Jakarta Masuk Daftar Sepuluh Kota Ramah Transformasi Digital

marketeers article
44825231 jakarta, indonesia october 21, 2014: the national monument is a 132m tower in the centre of merdeka square, jakarta, symbolizing the fight for indonesia.

Riset dari Economist Intelligence Unit (EIU) memaparkan bahwa Jakarta masuk dalam sepuluh besar kota di dunia yang memiliki rasa optimisme tinggi terhadap transformasi digital, khususnya bagi para perusahaan global. Riset tersebut mengukur tingkat kepercayaan kalangan eksekutif bisnis di sejumlah kota di beberapa negara, serta sejauh mana kota tersebut dapat mendukung ambisi digital yang dimiliki oleh sektor bisnis.

Ada lima kategori kunci yang mendukung Jakarta berhasil masuk dalam sepuluh besar, yakni inovasi dan kewirausahaan, lingkungan finansialsumber daya manusia (SDM) dan keterampilan, pengembangan teknologi baru, dan infrastruktur TIK.

Uniknya dalam daftar sepuluh besar tersebut, mayoritas diisi oleh kota-kota berkembang di wilayah Asia Pasifik, seperti Bangalore, Mumbai, New Delhi, Beijing, Manila, dan Shanghai. Hanya tiga kota asal benua Amerika dan Eropa yang berhasil masuk dalam daftar ini, yakni San Francisco, London, dan Madrid.

“Ada kepercayaan yang tinggi di kalangan eksekutif bahwa Jakarta bisa mendukung proses transformasi digital perusahaannya,” ujar Charles Ross, Editorial Director Asia The Economist Intelligence Unit.

Sementara itu, Erik Meijer selaku President Director telkomtelstra, mengatakan bahwa riset ini mengungkap adanya tingkat kepercayaan yang tinggi pada ekonomi dunia yang terus tumbuh, khususnya di Indonesia, termasuk Jakarta. Baginya, agar sebuah transformasi digital dari sebuah perusahaan dapat sukses, dibutuhkan dukungan eksternal yang kuat.

“Tingginya tingkat kepercayaan ini didasari pertumbuhan ekosistem digital di Jakarta yang jelas terlihat, serta pemerintah yang mendukung pertumbuhan sektor bisnis dan serius dalam melakukan pembinaan kewirausahaan digital. Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia pada umumnya, dan Jakarta pada khususnya, melihat kemajuan pesat dalam perkembangan sektor bisnis digital,” kata Erik.

Ia menggarisbawahi, riset ini memperlihatkan pentingnya posisi Jakarta sebagai pusat dari ekosistem bisnis digital di Indonesia. Tidak ada kata selain memanfaatkan posisi ini untuk mendorong Indonesia mencapai targetnya menjadi pusat ekonomi digital dunia pada tahun 2020.

Meskipun Jakarta mempunyai performa yang baik diseluruh kategori, riset ini juga menemukan bahwa 36% dari eksekutif di Jakarta percaya bahwa supply tenaga kerja serta keterampilan pekerja adalah tantangan terberat di kota ini. Sementara itu, masih ada ketimpangan antara universitas dan kurikulum yang diterapkan dengan kebutuhan terkini dunia usaha. Hal tersebut membuat sejumlah perusahaan di Jakarta seringkali harus merekrut ahli dari negara lain di Asia Tenggara atau wilayah lainnya.

“Meskipun hal itu bukanlah menjadi masalah yang hanya dialami di Indonesia, jelas dunia pendidikan harus lebih fokus dalam membekali siswanya dengan keterampilan digital yang relevan untuk melengkapi pertumbuhan startup di Jakarta.” tambahnya.

Sementara itu, Charles merekomendasikan tiga hal untuk menyelesaikan permasalahan sumber daya manusia di Jakarta. Pertama, meyakinkan pada diaspora Indonesia yang tersebar di deluruh dunia untuk kembali dan membangun Indonesia. Kedua, mengubah materi dan kurikulum pendidikan yang berkaitan dan seiring dengan tren usaha. Ketiga, memberikan keringanan regulasi pada para profesional asing untuk bisa bekerja di Indonesia, khususnya Jakarta.

Erik pun berpandangan hal yang sama, meskipun tidak setuju sepenuhnya. Baginya, mengimpor profesional asing itu mahal bagi sebagian perusahaan. “Tapi, lakukan saja terlebih dahulu untuk transfer knowledge. Mereka, dari segi biaya dan pemahaman pasar, tidak bisa memahami layaknya orang Indonesia asli. Tapi, bukan berarti mereka tidak bisa membantu bisnis perusahaan di sini,” tandasnya.

Editor: Sigit Kurniawan

Related