Marketing untuk Milenial: Connect With Them!

marketeers article

Generasi milenial menjadi yang paling banyak dibicarakan beberapa tahun ini. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perbedaan yang membuat ciri generasi ini lebih menonjol dari generasi-generasi sebelumnya.

Sebagai generasi yang bersifat natif teknologi, milenial menjadi generasi yang sangat mudah menerima perubahan. Termasuk perubahan cara marketing. Milenial yang berisi orang-orang muda tidak lagi dapat didekati dengan taktik marketing lama. Teknik marketing yang cenderung ‘iklan’ dan menunjukkan keunggulan produk, tidak lagi berlaku untuk generasi ini.

Hal ini kemudian didukung oleh penyataan George Beall, kontributor Huffington Post. Dalam tulisannya, Beall mengatakan anak muda saat ini tidak suka diprospek. Mereka cenderung tidak menyukai pembicaraan satu arah, dirayu, maupun dibombardir dengan janji-janji.

Bertentangan dengan cara marketing lama  yang cenderung memprospek, Milenial justru lebih menyukai cara-cara yang lebih humanis untuk menarik hati mereka. Dikutip dari pernyataan Amanda Brickman di Forbes, milenial menganggap bahwa sikap santai adalah hal yang sangat penting. Cara-cara yang lebih humoris dengan obroan dua arah lebih bisa menarik perhatian mereka.

Berdasarkan survei daring yang dilakukan oleh Vice dan Inside Strategy Group, konsumen muda mengatakan mereka memiliki sensor spiritual yang cukup tinggi. Hal inilah yang membuat milenial menyukai sesuatu yang membuat diri mereka merasa lebih baik. Salah satu mewujudkan hal ini adalah dengan memberikan tawaran yang menguntungkan kepada konsumen muda. Berikan mereka hal-hal yang membuat mereka bahagia dengan produk yang sedang dipasarkan.

Milenial juga dikenal sebagai generasi yang membutuhkan inspirasi. Hal inilah yang mendorong milenial menjadi sangat berkiblat pada influencer. Influencer menjadi tokoh yang sangat berpengaruh bagi Milenial sebagai contoh untuk menjalankan kehidupan mereka. Tak jarang, bahkan tujuan hidup milenial adalah menjadi influencer itu sendiri. Dengan melibatkan influencer, milenial akan merasa terinspirasi untuk memakai produk yang sama. Alasan inilah yang menyebabkan maraknya penggunakan influencer sebagai cara ampuh untuk menggaet perhatian konsumen muda.

Jika mengatakan marketing ala milenial adalah menjadi milenial itu sendiri, maka hal itu adalah salah. Milenial menyukai jika diri mereka diakui, didengarkan, dan dimengerti. Menjadi milenial bukan berarti bersikap layaknya milenial, tapi berusaha mengerti apa yang mereka butuhkan dan inginkan.

So, connect with them.

Editor: Sigit Kurniawan

Related