Kasus Vixlet dan Liverpool: Marketing Juga Perlu Timing Tepat

marketeers article
Liverpool uk january 8th 2016. the kop entrance to Liverpool football club stadium. Liverpool uk.

Klub asal Inggris Liverpool merupakan legenda dunia sepakbola. Dengan segudang prestasi, fans mereka tidak hanya datang dari Inggris tapi dari seluruh dunia. Nama itu pula yang membuat Liverpool menjadi incaran para merek besar untuk berkolaborasi. Salah satunya maskapai nasional Garuda Indonesia beberapa tahun lalu.

Namun, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari proses kolaborasi tersebut. Salah satunya, pengalaman Vixlet. Platform media sosial berbasis fans khususnya penggemar olahraga ini menggaet Liverpool sebagai salah satu cara untuk menarik pengguna untuk melakukan install dan menggunakan Vixlet terutama bagi penggemar klub berjuluk The Reds tersebut. Dengan ini, tidak hanya percakapan antarfans saja, siapa pun bisa mengobrol dan berbagi konten serta informasi seputar klub kesayangan mereka termasuk terbaru soal Liverpool.

Akan sangat disayangkan jika ekspektasi fans hanya terjadi secara digital saja. Sebab itu, Vixlet membuat sebuah kampanye untuk menarik perhatian pendukung Liverpool. Progamnya tentu saja menarik, mulai dari bermalam dua malam di hotel tempat Liverpool menginap, menonton langsung di stadion, tur stadion, sampai makan siang bersama legenda klub.

Kampanye itu di-posting di Instagram sekitar dua hari lalu. Hasilnya? Dalam satu hari pertama, banyak yang menyatakan antusias untuk berlomba menyambut ajakan Vixlet untuk mengunduh aplikasi mereka di smartphone dan mengikuti syarat agar bisa memenangkan kesempatan langka tersebut.

Namun, dalam satu hari terakhir, justru yang didapat malah tertawaan dan bully. Mengapa? Ternyata penyebabnya adalah kekalahan Liverpool di kandang mereka stadion Anfield di ajang EFL Cup di tangan Southampton dengan skor 0-1 semalam sebelumnya. Artinya, Liverpool harus angkat koper dari turnamen yang dianggap hanya kasta kedua di Inggris tersebut karena gengsinya tidak sebesar turnamen lain FA Cup.

Jadilah akun promosi Vixlet bahan tertawaan pengguna Instagram. Platform media sosial asal Los Angeles tersebut dianggap hadir di saat tidak tepat karena pasalnya kampanye akan lebih menarik dan elegan jikalau Liverpool menang. Banyak komentar negatif berdatangan setelah kekalahan tersebut dan menyatakan tidak berniat ambil bagian dalam program ditawarkan Vixlet.

Tidak sedikit yang mengatakan “no”, menulis emoji tertawa, sampai yang mengatakan “bad timing”. Soal bad timing, kasus di sini tidaklah salah. Vixlet mengambil momentum yang tidak tepat. Entah memang sudah kadung punya jadwal promo di Instagram sehari sebelum pertandingan karena yakin menang atau memang sudah jadwal tetap manajemen.

Andai Vixlet mau menunggu hasil pertandingan atau menunggu momen lain ketika Liverpool meraih kemenangan di pertandingan berikutnya, kampanye mereka pasti akan disambut hangat. Dari segi ekuitas merek pun, Vixlet akan meraih awareness positif. Dengan kasus seperti ini, Vixlet masih berusaha keras meraih banyak pengguna.

Mereka dianggap kurang mampu menawarkan sesuatu yang relevan, terburu-buru, dan terkesan asal. Tentu saja ini menjadi pelajaran berharga bagi merek lain terutama mereka yang berkolaborasi dengan tim sepakbola. Menunggu momentum tepat sangatlah berharga.

Ketika merek berhasil menciptakan relevansi dengan konsumen, akan muncul ikatan batin antara kedua belah pihak. Customer engagement pun terwujud. Langkah ini penting agar sebuah merek mampu bersaing di masa depan sekalipun ada merek baru masuk di industri mereka.

Editor: Sigit Kurniawan

    Related