Ini Tanggapan Blue Bird atas Akuisisi Grab-Uber

marketeers article

Akuisisi Grab terhadap bisnis Uber di Asia Tenggara dianggap akan membuat persaingan usaha di sektor transportasi online semakin sempit. Persaingan yang minim pemain akan menciptakan penawaran pasar ditentukan oleh perusahaan, bukan pelanggan. Ujungnya, pelanggan bisa dirugikan.

Perusahaan taksi konvensional Blue Bird memberikan komentarnya atas aksi akuisisi yang konon senilai Rp 80 triliun. Sebenarnya, adanya akuisisi itu membuat tingkat persaingan antara taksi konvensional versus taksi online semakin sedikit. Pasalnya, hanya tersisah dua pemain yang berkompetisi di pasar .

“Ke depannya, pasarlah yang akan menentukan siapa yang akan bertahan di industri ini,” kata Sandy Permadi, CFO dan Direktur Independen PT Blue Bird Tbk kepada CNBC.

Menanggapi keberadaan taksi online, Blue Bird sudah bekerja sama dengan Go-Jek, pesaing Grab, melalui fitur Go-Bird, yang mana pelanggan bisa memesan taksi biru itu melalui aplikasi Go-Jek. Sandy bilang, meski Uber dan Grab telah melebur, tetap saja pasar terbesar masih dipegang Go-Jek.

Sandy mengatakan, strategi Blue Bird saat ini adalah berkolaborasi dengan sebanyak mungkin pemain digital, termasuk online ride-sharing seperti Go-Jek. Dengan begitu, akselerasi Blue Bird menuju ekosistem digital menjadi lebih cepat. “Februari tahun ini adalah setahun kerja sama kami dengan Go-Jek. Ini adalah fast track kami menuju digital ecosystem,” ujar dia.

Meski sempat diterpa isu disrupsi taksi online, toh sampai saat ini, perusahaan yang berdiri 46 tahun silam itu masih bertahan. Sandy mengaku, armada taksi Blue Bird bahkan mengalami pertumbuhan bisnis kuartal ke kuartal.

“Blue Bird memiliki strong positions di benak konsumen, sebab kami memiliki armada dengan range yang cukup lebar, dari taksi superpremium, premium, reguler, bus, dan lain-lain,” terang dia.

Editor: Sigit Kurniawan

Related