Perusahaan, baik startup maupun korporasi, tengah menghadapi masalah multisektoral yang merupakan imbas dari model bisnis yang semakin kompleks, ekspansi yang terus-menerus, serta ekosistem bisnis yang semakin besar. Hal itu menuntut solusi multidimensi dan memerlukan lebih dari sekadar produk dan jasa yang ada saat ini.
Di sinilah design thinking memiliki peran. Dengan menerapkan kerangka kerja itu, organisasi tidak hanya dapat mengatasi masalah-masalah bisnis sehari-hari, melainkan juga memperoleh keunggulan kompetitif. Bagaimana pun juga, perusahaan harus terus berinovasi untuk tetap tumbuh dan profit.
Namun, pertanyaannya, apa itu design thinking? Dan bagaimana metode ini dapat membantu meningkatkan pertumbuhan perusahaan?
Dalam pengertian yang paling sederhana, design thinking adalah proses menciptakan ide-ide baru dan inovatif yang dapat memecahkan masalah. Hal ini tidak terbatas pada industri atau bidang keahlian tertentu.
Design thinking sangat berguna dalam kaitannya dengan teknologi, sama halnya dengan servis dan produk. Kehadirannya dapat menciptakan produk dan layanan baru bagi pelanggan, hingga dapat meningkatkan produktivitas dalam operasi internal.
“Secara garis besar, design thinking adalah metode kolaborasi yang mengumpulkan banyak ide dari disiplin ilmu untuk memperoleh sebuah solusi,” ungkap Vice President of Technology Product Go-Jek Alamanda Shantika Santoso saat The NextDev 2016 #UntukSurabaya di Kampus ITS, Selasa, (2/8/2016).
Ala, sapaan akrab Alamanda, melanjutkan, sebenarnya metode design thinking berguna bagi startup saat membuat model bisnis lean canvas. Model bisnis diperlukan untuk menjelaskan bagaimana suatu organisasi memberikan dan menangkap suatu nilai tambah. Ia juga berfungsi membantu kita menganalisa masalah dan mencari solusinya,
“Selama pembuatan model bisnis, kita memberikan pandangan yang menyeluruh akan proses bisnis yang kita rencanakan. Nah, kita butuh pandangan dari displin ilmu yang berbeda untuk mendapatkan solusi yang tepat guna,” tuturnya.
Lima Langkah Design Thinking
Dalam prosesnya, ada lima langkah design thinking, yaitu empatize, define, ideate, prototype, dan test. Semua ini menjelaskan bahwa design thinking pada dasarnya mengedepankan human center approach yang mana proses berpikir berfokus pada manusianya sendiri.
Tak heran, empati adalah proses pertama dalam menciptakan ide bisnis. Dalam pengertian, dengan mengerti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh target market kita (yaitu orang lain), kita dapat menciptakan produk yang benar-benar dibutuhkan oleh banyak orang.
“Semua orang bisa menjadi user experince designer. Sebab, kita adalah manusia yang pada dasarnya adalah user atau target pasar. Cobalah menggunakan aplikasi yang kita buat, apakah sudah benar-benar yang kita butuhkan sebagai manusia atau tidak,” tegas Ala.
Dia melanjutkan, setelah mengerti permasalahan, keinginan, dan kegundahan target market, startup mulai mendefinisikan apa yang menjadi masalah utama dari hasil empatinya itu.
Langkah selanjutnya dalam design thinking adalah meng-ideate atau melakukan brainstorming ide-ide solusi terhadap masalah utama dari target market kita.
Tidak penting solusi itu dapat dieksekusi atau tidak, fokus saja pada solusi-solusi yang dirasa menjawab masalah. Barulah, pada tahap selanjutnya, kita mengelompokkan solusi-solusi tersebut ke dalam tiga hal, yaitu feasible, viable, dan desirable.
“Dari kumpulan ide solusi itu, prioritaskan kira-kira solusi apa yang dari sisi bisnis paling banyak value-nya. Lihatlah value for business mana yang paling besar, namun menghabiskan waktu yang paling sedikit,” kata Ala di depan 400an mahasiswa yang hadir.
Apabila kita sudah menemukan solusi yang paling feasible, viable, dan desirable, yang dilakukan berikutnya yaitu melakukan prototyping, mulai dari tahap sketch, wireframe, hingga dalam bentuk 3D mockup.
Selanjutnya, buatlah produk/aplikasi berdasarkan proptotype yang dibuat. Setelah itu, tahapan terakhir adalah test, yang mana produk tersebut dicoba ke target market kita.
Catat saran dan opini yang selama testing berlanjut, dan perbaiki kesalahan yang ada sebelum produk/aplikasi itu benar-benar diluncurkan ke pasar.
Editor: Sigit Kurniwan