Kampanye Pemasaran Lewat Pesan Instan Tak Kalah Efektif

marketeers article
A portrait of a Young businesswoman work oudoor, in a cafe

Pemanfaatan media sosial jangan hanya digunakan untuk berjualan. Ya, memang benar merek harus hadir di media sosial. Tapi, merek harus memperhatikan bagaimana mengoptimalkan dan mengenali platform dan perilaku penggunanya. Hal ini yang ditekankan Narrada Communications sebagai agensi periklanan digital.

Dalam menjalankan kampanye pemasaran saja, Narrada memberikan perlakukan yang berbeda untuk setiap merek. Ini karena masalah dan insight masing-masing merek tentu berbeda. Begitupun dengan konsumen dan karakter konsumen masing-masing di media sosial.  Sebab itu, pihaknya tidak mungkin menyamaratakan semua merek, termasuk dalam hal pengintegrasian platform.

“Narrada tidak bisa memaksa kampanye yang dibuat harus terintegrasi di semua platform. Ini dikembalikan ke merek. Misal merek semen sebenarnya keputusan pembelian bukan di konsumen tapi di tukang. Tentu, pendekatan yang kami lakukan berbeda,” kata Chief Creative Officer Narrada Communications Adi S. Noegroho yang biasa disapa Sheque ini.

Terkait anggapan bahwa media sosial itu milik anak muda, Sheque keberatan. Meskipun, media sosial seperti Snapchat memiliki pengguna yang lebih banyak anak muda ketimbang orang dewasa. Kenyataannya, ibu-ibu pun memiliki akun media sosial setidaknya Facebook.

Perlu digarisbawahi, lanjut Sheque, informasi bukan hanya dari media sosial. Dari media sosial bisa disebarkan ke platform pesan instan. Maka, penting untuk menciptakan konsep yang benar-benar bisa menjangkau target yang lebih luas. Misalnya, pesan instan.

“Jadi, bikin konten sekreatif mungkin. Kalau membuat video, usahakan tidak terlalu berat agar bisa dibagikan hingga ke instant messenger,” jelasnya.

Konsep inilah yang diusung Narrada ketika ikut terlibat dalam mengampanyekan Jokowi pada Pemilihan Presiden tahun 2014 dengan tajuk I Stand on The Right Side.  Apakah Anda masih ingat? Sheque menuturkan ide kampanye ini muncul dari salah satu tim Narrada. Saat itu, Jokowi mendapat nomor urut 2. Kalau di kertas suara, Jokowi berada di sebelah kanan.

Sheque menilai Pilpres 2014 merupakan laboratorium marketing raksasa. Betapa beruntungnya kami merasakan ini. Suatu peristiwa yang mungkin tidak akan terulang.

“Saat Pilpres 2014, kami melihat medsos ini benar-benar dimanfaatkan. Bagi marketer dan agensi periklanan seperti kami melihat ini adalah ajang eksperimen yang bagus. Bahkan, banyak ilmu yang kami terapkan dari kampanye tersebut di merek,” ujarnya.

Sheque mendapat pelajaran yang menarik dari momen pilres dua tahun lalu itu. Salah satunya bagaimana menangani target audience yang luas. Saking luasnya, pengaruh kampanye ini sampai-sampai tidak terkontrol. Namun, Narrada mengatasinya dengan memanfaatkan simpul-simpul yang ada. Yaitu, memanfaatkan kerelaan orang untuk menyebarkan pesan.

“Dukungan itu sengaja tidak kami sebarkan dari akun resmi kami. Malah, dukungan ini tersebar dari WhatsApp grup maupun Twitter pribadi para relawan. Hasilnya, pita dukungan pun berhasil menyebar secara masif,” katanya.

Sheque sangat bersyukur bisa ikut bereksperimen saat itu. Bahkan, Sheque akan terus melakukan eksperimen sehingga mengantarkan Narrada pada kesuksesan-kesuksesan selanjutnya.

Untuk bisa unggul di media sosial, kata Sheque, jangan lelah bereksperiman ketika ada platform baru. Selain itu, jangan bergantung pada kasus di luar negeri. Bisa saja suatu kasus berhasil dipecahkan di luar negeri, namun belum tentu berhasil di Indonesia. Untuk itu, kita harus belajar sendiri.

Editor: Sigit Kurniawan

Related