Lima Strategi Manajemen Konflik di Tempat Kerja

marketeers article
Mom and daughter-teenager at a reception with a psychologist. A woman and a girl have a complicated relationship. They do not understand each other. A female psychologist wants to help them.

Profesional HR merupakan penjaga gerbang atau gatekeeper bagi sebuah perusahaan. Mereka harus mampu berperan sebagai mediator untuk menangani konflik yang tak dipungkiri pasti akan terjadi di dalam perusahaan. Lantas, apa saja poin yang diperlukan seorang HR untuk melakukan manajamen konflik? Berikut ini Marketeers merangkum lima tips manajamen konflik versi JobStreet. Check this out!

Siap Mendengar

Menjadi pendengar yang baik merupakan langkah pertama yang harus dilakukan para HR. Dalam menyelesaikan masalah, penting untuk memahami akar penyebab konflik. Hal ini dapat dilakukan dengan bertemu dengan kedua belah pihak secara terpisah dan menjaga kerahasiaan dari apa yang disampaikan kedua belah pihak.

Dari informasi yang seimbang antara kedua pihak, seorang HR kemudian dapat merencanakan tindakan penyelesaian masalah secara damai antara kedua belah pihak. Terkadang, konflik juga dapat dengan mudah diselesaikan dengan memberikan pihak yang dirugikan kesempatan untuk mendiskusikan masalahnya.

Menjaga Pintu Tetap Terbuka

Profesional HR harus mengadopsi kebijakan pintu terbuka (open door policy) ketika berhadapan dengan karyawan. Hal ini tak lain agar HR peka dengan tetap mendengarkan apa yang terjadi di lapangan. Dalam banyak situasi, para profesional HR dianggap “lepas” (disconnected) dari tenaga kerja yang seharusnya mereka wakili.

Hal ini sebaiknya tidak terjadi karena karyawan yang tidak bahagia dapat dengan mudah kehilangan motivasi yang dalam jangka panjang akan menjadi karyawan yang beracun (toxic employees) dan turnover karyawan menjadi lebih tinggi. Karyawan tipe ini tidak hanya sulit diatur, tetapi mereka juga mampu menabur ketidakharmonisan dalam perusahaan yang dapat menyebabkan masalah yang jauh lebih besar.

Netral

Semacam aturan tak tertulis, di negara-negara Asia kebanyakan staf junior akan diminta untuk menyerah ketika berurusan dengan staf senior. Tak jarang, hal ini kerap mengakibatkan bullying di mana para senior mengintimidasi bawahan atau junior mereka. Dibandingkan menyalahkan karyawan junior, akan lebih baik jika profesional HR bertemu dengan kedua belah pihak dan mengambil tindakan untuk penyelesaian konflik yang adil bagi kedua pihak. Jika terus dibiarkan, uap permasalahan ini akan meluas dan mengakibatkan citra yang buruk bagi perusahaan.

Fokus Pada Masalah, Bukan Orangnya

Menjaga emosi tetap stabil sangat penting ketika menyelesaikan konflik. Ketika menghadapi karyawan yang sulit untuk kooperatif, seorang profesional HR harus memastikan mereka tidak tergoda untuk bereaksi negatif. Jadi, ketika bertemu dengan pihak yang terlibat, selalu ingat untuk tetap tenang dan berkepala dingin saat situasi menjadi berat.

Mengetahui Kapan Harus Menyerah

Ada saat di mana upaya manajer HR yang paling terampil sekalipun berujung pada jalan buntu. Seorang professional HR mungkin berurusan dengan individu yang memiliki masalah psikologis yang memerlukan bantuan professional atau beradapan dengan individu yang tidak berkeinginan untuk menyelesaikan konflik. Termasuk, ketika terjadi masalah yang melibatkan kekerasan fisik atau indikasi yang mengarah ke sana.

Dalam hal ini, tidak peduli keterampilan, kemampuan, maupun posisi, karyawan tersebut harus segera diberhentikan untuk memastikan keselamatan semua pihak yang terlibat.

Editor: Sigit Kurniawan

Related