perusahaan menghadapi tantangan untuk mendapatkan profil lulusan universitas yang siap kerja dengan kemampuan yang dibutuhkan oleh industri. Salah satu pemimpin masa depan yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki daya pikir kritis. Begitu laporan Willis Towers Watson Indonesia bersama Oxford Economies.
 
“Saat ini, susah bagi perusahaan memperoleh karyawan yang berpikir kritis. Padahal, itu adalah pemimpin masa depan yang dibutuhkan,” ujar Lilis Halim, Direktur Konsultan Willis Towers Watson di acara A Taste of L'Oreal, Jakarta, Rabu, (20/4/2016).
 
Lilis mengatakan, keterbatasan sumber daya manusia, mempengaruhi laju pergerakan bisnis. Sebab, keinginan berpindah kerja (turnover retention) sering terjadi oleh para karyawan. 
 
“Di sektor industri keuangan, dua dari sepuluh karyawan keluar setiap tahunnya. Riset kami mengatakan 34% responden berencana resign, sedangkan 32%-nya menjawab antara iya dan tidak,” ungkap Lilis.
 
Turnover yang tinggi terjadi pada generasi millenial atau kelompok usia 15-34 tahun. Adapun yang memotivasi mereka untuk bergabung di suatu perusahaan antara lain karena gaji yang besar, kesempatan berkarier yang lebih tinggi, serta kesempatan memperoleh training dan pengembangan diri. 
 
Sedangkan, bagi kelompok usia 35 tahun ke atas (generasi Y), selain gaji, mereka lebih mempertimbangkan faktor tunjangan kesehatan.
 
“Saat ini terjadi pergeseran kelompok usia bekerja. Generasi millenial bakal menguasai kelompok pekerja di Indonesia. Sekarang saja, 39% dari total pekerja di dalam negeri berusia 34 tahun ke bawah.” terangnya.
 
Butuh Pemikir Digital
Lantas, tipe pekerja seperti apa yang akan dicari perusahaan lima tahun lagi? Lilis bilang, berdasarkan studi perusahaannya dengan Oxford Economies, pekerja dengan kemampuan digital adalah yang dicari perusahaan. Selain itu, mereka juga harus memiliki kemampuan bisnis dan kemampuan bekerja secara multitasking
 
“Dari sisi daya pikir, mereka harus mampu memanage situasi yang kompleks serta kemampuan melihat sesuatu secara luas atu big picture,” tuturnya.
 
Sedangkan dari segi interpersonal dan kemampuan berkomunikasi, kreativitas dan kemampuan melakukan brainstorming adalah yang dibutuhkan di masa depan. Begitu juga dengan kemampuan bekerja dalam tim. “Orang Indonesia cenderung tidak mau berargumentasi. Kemampuan komunikasi serta bahasa asing juga diperlukan,” paparnya. 
 
Di sisi lain, praktisi pendidikan Indonesia Profesor Arief Rahman mengatakan, hasil temuan yang dilakukan Willis Towers Watson bersama Oxford Economies itu adalah apa yang sebenarnya terjadi. Namun, jangan dianggap sebagai tanda bahwa negara Indonesia bakal kolaps. 
 
“Ini hanyalah warning. Jangan diinterpretasikan negara ini mau kolaps. Kondisi itu terjadi berakar dari kesalahan kita 20 tahun lalu yang tidak mengajari anak mengapa mereka harus belajar,” ucapnya.
 
Arief menyatakan, pendidikan dulu hanya mencetak orang untuk lulus, mencetak para sarjana yang sekadar berpikir status. “Kita juga berpikir tradisional. Kurikulum pendidikan berubah, dikeluhkan karena berubah terus. Padahal zaman berubah,” tegasnya. 
 
Maka itu, ia mengimbau para pendidik, baik orang tua, guru, dan juga pemerintah untuk berpikir jangka panjang mengenai apa yang akan terjadi 20 tahun dari sekarang. Ini diperlukan untuk menyiapkan tenaga kerja di masa mendatang.
 
“Berpikir independen itu penting untuk tumbuh kembang anak. Jangan mikir anak mereka jadi apa. Dia akan jadi diri mereka sendiri,” tutur pria yang juga menjabat Executive Chairman Indonesian National Commission for UNESCO.
 
Editor: Sigit Kurniawan

    Related